JAKARTA,beritalima.com
Antusias masyarakat Indonesia terhadap budaya kembali terlihat saat diadakan Festival Wayang Potehi yang diselenggarakan oleh Komunitas Rumah Cinta Wayang (Cinwa) berkolaborasi dengan Komunitas Salihara dan mendapat dukungan dari Kedutaan Besar Kanada di Indonesia, Sabtu (01-02-2020) bertempat di Galeri Komunitas Salihara Arts Center, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
“Kita harus bangga sebagai bangsa Indonesia, karena dunia telah mengakui bahwa kita telah diwarisi oleh leluhur kita, yaitu wayang yang merupakan warisan dunia, dan Potehi adalah bagian dari bentuk wayang yang menjadi tanggung jawab kita sebagai generasi bangsa untuk nelestarikannya,” ujar pendiri Rumah Cinwa, Dwi Woro Mastuti kepada awak media ini usai menjadi moderator diskusi potehi bertema Dibalik Layar Potehi (1/2).
Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia itu juga mengatakan bahwa Pementasan Wayang Potehi yang berjudul “Sun Go Kong Melawan Putri Kipas” diawal pembukaan festival memberikan pesan moral kepada penonton agar dalam setiap perjuangan dan perbuatan mengedepankan nilai kejujuran, kemanfaatan, tidak mudah menyerah untuk berbuat baik, peduli pada lingkungan dan terus menjaga semangat keimanan.
“Penonton pun tetap sangat menikmati tontonan pertunjukan tanpa merasa digurui oleh sang Dalang. Mereka terbawa suasana adegan wayang Potehi yang dilakonkan oleh Sang Dalang, ada terlihat ketegangan, tertawa, dan goyang badan sebagian penonton mendengar iringan musik yang dimainkan,” lanjut Dwi Woro yang juga pembina di DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kota Depok.
Usai pementasan wayang, acara dilanjutkan dengan diskusi bertema “Dibalik Layar Potehi” oleh nara sumber yang berkompeten dan menjiwai wayang Potehi, yaitu Sukar Mudjiono yang mulai mempelajari wayang Potehi semenjak SD, diawali dengan belajar musiknya baru menguasai cerita dan akhirnya menjadi Dalangnya. Didampingi nara sumber lainnya dari utusan Kedutaan Besar Kanada yang juga peneliti Potehi, Mr. Josh Stenberg.
“Dalang Potehi sendiri belum banyak yang siap tampil di Indonesia ini. Kurang lebih hanya ada10 orang,” ungkap Sukar Mujiono.
“Komunitas Cinwa dalam rangka melestarikan wayang potehi rutin mengadakan kegiatan belajar bersama mulai dari tingkat anak dan dewasa. Untuk anak-anak diadakan lomba lukis wayang, silahkan bagi penonton yang ingin berperan aktif bersama bisa datang langsung disanggar Komunitas CINWA di Taman Kaldera Setu Jatijajar Depok setiap minggu ke-4,” ungkap Dwi Woro saat menutup sesi pertama diskusi.
Wayang Potehi sendiri merupakan seni wayang boneka yang dibawa oleh imigran Fujian dari Selatan Tiongkok pada abad 16. Wayang yang terbuat dari bahan kain berbentuk kantong dan dimainkan dengan menggunakan lima jari tersebut awalnya hanya menampilkan kisah cerita yang berasal dari Tionghoa, namun seiring perjalanan waktu, pertunjukkan seni wayang tersebut turut membawakan kisah khazanah budaya nusantara dan mulai marak digelar sejak era reformasi pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Acara dilanjutkan dengan sesi kedua diskusi potehi bertema “Budaya Tionghoa Peranakan: Transformasi Setelah Reformasi” dengan nara sumber Didi Kwartanada dan Udaya Halim. Dan sebagai penutup festival digelar pementasan wayang potehi berjudul “Damarwulan Satria Majapahit” oleh Dalang Rahmadi Fajar Himawan dan Wahyu Panuji.