Mengatasi Bencana Covid-19 Harus Dibayar Dengan Mahal

  • Whatsapp

Dr. Adi Suparto

Surabaya, Beritalma. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) no.1 tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan keuangan negara telah merubah anggaran penanganan Pandemi Covid-19, sehingga anggaran penanganan Covid-18 bengkak jadi Rp. 695.2 Trilyun.

Menurut pengamat Kebijakan Publik Adi Suparto, Anggaran untuk penanggulangan virus corona (Covid-19) dan dampaknya terus mengalami perubahan. Awalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Covid-19 pada Mei 2020 sebesar Rp405,1 triliun. Kemudian, tiba tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun, tidak berselang lama, anggaran Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun, dan kini membengkak menjadi Rp 695,2 triliun.

“Dari total alokasi Covid-19, Rp87,55 triliun untuk anggaran kesehatan, namun, alokasi anggaran ini dikeluhkan oleh rakyat, karena sebagian masyarakat masih ada yang ditarik bayaran ketika akan melakukan rapid test.” Ujar Adi menanggapi pertanyaan awak media di Surabaya, selasa (23/06).

Kemana dana Rp.695.2 Trilyun tersebut?

Adapun rincian biaya total penanganan Covid-19 tersebut terdiri dari biaya kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, bantuan UMKM Rp 123,46 triliun, pembiaayan korporasi Rp537,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp106,11 triliun.

Secara rinci, biaya kesehatan terdiri dari belanja penanganan Covid-19 yang sebesar Rp65,8 triliun, insentif tenaga medis Rp5,9 triliun, santunan kematian Rp 300 miliar, bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional Rp. 3 triliun, untuk Gugus Tugas Covid-19 Rp3,5 triliun, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan Rp 9,05 triliun.

Alokasi perlindungan sosial sebesar Rp203,9 triliun terdiri atas anggaran Program Keluarga Harapan Rp37,4 triliun, dana sembako Rp43,6 triliun, bantuan sosial Jabodetabek Rp.6,8 triliun, bansos Non-Jabodetabek Rp32,4 triliun, Program Kartu Prakerja Rp20 triliun, diskon listrik Rp6,9 triliun, logistik, pangan dan sembako Rp25 triliun, dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Rp31,8 triliun.

Kemudian, anggaran insentif usaha terdiri dari PPh 21 DTP Rp39,66 triliun, pembebasan PPh 22 Impor Rp14,75 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp14,4 triliun, pengembalian pendahuluan PPN Rp5,8 triliun, penurunna tarif PPh Badan Rp20 triliun, dan stimulus lainnya Rp26 triliun.

Lalu, alokasi dana UMKM akan diberikan dalam bentuk subsidi bunga Rp35,28 triliun, penempatan dana untuk restrukturasi Rp78,78 triliun, belanja IJP Rp.5 triliun, penjaminan modal kerja Rp1 triliun, PPh final UMKM DTP Rp2,4 triliun, dan pembiayaan investasi kepada korporasi melalui LPDB KUMKM Rp1 triliun. Selanjutnya, anggaran pembiayaan korporasi akan terdiri dari penempatan dana untuk restrukturisasi padat karya Rp3,42 triliun, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp20,5 triliun.

Terakhir, dana sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda terdiri atas program padat karya k.l Rp18,44 triliun, insentif perumahan Rp1,3 triliun, pariwisata Rp3,8 triliun, DID pemulihan ekonomi Rp5 triliun, cadangan DAK fisik Rp8,7 triliun, fasilitas pinjaman daerah Rp10 triliun, dan cadangan perluasan Rp58,87 Triliun.

“Saya menyayangkan penghitungan anggaran yang kurang cermat dari pemerintah untuk ini, karena kondisi keuangan negara saat ini sedang menghadapi persoalan serius.” Kata Adi.

Meski begitu, Ia memahami bahwa pemerintah saat ini sedang bekerja keras menghadapi tantangan berat terkait penanganan virus corona. Apalagi kurva peningkatan pasien positive terus naik setelah dicanangkan “New Normal” oleh presiden Jokowi, sementara itu perekonomian kita terus terpuruk, Saat ini, dengan adanya kebutuhan anggaran korporasi dan daerah yang bertambah di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi, pemerintah pusat harus lebih cermat dan hati-hati dalam mengelola APBN, apabila tidak, maka akan terkuras abis hanya dalam waktu sekejab, pungkasnya. (Fendi-Beritalima)

beritalima.com

Pos terkait