JAKARTA- Anggota Komisi VIII DPR Ri mempertanyakan pernyataan Menteri Agama yang mengatakan semua calon jamaah haji 2023 yang mulai akan diberangkatkan besok (Rabu 24/5) sudah tidak ada masalah lagi.
”Dari rapat terakhir saya dapat kabar masih banyak calon jamaah haji yang belum melunasi. Jadi dari mana Menag dapat datanya, ”ungkap Anggota Komisi VIII DPR RI John Kennedy Azis dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Menilik Persiapan Haji 2023’ di Media Center, Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023).
”Ternyata masih banyak kendala yang harus dituntaskan terutama soal pelunasan biaya haji, ”kata John.
Menurut John, dari jumlah nama-nama yang tercantum dari 221.000, bukan dari cadangan, dari nomor orang yang mengantri, yang memang seharusnya berangkat di tahun 2023, ternyata masih banyak yang belum melunasi.
John Kennedy mengatakan dari rapat terakhir dengan Kementerian Agama sekitar Senin (22/5/2023) sore dengan bahasan tentang adanya kenaikan kuota sebanyak 8000, pada hasil akhir rapat pemerintah menyampaikan bahwa kuota haji sebanyak 221.000 sudah sudah terisi semua.
Menurut John Kennedy, DPR menyimpulkan bahwa semua jemaah telah melakukan pelunasan. Namun, setelah selesai rapat, pihaknya banyak menerima laporan di beberapa provinsi yang menyampaikan bahwa masih ada yang belum melunasi.
“Pak kami masih ada yang belum-belum melunasi 100 orang, kami masih ada yang belum melunasi 80 orang, masih ada yang belum melunasi sampai 200 orang. Kalau begitu informasi yang disampaikan oleh Pak Menteri, informasi dari mana? Kemarin Dirjen PHU Profesor Hilman Latief menyampaikan masih ada yang belum melunasi dari total sebanyak 221.000,” ujar John Kenndey.
Menurutnya, keputusan pemerintah menetapkan biaya haji menjadi Rp 69 juta sehingga penambahan biaya haji mencapai Rp 44 juta membuat calon jemaah haji khawatir tidak mampu melunasinya. Setelah berembug dengan Komisi VIII DPR, akhirnya disepakati biaya haji hanya Rp 49 juta, sehingga penambahannya hanya sekitar 24 jutaan saja. Tetapi itupun masih dinilai masih berat.
“Kawan-kawan tahu bahwa jamaah haji reguler itu 70% itu adalah dari masyarakat ekonomi bawah, yang kuli panggul, yang pensiunan, yang dagang UMKM, yang menjual tanah, menjual rumah untuk bisa berangkat haji,” kata John Kennedy.
Politisi dari Partai Golkar ini mengatakan dari laporan yang ia terima, kebanyakan dari yang belum melunasi itu adalah dari calon jamaah haji suami istri yang tidak bersamaan berangkatnya. Misalnya ada suami yang keluar nomornya di tahun 2023, tapi istrinya nggak keluar nomornya, mungkin 2024 atau 2025.
“Nah ini langsung diurungkan, “Pak saya enggak mungkin berangkat kalau enggak sama istri, karena alasan berkaitan dengan mukhrim atau makhram. Kedua, memang yang sudah meninggal dunia, yang sudah tidak ada,” sebutnya.
Persoalan lainnya, sambung John Kennedy adalah calon jemaah sepuh namun tidak ada pendampingnya. Oleh keluarganya tidak dibenarkan, tidak diperbolehkan karena khawatir dengan kondisi orang tuanya yang sudah berusia di atas 80 tahun.
“Ada orang lansia tetapi mandiri, ada juga orang lansia tapi tidak mandiri. Ini juga jadi masalah,” tegas John Kennedy.
Untuk tahun ini, John Kennedy mengatakan ada 2 calon jemaah haji tertua yang berusia 109 tahun. Meski Kementerian Agama memiliki tagline “Haji ramah lansia dan berkeadilan” namun persoalan ini perlu mendapat perhatian khusus.
“Harus ada perhatian khusus, memang ini ibarat susah buat kita. Kalau tidak diberangkatkan ini haknya, kalau diberangkatkan ada pekerjaan-pekerjaan lain yang harus disiapkan oleh pemerintah pendamping haji,” ujarnya.
Di tempat sama, Bendahara Umum AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia) M. Tauhid Hamdi mengingatkan kendala dan hambatan yang masih ada menjelang keberangkatan calon jemaah haji ke Arab Saui jangan sampai menyisakan kuota yang jumlahnya mencapai 221.000 jemaah itu.
“Hal yang penting seperti tadi di jelaskan oleh Bapak John, jangan sampai ada kuota yang tersisa, karena kuota itu sangat mahal sekali. Kita ingat tahun lalu satu kuota itu bisa dihargai sampai Rp 500 juta untuk haji Furoda dan sampai saat ini haji Furoda masih banyak sekali yang antri,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah harus memaksimalkan pemanfaatan kuota nasional dan memastikan jemaah haji bisa diberangkatkan semua.
Praktisi Media, Mokhamad Munif mengakui kenaikan biaya haji yang diputuskan pemerintah menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat. Ia menyoroti tentang pengelolaan nilai manfaat dari Badan Pengelola Keuangan Haji atau dikenal dengan subsidi BPKH.
“Nilai manfaat dari BPKH ini bagaimana pengelolaannya? Saya kira ini yang harus transparan kenapa subsidi atau nilai manfaat dari BPKH ini terus dikurangi sehingga jamaah haji harus membayar 100%,” ucap Munif.
Ia berharap pengelolaan haji ke depan semakin lebih baik lagi. Untuk itu, sosialisasi dan komunikasi menjadi sangat penting untuk memberi pemahaman secara benar dan akurat di masyarakat.
“Sosialisasi baik pemerintah maupun DPR sehingga ketika ada perubahan apalagi soal kenaikan haji yang sangat sensitif bagi rakyat kecil, maka sebaik mungkin sosialisasi itu dilakukan. Sehingga jangan sampai subsidi dari nilai manfaat BPKH itu terus dikurangi,” tegas Munif. (ar)