Jakarta, beritalima.com| – Anggota Komisi X DPR RI Melly Goeslaw menyebut perlunya merevisi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan mempertimbangkan perubahan perilaku dan mencari keseimbangan antara perlindungan hak cipta dan kebebasan akses informasi.
Di sisi lain, revisi UU Hak Cipta untuk mencegah potensi pelanggaran di era digitalisasi. Ia menilai pembaruan UU Hak Cipta harus mempertimbangkan harmonisasinya dengan standar internasional dan praktik terbaik global dalam perlindungan hak cipta.
“Nantinya revisi UU hak cipta diharapkan bukan hanya memberikan perlindungan kepada para pencipta, namun juga akan memberikan manfaat aset yang berharga dan dapat bernilai,” ujarnya dalam acara menyampaikan pesan penting dalam diskusi Dialektika Demokrasi yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen, di Gedung Nusantara I, DPR RI Jakarta (4/3).
Dalam revisi UU Hak Cipta yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, Melly menggaribwahi, pihaknya memerlukan LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) yang lebih profesional. Dia juga menyebut pembaruan UU Hak Cipta harus mempertimbangkan harmonisasinya dengan standar internasional dan praktik terbaik global dalam perlindungan hak cipta.
Terkait perkembangan teknologi yang begitu masif untuk industri musik yang menjadi salah satu objek yang diatur dalam UU Hak Cipta, Melly juga melihat perlunya pertimbangan hukum lebih lanjut.
“Contohnya Korea Selatan mereka mampu melakukan brain wash (cuci otak) para penggemar K-pop dan drama koreanya, namun kenapa kita yang mempunyai beragam-ragam suku dan budaya tidak mampu melakukan itu”, terangnya.
Jurnalis: Rendy/Abri




