PADANG — beritalima.com – Suasana Kota Padang hingga dinihari ini serupa kota tak berpenghuni. Banjir dimana-mana. Ruas-ruas jalan protokol sudah serupa sungai. Air mengalir deras. Beberapa pemotor bahkan sempat terseret, saking derasnya arus. Listrik mati. Suasana mencekam. Badai menghantam. Sejumlah atap bangunan porak-poranda diterbangkan angin. Orang-orang mulai berdoa, untuk Padang, kota yang dicintainya.
Group WhatsApp tak berhenti berdenting sejak badai menghantam. Laporan banjir silih berganti. Andaleh parah. Astratek, warganya sudah mengungsi. Ulak Karang sebentar lagi air sampai ke loteng. Di Gunung Pangilun, orang-orang mulai menggulung kasur. Di Banda Puruih, air sudah masuk ke kabin mobil. Jondul Rawang lebih parah, perahu karet standby. Begitu, laporan masuk. Warga diamuk kecemasan. Padang, kota yang dulunya begitu nyaman untuk ditinggali, berubah jadi menakutkan, kalau hujan deras turun. Padang lumpuh.
Jalanan sunyi senyap, dengan jarak pandang yang sangat terbatas. Rintik hujan terasa perih ketika menimpa wajah. Angin membuat motor oleng. Butuh keseimbangan ekstra agar lajunya tetap stabil. Badai memang sudah melanda Kota Padang sejak pukul 23.30 WIB, dan tidak berhenti, hingga pukul 04.17 WIB, Rabu (31/5). Badai yang tak hanya memporak-porandakan atap, tapi juga mental warga kota. Di masjid, garin tak henti meminta warga untuk tetap di rumah, karena situasi di luar berbahaya.
Penulis merasakan suasana mencekam itu secara langsung. Pukul 02.00 WIB, usai menuntaskan rutinitas di Kantor Haluan, Kompleks Lanud Sutan Sjahrir, Tabing, Kota Padang, penulis langsung pulang, karena ingin bisa sahur di rumah. Padahal, waktu itu hujan sedang deras-derasnya. Keluar dari Lanud, suasana mulai berbeda. Jalanan begitu lengang. Beberapa orang terlihat mendorong motor, ada juga yang berhenti di pinggir jalan. Suasananya begitu berbeda. Tak lagi terdengar denting gitar, derai tawa anak-anak muda, yang biasanya berkumpul di kafe-kafe kecil di pinggir jalan.
Sekitar 50 meter dari Simpang Tunggul Hitam, sebatang pohon pelindung tumbang, dan melintang di tengah jalan. Sejumlah pengendara berhenti, dan secara bersama-sama mengangkat pohon ke pinggir. Seorang lelaki tambun juga turun dari sedan keluaran terbarunya. Berhujan-hujan, dia mengangkat kayu itu bersama pengendara lainnya. Tak ada kecanggungan. “24 tahun saya menetap di Padang, baru kali ini suasananya begitu mencekam,” ungkap seorang pengendara, usai mengangkat pohon.
Mengendarai motor di tengah hujan deras, dengan kondisi pandangan yang terbatas bukanlah perkara gampang. Di sepanjang Jalan Hamka, ruas jalan masih aman dari banjir. Kondisi berbeda selepas Kantor PSDA Sumbar (Simpang DPRD). Ruas jalan tergenang, hingga mata kaki. Laju motor agak tersendat. Jalan Khatib Sulaiman memang selalu tergenang jika hujan deras turun. Solusi yang dicarikan dan diterapkan Pemko Padang, ternyata belum berhasil.(haluan/yra)