Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Tinggi PTA Jayapura)
Alasan Badriyah (bukan nama sebenarnya), menggugat cerai suaminya mungkin membuat anda mengernyitkan dahi. Di samping mengemukakan sejumlah alasan lain yang sudah klasik—seperti karena ekonomi dan perselisihan yang membuatnya tidak harmonis—juga karena alasan urusan ranjang. Perempuan yang berpendidikan sangat tinggi (S-3) itu berdalih, bahwa selama menikah dengan Zainal (juga bukan nama sebenarnya) tidak pernah merasakan orgasme. ‘Ketaatannya’ melayani suami hingga melahirkan 2 orang anak hanya sebatas memenuhi kewajiban sebagai istri. Apalagi, di televisi atau pengajian di masjid dan musala, ia juga sering mendengar ustadz ‘berfatwa’ istri yang menolak saat diajak suaminya berhubungan intim, akan dikutuk para malaikat sampai subuh. Kondsi yang berjalan bertahun-tahun ini membuat Badriyah mengalami tekanan batin dan diam-diam menambah kebenciannya terhadap suaminya. Tentu saja akibat yang demikian kemudian mengganggu keharmonisan rumah tangga.
Sulit dipungkiri bahwa seks dalam pernikahan sangat penting karena tidak jarang akan memengaruhi keharmonisan rumah tangga. Secara jujur, siapa pun yang menikah hampir semua berkeinginan agar dapat menyalurkan hasrat seksual yang secara legal. Hanya beberapa persen pasangan yang secara sadar dalam perkawinannya berorientasi ke tujuan-tujuan ideal. Betapa pokoknya hubungan seks dalam sebuah berkawinan, itulah sebabnya ada Ulama yang dengan tegas memberikan definisi pernikahan dengan sedikit vulgar, yaitu akad untuk menghalalkan hubungan kelamin. Secara empiris, hubungan badan suami istri dalam pernikahan memang bisa meningkatkan eratnya hubungan batin pasangan yang bersangkutan karena mampu merekatkan emosi dan perasaan satu sama lain. Pada zaman dulu, untuk memprediksi bisa langgeng tidaknya sebuah pasangan dapat dilihat seberapa keberhasilan pasangan yang bersangkutan membuat ‘aktivitas’ di malam pertama (berhubungan badan). Jika sukses biasanya mereka akan meneruskan ikatan perkawinan. Akan tetapi jika tidak sukses, biasanya salah satu pasangan setelah beberapa hari salah satu (suami atau istri ) akan ‘purik’(Jw).
Fadhila Afifah dalam salah satu laman (theasianparent.com) menulis 6 alasan pentingnya seks dalam pernikahan.
1. Seks membuat koneksi suami istri semakin kuat
Seks membuat Anda tetap terhubung dengan pasangan secara fisik. Koneksi fisik adalah bentuk keintiman tertinggi.
Aktivitas seks menjadi pengalaman intim yang membuat Anda dan pasangan lebih dekat satu sama lain, tidak hanya secara fisik tetapi bahkan menghubungkan secara emosional.
Hubungan seksual sering membuat api asmara tetap hidup dalam hubungan rumah tangga. Jadi jelas, pernikahan tanpa seks akan akan berisiko. Oleh karena itu para pakar selalu mengingatkan, penting bai suamui istri untuk selalu menjaga agar api asmara tetap menyala.
2. Hidup tanpa stres
Secara biologis dan psikis, seks bisa menjadi kesenangan utama, dan membawa kondisi “bebas stress” setelah melakukannya.
Berhubungan seks dengan teratur menjauhkan stres. Mengapa? Karena seks melepaskan zat antidepresan di otak, yang mengurangi tingkat stres.
Daripada membeli obat anti stres, lakukan sesi seks panas untuk meningkatkan kesejahteraan Anda dan memperkuat hubungan rumah tangga.
3. Sebagai cara berkomunikasi
Terlepas dari cara Anda dan pasangan menjalani hidup, seks terbukti menjadi metode komunikasi yang penting antara suami dan istri. Seks membawa tubuh untuk berkomunikasi dalam bentuk hubungan seksual.
Dengan seks, seseorang bisa mengekspresikan keinginan untuk bersama. Juga saat suami dan istri terlibat dalam seks berarti telah berkomunikasi dengan dengan cara yang sangat intim, di mana suara Anda menyatakan keinginan dan tubuh melakukan percakapan yang bermanfaat.
4. Membantu dalam tidur
Seks dalam pernikahan adalah latihan yang bagus untuk pasangan yang sibuk. Bercinta bisa membebaskan rutinitas Anda yang padat. Sehingga kegiatan ini bisa memperbaiki kualitas tidur yang buruk.
Pasti Anda pernah merasakan lelah dan mengantuk saat energi terkuras karena seks. Jadi, tidur yang Anda miliki setelah bercinta adalah hal yang membingungkan. Setelah berhubungan seks, oksitosin dilepaskan. Hormon inilah yang berperan membuat Anda tidur lebih nyenyak.
5. Seks membuat Anda sangat bahagia
Seks membuat seseorang merasa bahagia. Suami istri yang melakukan hubungan seks bisa lebih bahagia daripada yang tidak melakukannya.
Berhubungan seks secara teratur juga meningkatkan kepercayaan diri Anda. Aktivitas ini membawa energi positif di sekitar Anda dan membantu menjaga mood tetap bahagia.
