JAKARTA, Beritalima.com– Bupati Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Habsi Wahid meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menyelesaikan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda) di Sulbar.
Permintaan itu disampaikan Habsi ketika menerima kunjungan sejumlah anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Sulbar pekan ini.
Pada hari pertama rangkaian Kunker, Komite I menggelar dialog dengan Bupati Mamuju beserta jajarannya. Sejumlah anggota Komite I DPD RI di Mamuju, Sulawesi Barat, digelar dialog Komite I DPD RI dengan Bupati Mamuju, Habsi Wahid, Senin (2/12).
Dihadapan anggota Komite I, Habsi mengungkapkan sejumlah hal penting yang dimintanya untuk segera diselesaikan pemerintah pusat. Pemangku kepentingan di Kabupaten Mamuju mengakui, pelaksanaan otda telah membuat pertumbuhan ekonomi di daerah itu Kabupaten berkembang.
“Ini pertanda otda berdampak kepada kesejahteraan. di Mamuju, angka kemiskinan 6,4 persen, pendapatan perkapita mencapai Rp 35 juta per tahun. “Ini semua adalah kerja – kerja kami di Pemkab”, ujar Habsi.
Baik masyarakat maupun pemerintahan daerah sangat dekat dengan DPD RI, sehingga pemangku kepentingan di daerah menganggap DPD RI dapat menyambungkan apa yang menjadi kepentingan daerah terkait percepatan pembangunan.
Karena itu, melalui Komite I DPD RI ini Habsi meminta Kabupaten Mamuju yang sudah ditetapkan sebagai ibu Kota Provinsi Sulbar segera ditetapkan sebagai Kota.
Sudah 15 tahun persoalan ini tak diselesaikan Pemerintah Pusat.
“Akibatnya membuat Mamuju sebagai Ibu Kota Provinsi Sulbar tertinggal dibanding ibu kota provinsi lainnya karena terus saja terjadi pelambanan pembangunan infrastruktur. Karena itu, Pemerintah Pusat didesak untuk menetapkan Mamuju sebagai Kota sebagaimana telah diperjuangkan sejak 2014 sebagai Daerah Otonom Baru (DOB).”
Permasalahan lainnya, ungkap Habsi, terkait perubahan kewenangan yang sebagian besar telah ditarik ke Pemerintah Provinsi. Habsi menilai kebijakan itu tidak efektif.
Pertambangan, laut, pendidikan semua menjadi kewenangan provinsi. Dengan wilayah enam kabupaten, yang harus dikoordinasikan Pemprov, menjadi tidak terkonsentrasi dan efektif. “Saya titipkan masalah ini ke DPD RI agar kewenangan ini dikembalikan ke Kabupaten,”, tegas Hasbi.
Masalah lain yang disoroti soal spending mandatory yang mencapai 65 persen dari APBD. Habsi mengatakan, jumlah keseluruhan ABPD Kabupaten Mamuju Rp 1,1 trilun sehingga dengan adanya spending mandatory 65 persen untuk membiayai pendidikan, infrastruktur, kesehatan dan dana desa, membuat APBD Mamuju terkuras.
Sisanya dibagi ke daerah terisolasi di kecamatan dan desa, termasuk untuk gaji. Itu tidak cukup, jadi harus ada keluwesan dalam pengelolaan keuangan daerah, sepenuhnya harus kami yang menentukan sebagaimana semangat desentralisasi. “Saat ini Dana Alokasi Umum (DAU) belum sepenuhnya dikelola daerah, masih diatur pusat.”
Habsi juga mengungkapkan permasalahan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang pendapatan daerah yang kewenangan pada Gubernur dan dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Perda pengelolaan parkir Mamuju ‘tetahan’ di Kemendagri, belum ada kejelasan.”
Menanggapi pernyataan Habsi, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Djafar Alkatiri menyatakan, dukungan atas permasalahan yang harus diselesaikan Pusat di Sulbar.
“Sudah kami sampaikan persoalan ini saat Rapat Dengar Pendapat dengan pemerintah termasuk ketika mengundang Mendagri. Banyak daerah juga mengalami hal serupa. Titipan Pak Bupati akan kami ungkap kembali saat RDP dengan pemerintah,” tegas Djafar.
Dalam Kunker Komite I DPD RI di Sulbar ini juga akan diagendakan pertemuan dan dialog dengan Pemprov Sulbar, KPU Daerah Sulbar dan Bawaslu Provinsi Sulbar membahas kesiapan pelaksanaan pilkada serentak 2020. (akhir)