JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior yang juga ekonom di Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati mengingatkan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ambisius mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai tujuh persen.
Kwartal pertama 2021 saja, kata dia dalam keterangan pers yang diterima awak media, akhir pekan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus. Tiga kwartal tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga minus.
“Efektivitas kebijakan pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi masih jauh dari harapan. Begitu pula dengan penanganan pandemi Covid-19 yang belum konsisten sehingga ketinggalan dari negara negara lain yang sudah tumbuh positif.”
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyoroti kembali negatifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2021. Pertumbuhan ekonomi minus merupakan bukti penanganan Covid-19 di tanah air oleh Pemerintahan Jokowi belum serius dan efektif.
“Jika pemerintah tidak memperbaiki kinerja dalam penanganan pandemi Covid-19, kuartal II/2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali negatif dan terjebak resesi,” ujar Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini
Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (5/5) mengumumkan, secara tahunan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi 0,74 persen. Sektor yang memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga masih mengalami kontraksi.
Sektor itu antara lain: Industri Pengolahan (19,84 persen) 1,38; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (13,10) 1,23 persen, konstruksi (10,8 ) 0,79 persen. Hanya sektor pertanian yang tumbuh positif (13,17) 2,95 persen.
Menurut Anis, masih terkontraksinya beberapa sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDB, menunjukkan kebijakan Pemerintah belum cukup efektif dalam mendorong pertumbuhan sektor ini. Komponen pengeluaran terbesar PDB juga masih mengalami kontraksi. Konsumsi Rumah Tangga (56,93) 2,23 persen dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi (31,98) 0,23 persen.
Menurut Anis kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebagian besar digunakan untuk mendorong konsumsi dan daya beli masyarakat masih perlu ditingkatkan efektivitasnya. Manajemen pendistribusian bansos, khususnya validitas data perlu dibenahi, mengingat temuan KTP ganda oleh Kemensos.
“Selain itu, masih besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 2020 dan saldo pemerintah daerah dilembaga perbankan, menunjukkan kebijakan belanja baik pusat maupun daerah belum efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.” kata wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur ini.
Anis mengatakan, tantangan triwulan II 2021 ekonomi Indonesia jauh lebih besar, kebijakan pelarangan mudik tanpa ada alternatif untuk mendorong daya beli dan konsumsi masyarakat, membuat perekonomian nasional masih tertekan.
“Pemerintah jangan terlalu ambisius dengan target pertumbuhan mencapai 7 persen, tetapi tetap realistis dengan pergerakan ekonomi yang masih dipenuhi ketidakpastian,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)