6. Membantu menjaga keseimbangan hormon
Jika suami istri melakukan hubungan seks secara teratur, hormon dalam tubuh akan seimbang. Keseimbangan hormon ini mengatasi masalah emosional lainnya seperti depresi dan kecemasan dan juga meningkatkan kesuburan. Berhubungan seks secara teratur sangat bermanfaat bagi tubuh dan membuatnya tetap bugar dan termotivasi. Seks sangat penting bagi setiap manusia dan tanpa berhubungan seks, itu mengganggu mekanisme alami dalam tubuh. Dalam suatu hubungan, cinta dan seks berjalan bersama.
Seks sama pentingnya dengan cinta. Tanpa melakukan hubungan seks, jangan berharap memiliki hubungan yang sehat.
Gunjingan seputar ranjang sejatinya sudah terjadi sejak zaman rasulullah SAW. Bahkan, karena urusan ini sudah menjadi naluri setiap manusia (fitrah), tentu sudah terjadi sejak seumur manusia. Imam Muslim pernah meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Urwah bin Zubair, bahwa Aisyah pernah memberitahukan kepada Rasulullah bahwa Rifa’ah al-Quardzi telah menceraikan istrinya. Kemudian, istrinya menikah dengan Abdur rahman bin Zubair. Aisyah berkata, “Demi Allah, apa yang ada padanya hanya seperti ujung kain ini-ia memegang ujung kain jilbabnya-lalu Rasulullah pun tersenyum sembari tertawa dan bersabda, ‘Barangkali kamu ingin kembali kepada Rifa’a? Tidak boleh, sehingga kamu merasakan madunya dan ia merasakan madumu.
Dengan membuldaknya kasus cerai gugat (perceraian yang diajukan istri) melebihi batas kewajaran dari perkara cerai talak (perceraian yang diajukan suami) tampaknya para hakim perlu menaruh respek mengenai hal ini. Sebab, alasan-alasan yang dijadikan dalil oleh para pengaju perkara selama ini sangat klasik, seperti alasan ekonomi. Padahal, pada saat yang sama orang yang mampu secara ekonomi pun banyak juga yang bercerai. Oleh karena masalah rajang menjadi dasar setiap orang yang berumah tangga, jangan-jangan di atas semua alasan perceraian yang ada selama ini, disebabkan oleh faktor urusan ranjang yang belum selesai. Hipotesis demikian muncul karena memang mayoritas adat ketimuran, masih menganggap tabu jika masalah yang paling privasi (seputar hubungan seks) itu harus diungkap kepada orang lain, termasuk kepada keluarga sekalipun. Karena faktor pendidikan tinggi (S-3), kasus Badriyah dan Zainal–di bagian awal tulisan ini–barangkali hanya sedikit contoh perempuan yang mau secara terbuka di hadapan petugas mengemukakan “problema hubungan intim” dalam kehidupan rumah tangganya selama ini.
Dari ilustrasi di atas, pendidikan seks yang dulu di era tahun 80-an pernah menjadi isu kontroversial itu—seiring dengan keinginan kuat menekan angka perceraian—agaknya perlu dikaji lagi. Hal ini perlu, sebab, seiring dengan arus informasi, kini memang bermunculan ‘kampanye’ mengenai “teori dan praktik” penyaluran libido secara ilegal. Meskipun pemerintah berusaha keras ‘memblokirnya’, tetapi situs-situs itu terus bocor dan sampai kepada masyarakat luas via gadget yang hampir menjadi pegangan setiap orang dari orang dewasa sampai anak-anak. Dan, tidak jarang akibat ‘referensi’ tersebut menimbulkan fantasi seks di luar pakem. Akibat fantasi seksual yang liar itu, akan berpengaruh kepada orisianialitas cara pandang pasangan suami istri mengenai hubungan seksual. Pendidikan seks dimaksud tentu bukan pendidikan seks biasa. Tetapi, pendidikan seks bermartabat yang dikemas sedemikian rupa dengan melibatkan berbagai keahlian (agama, kesehatan, psikolog/ psikiater, dan sosiolog). Tujuannya, ialah agar setiap pasangan yang akan dan sudah menikah dapat memperoleh gambaran sekaligus terapi mengenai setiap prolematika rumah tangga, khususnya seputar hubungan intim. Fungsi ini selama ini secara eksklusif ditangani oleh para ‘ahli independen’ (konsultan keluarga) yang, tentunya karena alasan biaya, tidak semua masyarakat dapat menjangkaunya. Ayo sama-sama tetap kita cari solusi, agar masyarakat tidak mudah cerai!
BIO DATA PENULIS
Nama : Drs.H. ASMU’I SYARKOWI, M.H.
Tempat & Tgl Lahir : Banyuwangi, 15 Oktober 1962
NIP : 19621015 199103 1 001
Pangkat, gol./ruang : Pembina Utama Madya, IV/d
Pendidikan : S-1 Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga 1988
S-2 Ilmu Hukum Fak Hukum UMI Makassar 2001
Hobby : Pemerhati masalah-masalah hukum, pendidikan, dan seni;
Pengalaman Tugas : – Hakim Pengadilan Agama Atambua 1997-2001
-Wakil Ketua Pengadilan Agama Waingapu 2001-2004
– Ketua Pengadilan Agama Waingapu 2004-2007
– Hakim Pengadilan Agama Jember Klas I A 2008-2011
– Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi Klas IA 2011-2016
– Hakim Pengadilan Agama Lumajang Klas IA 2016-2021
– Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I-A 2021-2022.
Sekarang : Hakim Tinggi PTA Jayapura, 9 Desember 2022- sekarang
Alamat : Pandan, Kembiritan, Genteng, Banyuwangi
Alamat e-Mail : asmui.15@gmail.com