Jakarta, beritalima.com| – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memberikan keleluasaan sementara saat masa pemulihan bagi pelajar bagi SMAN 72 Jakarta untuk memilih metode pembelajaran setelah (daring atau luring) terjadinya insiden ledakan di sekolah tersebut.
Pramono telah berkomunikasi dengan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta Nahdiana dan sepakat memberikan kebebasan kepada pihak sekolah untuk memilih metode pembelajaran, baik daring maupun luring.
“Yang mau daring boleh, yang mau langsung juga boleh,” ujar Pramono usai membuka Kejuaraan Sepatu Roda Jakarta Open Internasional 2025 (14/11). Menurut Pramono, para peserta didik juga telah meminta agar kegiatan belajar mengajar kembali berlangsung normal sebagai bentuk bahwa sekolah sudah pulih dan aman.
“Mudah-mudahan minggu depan sudah sepenuhnya,” tambahnya. Pramono menuturkan, Pemprov DKI belum mengambil keputusan apa pun terkait pelaku peledakan yang diduga sebagai penerima KJP (Kartu Jakarta Pintar). Pemegang KJP adalah pelajar dari keluarga yang membutuhkan bantuan pemerintah.
Kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring bagi pelajar SMAN 72 Jakarta Utara mendapat dukungan dari anggota Komisi E DPRD, Farah Savira. Ia menilai, kebijakan PJJ merupakan langkah tepat agar kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung tanpa menambah beban psikologis siswa-siswi SMAN 72.
“Kondisi di lapangan belum sepenuhnya normal dan trauma siswa masih cukup besar. Jadi, keputusan ini sudah benar,” terangnya. Namun terkait wacana pembatasan game online yang dikaitkan dengan insiden tersebut, bagi Farah masih perlu dikaji secara mendalam.
“Sebelum mencari solusi, kita harus tahu dulu akar masalahnya siapa pelakunya, apa latar belakangnya, dan faktor apa yang mendorong peristiwa ini terjadi. Saat ini penyelidikan masih berjalan, dan kami berharap aparat segera mengungkap penyebab pastinya,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan, jika benar pelaku merupakan siswa, maka pendekatan penanganan harus dilakukan hati-hati dengan memperhatikan kondisi mental dan psikologis. “Bisa saja ada faktor pengaruh dari luar, termasuk kemungkinan adanya proses brainwashing. Jadi kalau disebut karena game online, itu belum tentu,” tegasnya.
Jurnalis: rendy/abri







