JAKARTA,BERITA LIMA – Mekanisme seleksi anggota Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) baru-baru ini justru diwarnai oleh sejumlah kejanggalan. Padahal dalam era Reformasi yang menekankan prinsip Good Governance, penerapan tata kelola yang baik—seperti akuntabilitas, transparansi, partisipasi, dan responsivitas adalah kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah.
” Jika dibandingkan dengan proses Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang sangat prudent, transparan, akuntable dan mengkedepankan asas good public governance, maka proses seleksi KKI ini sangat serampangan, terburu-buru dan banyak melakukan dugaan mal-administrasi
Bukan hanya itu saja, hasil seleksi KKI ini, baru disampaikan ke publik pada tanggal 13 Oktober 2024, berupa penyebaran Kepres Nomor 69/M Tahun 2024 yang viral melalui WA. Padahal Kepres tentang Pemberhentian Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia dan Keanggotaan Konsil Masing-masing Tenaga Kesehatan serta Pengangkatan Pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia telah ada sejak tanggal 11 Oktober 2024. Olehnya, kami mengadukan hal ini ke Ombudsman,” sebut Tim Adhoc KTKI, kepada media ini, Selasa (15/10/2024).
Dijelaskan lebih lanjut, proses seleksi ini yang seharusnya menekankan prinsip good public governance.Namun, malah diwarnai dugaan pelanggaran. Time line seleksi disosialisasikan secara daring melalui Tautan Zoom Meeting & Youtube Streaming: link.kemkes.go.id/sosseleksiKKI2, pada 18 September 2024 pukul 13.00 WIB, tanpa ada landasan dasar hukum apapun. Baru 5 hari kemudian, 23 September 2024 keluar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 tentang Mekanisme Seleksi, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian, Dan Tata Kerja Konsil Kesehatan Indonesia, Kolegium Kesehatan Indonesia, Dan Majelis Disiplin Profesi.
Selain itu, bebernya, proses seleksi pengumpulan atau upload dokumen persyaratan seleksi KKI, KMMTK, Kolegium dan MDP dimulai pada tanggal 22-23 September 2024. Selanjutnya pada tanggal 24-26 September dilakukan wawancara, dimulai dari jam 09.00 sampai dengan jam 23:00 malam. Untuk calon KKI, KKMTK, dan MDP wawancara dilakukan dalam kurun waktu 2-3 menit, bahkan ada yang kurang dari 2 menit langsung dipotong oleh Pansel meskipun calon anggota belum selesai menyampaikan jawabannya. Alasan pansel, karena peserta yang mendaftar lebih dari 400 orang hanya dalam waktu 3 hari. Sementara untuk seleksi Kolegium dilakukan melalui paparan Visi Misi, dan Program Kerja selama 10 menit, tidak ada tanya jawab, selanjutnya diakukan voting untuk mendapatkan suara dari anggota profesinya masing-masing secara online.
Jika mengacu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, jelasnya lagi, setiap warga negara berhak untuk memperoleh informasi sebagai landasan hak asasi manusia. Dimana, keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Selain itu, keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Padahal, sebutnya, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah mengingatkan setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam UU ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
” Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta pemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi, sebagai salah satu persyaratan untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki. Dengan membuka akses publik terhadap Informasi, diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Proses seleksi anggota KKI berjalan jauh dari nilai-nilai kepemerintahan yang baik (good governance), seperti tertuang pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ungkapnya.
Sambungnya lagi, kejanggalan dalam proses seleksi anggota KKI semakin mencuat dengan terungkapnya fakta bahwa Keputusan Presiden ini menunjuk drg. Arianti Anaya, MKM, sebagai Ketua KKI, mewakili Unsur Pemerintah, padahal yang bersangkutan sudah pensiun terhitung 1 Oktober 2024.
” Bukan hanya itu, drg. Arianti Anaya, MKM yang ditunjuk sebagai Ketua KKI, juga merangkap sebagai Tim Panitia Seleksi (Pansel). Hal yang sama terjadi pada Sundoyo, yang juga Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Menteri Kesehatan, terpilih menjadi Ketua Majelis Disiplin Profesi padahal yang bersangkutan menjadi Pansel Seleksi KKI, KMMTK dan MDP. Proses seleksi ini seharusnya menjadi masalah serius mengenai integritas dan independensi proses seleksi untuk Lembaga Non Struktural KKI yang seharusnya independen,” katanya.
Ditambahkan, herannya lagi, kejanggalan lainnya, ada peserta yang tidak ikut seleksi wawancara tetapi dinyatakan lolos. Bahkan, proses pemilihan kolegium yang awalnya dengan menggunakan sistem voting tertinggi, belakangan mereka ubah menjadi tidak mempengaruhi hasil kelulusan seleksi kolegium. Tidak mengherankan, sebagian besar profesi menyampaikan yang lolos justru yang hasil votingnya bukan urutan pertama.
” Hasil seleksi tidak diumumkan secara terbuka, dan ada indikasi konflik kepentingan karena beberapa anggota panitia seleksi justru ikut menjadi anggota KKI. Selain itu, calon-calon yang mengikuti seleksi hanya diberikan waktu tiga menit untuk wawancara, yang memperkuat kesan bahwa proses ini penuh kejanggalan. Seleksi kemarin hanyalah formalitas belaka, tidak profesional, dan semata-mata demi kepentingan segelintir pihak. Bagaimana mungkin bisa dianggap kompeten jika wawancara hanya diberikan waktu tiga menit, bahkan jawaban peserta dipotong oleh panitia?,” tegas salah satu calon. (ulin)