Menagih Janji Risma Abadikan Nama Bung Hatta di Kota Pahlawan

  • Whatsapp

Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH

KEMBALI kita tegaskan, bulan Juni adalah “Bulan Bung Karno”. Tetapi tidak lengkap jika Bung Karno tanpa Bung Hatta, atau Dwitunggal Proklamator Kemerdekaan RI, Sukarno-Hatta.

Berulangkali saya menulis di suratkabar dan majalah tentang Surabaya Kota Pahlawan. Namun saya mengamati sikap abai petinggi di kota ini menyesuaikan diri dengan julukan Kota Pahlawan itu.

Mereka lamban mengabadikan nama Dwitunggal Sukarno-Hatta di kota kelahiran Bung Karno ini. Tidak kurang 15 judul artikel dan opini saya sejak tahun 1984 menggugah agar nama Sukarno-Hatta diabadikan di Surabaya.

Saat Cak Narto jadi walikota, usul saya langsung disetujui tanggal 29 Maret 2001. Nama Jalan Raya Darmo akan diganti menjadi Jalan Sukarno-Hatta. Tetapi timbul polemik, pro dan kontra.

Kemudian pemberian nama Jalan Sukarno-Hatta dialihkan ke jalan baru lingkar timur bagian tengah atau MERR (Midle East Ring Road), di akhir masa jabatan Walikota Surabaya, Bambang DH.

DPRD Kota Surabaya, pada sidang paripurna 17 April 2010 menyetujui nama Jalan Sukarno-Hatta sejak dari pertigaan Jalan Kenjeran menuju ke selatan sampai ke perbatasan Surabaya-Sidoarjo. .

Keputusan Walikota Surabaya Bambang DH Nomor 188.45/501/436.1.2/2010 itu menetapkan tentang nama Jalan Sukarno-Hatta di Kota Surabaya sepanjang 10.925 meter.

Jalan ini berawal di pertigaan Jalan Kenjeran melintasi: Jl. Mulyorejo, Jl. Kertajaya Indah Timur, Jl Arif Rahman Hakim, Jl. Semolowaru, Jl. Semampir, Jl. Kedung Baruk, Jl. Penjaringan Sari, Jl. Pandugo, Jl. Gunung Anyar Tambak, sampai berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo.

Namun, sungguh malang nasib Dwitunggal Sukarno-Hatta itu. Justru di Kota Pahlawan ini, Pahlawan Proklamator lambang pemersatu bangsa itu, dipisah.

Walikota Surabaya Ir.Tri Rismaharini yang menggantikan Bambang DH tanggal 24 November 2010 melakukan “cerai paksa” terhadap Sukarno-Hatta. Jalan Sukarno-Hatta tidak berumur panjang.

Perceraian ke dua tokoh Proklamator Indonesia itu dilakukan tanpa persetujuan DPRD Kota Surabaya.
Jalan Sukarno-Hatta itu pun diganti menjadi Jalan Dr.Ir.H.Soekarno, tanpa menyebut nama Hatta atau Muhammad Hatta dalam Keputusan Walikota Surabaya No.188.45/86/436.1.2/2011.

Dengan janji yang sangat muluk, Risma menyatakan nanti nama Jalan Dr.H.Muhammad Hatta akan dipasangkan di MWRR (Midle West Ring Road), yaitu jalan lingkar barat bagian tengah, di Surabaya Barat. Sungguh “kasihan” di Kota Pahlawan ini Bung Karno berjalan sendiri tanpa Bung Hatta. Tragis!

Dalih yang tidak masuk akal, konon perubahan nama itu gara-gara nama Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Jakarta, sering disingkat “Soeta”. Risma khawatir nanti Jalan Sukarno-Hatta di Surabaya itu, juga disingkat Jalan Sutta atau Soetta.

Keputusan melakukan “cerai paksa” Sukarno-Hatta yang dilakukan oleh Risma itu ditolak DPRD Surabaya (waktu itu). Dalam rapat Pansus Pengubahan Nama Jalan DPRD Surabaya, Eddy Budi Prabowo anggota pansus dari Fraksi Partai Golkar mengatakan Pemkot sebaiknya tidak terburu-buru mengubah nama jalan itu.

Maduki Toha, anggota Pansus dari FKB menilai kebijakan Walikota ini terburu-buru karena belum tentu jalan lingkar Barat cepat dibangun. “Jika ini terjadi, kasihan Bung Karno sendirian tanpa Bung Hatta,” katanya.

Masduki bahkan bersikukuh mengusulkan agar nama jalan diubah menjadi Jl. Soekarno-Hatta Timur, sehingga kalau nanti dibangun lingkar Barat, bisa disesuaikan jadi Jl. Soekarno-Hatta Barat.

Ketua DHD 45 Jatim, Soerjadi Setiawan sangat menyesalkan pemisahan Sukarno-Hatta itu. Sebab yang umum sebutannya Sukarno-Hatta atau Bung Karno dan Bung Hatta.

Nah, mumpung Tri Rismaharini masih punya sisa waktu masa jabatannya yang akan berakhir November 2020 ini, mari kita tagih janji Risma menetapkan nama Jalan Dr.Muhammad Hatta. (**)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait