Mau Go Nuklir, Mulyanto: Pemerintahan Jokowi Malah Lebur Batan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pemegang gelar Doktor Tehnik Nuklir, Tokyo Institute of Technology (Tokodai) 1995 yang juga anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto menilai, keputusan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin melebur Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bertentangan dengan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang mau dilakukan Indonesia.

Karena itu, Mulyanto mempertanyakan bagaimana mungkin kebijakan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir itu dapat dilaksanakan bila lembaga yang bertanggungjawab atas pengelolaan nuklir di Indonesia selama ini dibubarkan.

“Hal itu sangat kontradiktif. Batan adalah lembaga promosi nuklir. Pemerintah tidak boleh membubarkan Batan dan menggabungkannya ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Itu melanggar UU No: 10/1997 tentang Ketenaganukliran.

Karena Batan bukan sekedar lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang), tetapi lembaga pelaksana yang memiliki tugas pokok untuk mempromosikan dan memanfaatkan ketenaganukliran di Indonesia. “Siapa yang akan menjalankan amanat UU Ketenaganukliran kalau Batan ini dibubarkan,” tanya Mulyanto.

Wakil Ketua bidang Industri dan Pembangunan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan, terbitnya UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), yang dipertegas dalam UU No: 11/2020 tentang Cipta Kerja, memang memungkinkan dilakukan penggabungan fungsi litbang Batan ke dalam BRIN. Karena lembaga baru ini diamanatkan untuk melaksanakan litbang terintegrasi dari hulu ke hilir.
“Namun, kalau harus membubarkan atau melebur Batan ke dalam BRIN itu sudah kebablasan,” tegas dia.

Karena itu, Mulyanto mendorong Pemerintah mempersiapkan diri untuk go nuclear. Menurut dia, Indonesia sudah cukup berpengalaman dan mampu mengelola reaktor riset nuklir. Pengalaman itu sudah dipelajari sejak tahun 60-an, baik pada reaktor Bandung, reaktor Yogya dan reaktor GA Siwabessy di Puspiptek Serpong.

“Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) sudah lumayan banyak, baik yang dididik dalam program nuklir di UI, UGM dan ITB atau dalam Sekolah Tinggi Teknik Nuklir (STTN) dan Batan. Angkatan pertama dan kedua SDM nuklir ini sebagian sudah pensiun,” kata Mulyanto.

Dia menilai, pengembangan listrik nuklir ini sangat tepat, ketika recovery Covid-19 selesai dan kita akan menggenjot sektor industri. Karena daya terpasang listrik nuklir sangat besar, dapat di atas 1000 MW per unit pembangkit.

Selain itu, karena penggantian bahan bakarnya yang relative jarang, (masa guna bahan bakar nuklir di dalam reaktor antara 3 – 6 tahun), listrik nuklir lebih stabil sepanjang tahun. Karena itu, listrik nuklir menjadi pilihan yang tepat untuk dioperasikan pada beban dasar (base load) jaringan listrik.

Mulyanto optimis, Indonesia mampu go nuklir, apalagi kalau harga listrik dari PLTN ini dapat mencapai di bawah 7 sen USD $ per kilo Watt hour (kWh) sesuai Biaya Pokok Pembangkitan (BPP) PLN.

Untuk diketahui hasil Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang dipimpin Jokowi memutuskan untuk mempersiapkan segala sesuatunya terkait introduksi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Menristek bersama Menteri ESDM sebagai Anggota DEN dari unsur Pemerintah menyampaikan keputusan itu Selasa (20/4).

Dalam tingkat yang lebih teknis, Kementerian ESDM sebelumnya sudah memasukkan listrik nuklir dalam Grand Skenario Energi Nasional (GSEN) sebagai bahan guna penyusunan Rrencana Umum Energi Nasional (RUEN), yang akan segera diterbitkan DEN. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait