JAKARTA, britalima.com – Pelaporan SPT Pajak merupakan salah satu hajat tahunan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang harus disampaikan oleh wajib pajak secara pribadi, atau badan usaha paling lambat hingga akhir tahun 2017. Konsultan pajak, Anta Ginting, mengimbau kepada seluruh wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya sebelum batas waktu yang ditentukan. Pasalnya, dana yang disetorkan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penerimaan negara.
“Pajak menjadi salah satu sumber terbesar penerimaan negara yang menjadi tumpuan APBN, serta mendorong iklim investasi agar menjadi lebih kompetitif. Untuk itu, ini sudah menjadi ihtiar kita bersama melunasi kewajiban membayar pajak seagai warga negara yang baik,” kata Anta di Jakarta, Rabu, (26/4).
Sebagai salah satu sumber pembiayaan, Anta menyatakan kontribusi pajak harus diupayakan dari tahun ke tahun. Kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan bentuk kontribusi nyata dalam mendukung pertumbuhan perekonomian dalam negeri.
“Hampir 80% APBN bersumber dari pajak. Begitu pula dengan Pemda yang mendapatkan pembagian hasil pajak dalam bentuk dana desa, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan insentif daerah,” imbuh pengusaha muda ini.
Lagipula, sambung Anta saat ini melaporkan SPT Pajak menjadi sangat praktis sejak ada layanan E-filling, sehingga para wajib pajak dapat lebih menghemat waktu.
“Dengan adanya E-filling ini lebih memudahkan para wajib pajak dalam menyampaikan laporan tahunan secara online. Jadi, seharusnya tidak boleh ada lagi alasan terlambat melaporkan SPT pajak,” jelas fungsionaris Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) ini.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, fokus penerimaan perpajakan yang pada RAPBN 2017 ditargetkan sebesar Rp1.495,9 triliun akan diarahkan pada pendapatan dari sektor nonmigas terutama dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp751,8 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp493,9 triliun.
Selain itu, pemerintah memberikan insentif perpajakan untuk meningkatkan iklim investasi, daya saing industri dan mendorong hilirisasi industri dalam negeri, memperbaiki regulasi perpajakan dan mengenakan cukai atau pajak lainnya untuk pengendalian konsumsi barang tertentu.
“Pemerintah juga akan mengarahkan perpajakan internasional untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi, pertumbuhan investasi, peningkatan perdagangan dan perlindungan industri dalam negeri,” jelas Sri.
(di)