Menepis Kesalahpahaman Mengenai Thermo Gun

  • Whatsapp

JAKARTA – Salah satu gejala infeksi virus SARS-CoV-2 adalah demam atau peningkatan suhu tubuh. Ini melatarbelakangi pengecekan suhu tubuh dengan menggunakan _thermo gun_ saat individu akan memasuki kawasan kantor atau fasilitas umum.  


Beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan mengenai isu _thermo gun_ yang dapat merusak sel otak manusia karena memancarkan laser.
_Thermo gun_ merupakan salah satu jenis termometer atau alat pengukur temperatur tubuh yang umumnya diarahkan ke dahi. Penggunaan _thermo gun_ menjadi alat andalan dalam mengukur suhu tubuh seseorang secara cepat dan tanpa kontak.


Kesalahpahaman mengenai _thermo gun_ dibantah oleh Tim Pakar dan Dokter Muda Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dr. Shela Rachmayanti. “Sekali lagi, thermometer ini tidak mengeluarkan sinar yang bisa mengeluarkan radiasi jadi tidak berbahaya untuk otak maupun syaraf yang ada di mata, ” jelas Dokter Shela dalam dialog di Media Center Satuan Tugas Nasional, Jakarta (7/8).
Dokter Shela juga menjelaskan pengukuran suhu menjadi penting di masa pandemi ini karena suhu tubuh merupakan gejala yang paling mudah untuk dilihat dan diukur dibanding gejala lainnya yaitu batuk kering, sesak nafas, rasa lemah atau nyeri sendi.  


“Suhu tubuh penting untuk diukur sebagai salah satu penapisan pada setiap kondisi. Terutama saat masuk-masuk ke tempat umum. Nah, suhu tubuh normal itu biasanya di kisaran 36,5- 37,5 derajat celcius lebih dari itu kita perlu waspada, ” tambah dokter Shela.
Pada kesempatan yang sama, Tim Pakar dan dokter muda Satgas COVID-19 dr. Budi Santoso menjelaskan mengenai tujuan pengukuran suhu tubuh yaitu untuk mengetahui suhu sumbu tubuh yang berada di bagian dalam atau _core body temperature_. 


“Pengukuran _core body temperature_ dapat diukur dari dahi, lubang telinga, rongga mulut, ketiak, dan dubur yang menjadi titik ideal dalam pengukuran suhu tubuh karena paling mendekati dengan _core body temperature_,” jelas dokter Budi.
Melalui penjelasan tersebut, dokter Budi meluruskan kesalahpahaman mengenai pengecekan suhu tubuh di pergelangan tangan karena tidak ideal dan kurang akurat dalam mengukur suhu tubuh seseorang.
“Kita bisa lihat perbedaan antara pada bagian kepala dan juga pada bagian tangan dan kaki. Dimana suhu tubuh pada bagian tangan dan kaki pasti kalau diukur suhunya itu sudah jauh dari suhu sumbu tubuh atau _core body temperature_.Jadi hasil suhu tubuh yang dihasilkan dari pemeriksaan itu jadi tidak akurat lagi,” jelas dr. Budi.


*Pentingnya Menggunakan Masker saat Pandemi*
Menggunakan masker pada saat pandemi COVID-19 merupakan hal yang wajib dipakai terutama ketika bepergian keluar rumah. Masker menjadi hal yang esensial karena mampu menangkal virus ataupun bakteri yang akan masuk ke mulut ataupun hidung seseorang.
Dokter Budi mengingatkan bahwa menggunakan masker penting karena merupakan penghalang atau _barrier_ agar ludah atau cipratan terhalangi ketika sedang mengobrol, batuk, atau bersin. Serta sebagai cara untuk melindungi diri sendiri dan orang lain terutama kelompok rentan agar tidak tertular COVID-19. 
“Jadi, misalkan kalau kita tidak pakai masker semuanya bisa menyembur. Kalau kita pakai masker semuanya terhalangi. Walaupun anak muda tidak ada gejala yang muncul tapi tetap kita harus melindungi orang lain dan lingkungan kita, apalagi kelompok rentan. Jadi, salah satu pencegahannya penularan itu tetap harus menggunakan masker, walaupun kita tidak ada gejala,” jelasnya. 


Secara garis besar terdapat tiga jenis masker yaitu masker kain, masker medis atau masker bedah, dan masker N95 atau KN95. Masker kain merupakan masker yang dapat digunakan untuk masyarakat terutama yang sehat dan saat berada di tempat kerumunan. Umumnya masker kain dapat ditemui dimana saja karena harganya yang murah dan dapat dipakai berulang kali.
Sedangkan masker medis atau masker bedah adalah masker yang digunakan oleh tenaga kesehatan atau orang yang sakit dan hanya dapat digunakan satu kali pemakaian. Dan yang ketiga adalah masker N95 dimana efektivitasnya itu mencapai 95% untuk menyaring partikel virus yang berukuran kurang lebih 0,3 – 10,1 mikron. Umumnya, masker N95 digunakan untuk tenaga medis yang melakukan tindakan yang dapat menimbulkan aerosol seperti pada tindakan operasi.
Dokter Budi juga menjelaskan bahwa ketik menggunakan masker harus memperhatikan kebersihan dan kelayakan pada masker seperti sebelum memakai masker kondisi tangan harus bersih, memastikan bahwa masker dalam kondisi yang bersih dan tidak rusak, serta memastikan tidak ada celah ketika memakai masker. Apabila ingin makan atau minum sebaiknya masker dilepas dan disimpan pada tempat atau plastik yang bersih. 
“Kemudian kita juga harus pastikan bahwa memang mulut, hidung, dan dagu semuanya tertutupi. Jadi misalnya kalau mulutnya saja tertutupi, kalau misalnya kita bersin dari hidung, dari hidung masih keluar,” kata dokter Budi.
Selain itu, dokter Shela turut menjelaskan mengenai cara melepas masker yang benar agar  tidak terkontaminasi virus atau bakteri yang menempel di masker.
“Pertama pastikan tangan sudah steril dan pegang bagian dari talinya, kemudian pegang bagian dari talinya dan jangan menyentuh bagian depan maskernya, serta buka secara perlahan agar tidak ada risiko penularan,” jelas dokter Shela.
Dokter Shela juga mengingatkan setelah melepas masker kain disarankan untuk dicuci menggunakan air dan sabun agar virus dan bakteri yang menempel luruh atau mati, serta menjemurnya di bawah sinar matahari. Sedangkan apabila menggunakan masker medis, dianjurkan untuk membungkus dengan plastik atau diletakkan pada tempat sampah khusus infeksius agar tidak terjadi kontaminasi.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait