Mendag Siap Mundur, Sultan: Sumber Persoalan Belum Tentu Muhammad Lutfi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan impor beras satu juta ton untuk menghadapi hari raya idul Fitri 2021 menimbulkan polemik. Sebelum isu ini ramai dikritisi banyak pihak, Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin telah memberikan peringatan melalui keterangan pers yang diterima awak media.

Dalam keterangan pers itu, ada beberapa poin yang disampaikan senator muda asal Bengkulu dalam mengatasi masalah impor beras di Indonesia, termasuk mendorong Badan Urusan Logistik (Bulog) membeli langsung gabah dari petani dalam upaya yang harus dilakukan Pemerintah dalam mempengaruhi produktifitas petani meningkatkan beras nasional, hingga mendorong Badan Pangan Nasional segera dibentuk.

“Karena masalah impor ini menjadi polemik dan masih menjadi isu hangat di media yang puncak pada statemen Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi siap mundur dari jabatannya,” kata Sultan, Senin (22/3).

Jika memang benar seperti dugaan atau tuduhan banyak pihak, ungkap Sultan, impor hanya berorientasi kepada kepentingan kartel. “Ini patut disesalkan. Dan, itu sangat merugikan petani serta kepentingan nasional. Padahal di dalam negeri terdapat potensi kenaikan produksi padi pada masa panen mendatang tahun ini,” ujar Sultan.

Perkiraan potensi produksi padi Januari–April 2021 sekitar 25,37 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami kenaikan 5,37 juta ton atau 26,88 persen dibandingkan subround yang sama 2020 yang sebesar 19,99 juta ton GKG.

Berdasarkan asumsi itu dan output dari program food estate dibeberapa daerah, Kementan memperkirakan terjadi kenaikan produksi gabah kering giling sebesar 5,37 juta ton dibandingkan triwulan pertama 2020 yang hanya 19,99 juta ton GKG.

“Disatu sisi Presiden berjuang meningkatkan produksi komoditas pangan dalam negeri melalui program nasional food estate yang mulai menunjukkan hasil positif, tapi disatu sisi lain pekerjaan-pekerjaan menteri untuk impor terlihat sangat kontradiktif,” tambah dia.

Mengenai impor beras, mantan wakil Gubernur Provinsi Bengkulu tersebut “membela” Menteri Perdagangan. Ia tetap khusnudzon bahwa kebijakan impor ini memang hanya bentuk kelalaian merumuskan landasan kebijakan dalam kajian akademik. “Mudah-mudahan mengenai impor beras ini hanya bentuk kegagalan kementerian dalam merumuskan kebijakan, bukan karena titipan dari kartel atau lingkaran oligarki kekuasaan.”

Seandainya tentang apa yang dituduhkan benar, Presiden Jokowi harus segera memutus mata rantai kepentingan mereka dengan sikap yang tegas untuk membatasi impor terhadap barang-barang kebutuhan yang bisa dipenuhi di dalam negeri.

Selain itu butuh komitmen bersama antara pemerintah serta penegak hukum dalam membongkar aksi mafia impor, lanjut Sultan. Tanpa komitmen yang kuat, siapapun menteri yang ditunjuk akan tetap sulit melawan dorongan impor dari kekuatan oligarki yang berlindung dibalik kekuasaan.

Adapun dalam agenda rapat kerja antara Komisi VI DPR dan Kementerian Perdagangan (22/03) terhadap pembahasan RUU tentang Persetujuan Kemitraan Ekonomi Kreatif Indonesia dengan Negara-Negara EFTA. Di akhir rapat para anggota komisi VI DPR menanyakan wacana impor beras tersebut.

Muhammad Lutfi yang hadir bersama Wakil Menteri Perdagangan itu mengungkapkan bahwa keputusan impor beras itu telah diputuskan pemerintah dalam rapat kabinet sebelum dirinya dilantik pada 23 Desember 2020. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait