Ditulis Wartawan Berita Lima : Gede Siwa.
Janji kampanye selalu manis yang dilakukan oleh setiap kontestan saat genderang tabuh demokrasi dimulai.
Ada begitu banyak, janji manis itu terucap saat meraih simpati masyarakat dengan harapan untuk ‘mendulang’ suara dukungan setiap kontestan jelang pertarungan politik itu berlangsung.
Akan tetapi, masyarakat hanya menjadi alat guna meraih legitimasi serta mendapat pengakuan saat calon penguasa itu sedang mati-matian meraih suara hingga menerima kemenangan itu.
Saya secara pribadi melihat, pada akhir nya masyarakat hanya sebagai penonton ketika mereka harus menggenapi kata pepatah orang bijak, “habis manis sepah dibuang”.
Janji kontestan ketika hendak meraih simpati, manis bak membius masyarakat yang terasa dihipnotis. Akan tetapi ketika mereka meraih apa yang mereka inginkan, masyarakat terkesan ditinggal begitu saja dengan harapan janji manis yang sempat terucap mestinya digenapi.
Merekapun kembali menjadi ‘korban’ seperti nasib pegawai rendahan harus rela terlunta-lunta lantaran dapur mereka tidak ngebul akibat terhitung tujuh bulan honor mereka tak kunjung dibayar. Mereka juga menjadi korban janji manis sang penguasa.
Nasib pegawai kontrak, bekerja tanpa menerima honor, satu bukti janji manis sang penguasa ketika duduk manis lupa yang menjerit akibat honornya belum terbayarkan.
Ada begitu banyak ketika janji sang penguasa hanya sebatas retorika, begitu mudahnya mereka saat mencari dukungan mengumbar janji kosong yang melompong dengan penuh semangat meneriakan janji yang tak pernah terpenuhi.
Carut-marutnya validasi tenaga kontrak berimbas honor tak terbayarkan, sebagai bukti penguasa itu tidak konsisten, kesannya para penguasa terlihat, ” melempar batu sembunyi tangan” dan ini salah satu bukti mereka tidak sungguh menepati janjinya dan mereka terkesan saling melempar kesalahan, menuding satu sama lain terindikasi “cuci tangan”.
Penguasa, sebagai pemimpin yang memiliki integritas, rasa malu itu harus menyertai setiap melangkah dalam membawa arah kebijakan akan dibawa kemana daerah ini jika tidak sesuai harapan masyarakat.
Ribuan rakyat saat ini sedang mengawasi langkah kebijakan Pemerintah dengan harapan daerah ini akan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Saat ini kebijakan sang Penguasa itu, masyarakat sedang ‘menakar’ pola kepemimpinannya serta berharap adanya perubahan yang sejati demi kelangsungan nasib daerah ini.
Rakyat saat ini merindukan serta menunggu perubahan itu. (Gede).