Satu petak berukuran 2 x 3 meter.
Jeruji besi dipenuhi dengan gembok besar.
Hanya satu sisidalam 1 ruangan untuk melihat suasana di luar, walau tembok lagi dan lagi yang tampak daridalam.Sebatas tatap mata dengan haru menahan tangis dan sentuhan tangan yang amat singkat dalamsebuah pertemuan. Hanya sebatas itu, tak lebih, tak akan bisa lebih.Dibawakannya suatu barang untuk sedikit memenuhi kebutuhan hidupmu, cukup tidak cukupkau paksa masuk ke dalam celah besi antar besi yang menghalangi batas pandang kami.
Aku benci dengan semua ini, aku benci melihat saudaraku terperangkap di tempat tidak layak,seakan tidak sadar kau diperlakukan tidak manusiawi di dalam sana.
Namun, jika ini satu -satunya cara untuk mengubah hidupmu menjadi lebih baik, kucoba ikhlas menghadapinya.Kau memiliki kawan baru, hidup bersama kawan yang tak seharusnya menjadi kawan.Disebabkan karena berbagai hal dan kondisi, kau harus berkawan dengan mereka semua, orang -orang jahat yang seakan berpura – pura baik di hadapanku. Saudaraku, kau tampan, kau sangat tampan.
Benar – benar tidak layak kau berada di sini. Inibukan tempatmu, mengapa kau memakai rompi bertuliskan tahanan itu?Tidak seperti biasanya, jika kita bertemu, kita biasa – biasa saja. Namun, saat kondisi seperti ini,bertemu denganmu adalah sesuatu yang sangat kunantikan, peluk dan cium tanganmu yangmembuatku rindu akan hadirmu untuk kembali ke tempat asalmu.
Saatku mendatangi tempatmu, langkah demi langkah semua orang memperhatikanku, tapikubiarkan saja. Beberapa petugas memeriksa seluruh bawaanku dan memeriksa bajuku. Id cardpengunjung terpakai dikalungan leherku. Kumencoba untuk tegar memperhatikan apa yangkujalani saat ini. Namun air mata tak dapat terbendung lagi.
Kuteringat sejumlah pihak berwajib menyergap ke tempatmu, tepat di hadapanku kaumencobalari, aku yang tak mengerti hal apapun tercengang melihatnya. Tak disangka sebuah barang buktitelah menjebloskanmu ke tempat tak layak huni itu.Setelah kumengetahui jelas ini kesalahanmu, sejenak terpikir dalam benakku. Mengapa kaumelakukan hal itu? Apa yang kau cari dengan melakukan hal bodoh melanggar hukum? Apa kautidak memikirkan nasib orangtua dan keluargamu?
Tak terbayang, tepat di depan mata, orangtuamu menyaksikan langsung mereka memborgoltanganmu, lalu kau naik ke dalam mobil tahanan. Orangtua mana yang mampu menahan tangis?Kau sangat menampakkan perbedaan saat hidup dalam kurungan itu, terlihat lebih mendekatkandiri pada Yang Maha Kuasa.
Aku bersyukur atas hal itu, namun besar doaku agar kau cepatkembali pulang.Tak terhiraukan jumlah yang diminta oleh pihak berwajib, seluruh yang orangtuamu miliki relaia korbankan demi sang buah hati tercinta. Meski mereka benci dengan kelakuanmu, tapi merekatetap cinta padamu.Saudaraku, jangan kau lakukan hal bodoh itu lagi. Kasihani dirimu sendiri, kasihani orangtua dankeluargamu. Gapailah kesuksesanmu yang kelak menantikan kehadiranmu untuk menjemputnya.
Nyimas Ayu Triana Yustri
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta