SURABAYA, beritalima.com – Perkembangan teknologi yang begitu pesat melahirkan apa yang disebut dengan inovasi disruptif, yakni inovasi yang menyingkirkan hal-hal yang tidak sesuai, termasuk munculnya media online atau media siber. Apabila media lama telah menemukan filosofinya melalui konten atau isinya, maka media baru ini menemukan filosofi kecepatan informasi.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo saat menghadiri Konferensi Wilayah/Konferwil Pertama Asosiasi Media Siber Indonesis (AMSI) Jatim di Spazio Building, Jalan Mayjend Yono Soewoyo Surabaya, Rabu (25/10).
Untuk itu, Pakde Karwo-sapaan lekat Gubernur Jatim mengusulkan adanya konvergensi atau pengintegrasian media sehingga ada sinergi antara media konvensional dan media siber, saling mengisi diantara dua jenis media ini. “Jadi, media siber melayani kebutuhan masyarakat secara cepat sedangkan media konvensional memperkuat melalui konten. Bukan masalah untung rugi,” terangnya.
Pakde Karwo mengatakan, perkembangan teknologi media adalah sebuah keniscayaan dan tidak akan mengeliminasi jenis media sebelumnya. Dimana lahirnya radio tidak akan menghapus surat kabar dan lahirnya televisi tidak otomatis menghilangkan radio. Begitu juga lahirnya media siber tidak serta merta mematikan jenis media sebelumnya.
Menurutnya, era disruptif ini jangan sampai membuat media konvensional mati dan kalah dengan media baru. Melalui konvergensi ini, masing-masing media harus bersinergi dan berjalan beriringan. “Yang satu (media konvensional) memberi background filosofis melalui konten, yang satu (media siber) memberi kecepatan waktu. Ini pertarungan sesuatu yang baru,” katanya.
Untuk itu, media konvensional harus memperkuat konten. Beda dengan media siber yang mengedepankan kecepatan, media konvensional memiliki bahasan yang lebih mendalam. “Kunci keberhasilan sebuah media untuk bertahan adalah konten. Semakin baik kontennya, maka pembaca akan bertahan karena pada dasarnya masyarakat itu mencari kebenaran, searching of truth,” katanya.
Salah satu tantangan media siber, lanjut Pakde Karwo, adalah berkembangnya berita palsu atau hoax. Sehingga akurasi harus menjadi hal yang wajib dipenuhi. “Media siber sebagai media yang paling mudah diakses seharusnya menjadi clearing house dari setiap informasi hoax yang menyebar di masyarakat,” kata orang nomor satu di Jatim ini.
Ditambahkannya, dengan berbagai potensi dan tantangan tadi ia berharap media siber akan punya peran strategis. Media siber sebagai media baru diharapkan menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyebarkan kabar baik dan informasi positif pada masyarakat.
Di akhir sambutannya, melalui pelaksanaan Konferwil AMSI Jatim ini Pakde Karwo berharap AMSI mampu memverifikasi media siber di Indonesia agar masyarakat tidak terjebak pada media siber palsu yang lebih banyak menyebarluaskan informasi hoax. Pakde juga mengusulkan pada AMSI agar kearifan lokal diangkat untuk memberikan sentuhan pada era disruptif ini. “Kultur harus diangkat untuk ‘menghaluskan’ proses yang ‘kasar’ dalam perubahan tadi,” pungkasnya. (rr)