Oleh :
Rudi S. Kamri
MEMBAYANGKAN Indonesia tanpa Jokowi setidaknya sampai akhir 2024 membuat saya terhenyak seketika. Saya seolah mati suri. Membayangkan semua arah pembangunan yang sudah direncanakan dengan begitu cermat akan kembali ke titik NOL atau setidaknya akan terbengkalai begitu saja, membuat hati saya tercekat.
Saya meyakini bahwa lawan tanding Jokowi di Pilpres 2019 ini TIDAK BERKEMAMPUAN untuk membuat program yang pro-rakyat. Premis saya sudah teruji dari rekam jejak mereka selama ini yang selalu menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan. Apa yang terjadi pada Pilgub DKI Jakarta 2017 semakin menguatkan kekhawatiran saya.
Bagaimana mereka tega menghancurkan semua tatanan sosial dan merusak nilai hakiki spritualitas masyarakat dengan berbagai cara. Kesucian Agama dibawa ke level dasar dengan dalil-dalil penggalan yang dicoba dicekokkan kepada para pendukungnya. Ayat dan mayat adalah menu hari-hari yang disajikan dengan aroma kepentingan. Dan celakanya saat itu sebagian rakyat Jakarta lunglai terperdaya.
Saya merasakan saat ini ada indikasi kuat mereka menggunakan pola yang sama. Mereka telah membanjiri rakyat dengan berbagai fitnah, kebohongan dan aneka ramuan ujaran kebencian. Contohnya kasus Ratna Sarumpaet, kasus 7 Kontainer Surat Suara Palsu dan beberapa kasus lainnya. Kasus-kasus ini hanyalah beberapa contoh dari ribuan kebohongan yang mereka tembakan. Saya meyakini hal-hal seperti ini akan terus berulang mereka lakukan kembali. Dengan kemasan berbeda dan strategi yang lain warna.
Pada dasarnya sebenarnya mereka tidak pernah mencintai Indonesia. Mereka tidak pernah peduli dengan rakyat. Mereka hanya menghamba pada kekuasaan yang akan dipakai mereka untuk memuaskan birahi setaniyah yang terlanjur ‘nge-blendded’ dalam pola pikir dan perilaku mereka. Membayangkan Indonesia akan dikelola olah Kaum Tuna Nalar dan Tuna Empati seperti mereka, membuat saya sesak nafas akut.
Belum lagi di belakang kubu lawan Jokowi bergerombol organisasi-organisasi radikal. Mereka adalah penumpang gelap dalam proses demokrasi kita. Mereka dengan sengaja memanfaatkan kebodohan kaum elite politik pragmatis yang memerlukan dukungan. Andaikan saja Jokowi kalah, mereka akan merajalela menguasai Indonesia. Bagi mereka Jokowi harus disingkirkan karena Jokowi adalah penghambat perkembang-biakan dogma mereka.
Singkatnya saat kelompok pro-khilafah diberikan akses ke kekuasaan, maka akan tamatlah kebhinekaan Indonesia.
Inilah alasan kuat mengapa saya sangat gigih mendukung Jokowi. Karena di tangan Jokowi, saya melihat negeri ini berubah berwarna dan beraura cerah. Ini bukan untuk saya atau anda yang membaca tulisan ini. Tapi untuk untuk anak cucu kita. Apa yang dilakukan Jokowi saat ini merupakan pijakan dan landasan bagi generasi emas Indonesia 2045 membawa bangsa ini ke peradaban yang lebih tinggi.
Pilihan saya terhadap Jokowi bukan berarti Jokowi tanpa kekurangan. Banyak hal yang harus beliau sempurnakan ke depannya. Meskipun saya menyadari bahwa pada periode awal pemerintahan Jokowi 2014 – 2019 bukan pekerjaan ringan dan mudah. Menerima warisan keadaan negara yang compang- camping dari Pemimpin yang mengidap GLORIFIKASI dan “merasa paling” seperti SBY bukan perkara gampang. Tapi dengan ketekunannya, Jokowi berhasil mengurai kekusutan masalah satu persatu. Ke depan dengan modal hasil kerja 5 tahun belakangan ini saya yakin langkah-langkah penyempurnaan dari Jokowi relatif lebih mudah.
Kalau anda semua mempunyai ketakutan yang sama dengan saya dalam membayangkan Indonesia Tanpa Jokowi, mari kita mendukung Jokowi dengan cerdas dan tepat langkah. Jaga soliditas kita sebagai pendukung Jokowi yang loyal dan solid. Jangan kita sibuk berantem diantara kita sendiri. Kita juga jangan pernah percaya dukungan banyak partai adalah ‘golden ticket’ buat Jokowi. Disamping itu hasil kerja Jokowi yang hebat bukan merupakan jaminan utama rakyat di level grassroots dan kaum milenial serta merta memilih Jokowi.
Rakyat di pedesaan, kaum marjinal di perkotaan dan kaum milenial mempunyai LOGIKA tersendiri. Kita tidak bisa memaksakan logika kita kepada mereka. Yang harus kita lakukan adalah kita masuk dalam alam pikiran mereka dan mencoba menyelami logika mereka. Ini yang saya namanya Empati Sosial.
Kepekaan empati sosial kaum relawan pendukung Jokowi adalah modal utama kita untuk secara halus dan bertahap untuk meluruskan pemahaman dan logika mereka ke arah yang lebih baik.
Satu hal yang perlu saya sampaikan berdasarkan hasil survei suatu lembaga yang kredibel, bahwa hanya 30% rakyat Indonesia yang bermain Medsos (FB, IG, Twitter YouTube). Sisanya yang 70% mereka tidak bermain Medsos. Jadi kita (termasuk saya) jangan keasyikan, kegenitan dan kepedean hanya bermain Medsos. Mari kita turun ke bumi realita agar anak cucu kita tidak terwarisi negara yang amburadul apalagi ada jejak khilafah yang siap mencengkeram Indonesia.
Yakinilah, bahwa keganasan manusia pro khilafah jauh lebih kejam dibandingkan PKI. Rakyat di Suriah, Afghanistan, Irak dll sudah merasakan hal itu.
Membayangkan Indonesia Tanpa Jokowi ?
Perutku jadi mual…
Dan nafasku tersengal….
Anda juga kan ?
Salam SATU Indonesia
24012019
#2019JokowiPresidenRI
#2019CoblosJokowi
#IndonesiaMajuBersamaJokowi