SURABAYA, Beritalima.com |
Sebagai salah satu kampus yang peduli terhadap isu-isu tentang perempuan, Universitas Airlangga (UNAIR) memiliki Pusat Studi Gender dan Inklusi Sosial (PSGIS). Tidak hanya berfokus pada kajian tentang gender, namun pusat studi yang sudah berdiri sejak 1990 itu saat ini juga concern terhadap isu-isu sosial lainnya.
Sejarah PSGIS
Sebagai salah seorang pendiri, Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., M.A menceritakan bahwa PSGIS pada awalnya bernama Pusat Studi Wanita (PSW). Pembentukan PSW sendiri bermula ketika kementerian yang membidangi pemberdayaan perempuan saat itu mengirimkan delapan orang akademisi perguruan tinggi, termasuk Prof. Emy salah satu di antaranya untuk belajar tentang isu gender dan pemberdayaan perempuan di Belanda.
“Setelah itu terjadi pertemuan antara kementerian dan rektor yang memutuskan bahwa setiap perguruan tinggi harus membentuk PSW. Jadi, PSGIS UNAIR ini termasuk salah satu pusat studi wanita tertua di Indonesia,” terangnya.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada tahun 2000-an, PSW berubah nama menjadi Pusat Studi Gender UNAIR. Hingga saat ini, pusat studi tersebut masih aktif beroperasi dengan nama PSGIS.
“Cakupan PSGIS ini lebih luas, tidak hanya sekedar laki-laki dan perempuan karena isu gender sendiri tidak bisa dipisahkan dan selalu terkait dengan isu-isu sosial seperti lansia, anak-anak, daerah pinggiran, dan lainnya,” jelas Guru Besar bidang Sosiologi Gender itu.
Fokus pada Tridharma Perguruan Tinggi. Dalam perjalanan kiprahnya, PSGIS sudah banyak menjalankan program yang berbasis pada tridharma perguruan tinggi. Di bidang pendidikan, Prof Emy menyebut PSGIS menjadi salah satu wadah bagi para pakar yang di fakultasnya terdapat mata kuliah (matkul) tentang gender.
Ke depan, pihaknya berharap PSGIS bisa terlibat untuk memberikan pembekalan mengenai isu gender bagi mahasiswa baru dan mahasiswa KKN. Bukan hanya itu, Prof Emy berharap semua fakultas di UNAIR bisa memasukkan isu gender ke dalam mata kuliahnya.
“Tidak harus menjadi matkul yang berdiri sendiri, tapi terintegrasi di dalam matkul yang sudah ada sebelumnya,” katanya.
Terkait bidang penelitian, dosen yang juga menjabat sebagai ketua ASWGI itu menuturkan tengah berupaya untuk meningkatkan penelitian berbasis perspektif gender di UNAIR. Sebagai upaya untuk menggenjot hal itu, Prof Emy menyebut telah menyediakan klinik penelitian dan pendampingan penulisan proposal.
“Kami juga aktif memberikan pelatihan yang bekerja sama dengan berbagai komunitas, LSM, ibu-ibu PAUD, dan sebagainya,” tambahnya.
Pengembangan Internasionalisasi
Ditanya perihal rencana pengembangan, Prof Emy menuturkan ingin meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak luar negeri. Salah satu bentuk kerja sama yang tengah dipersiapkan saat ini adalah penelitian bersama.
“Dengan melakukan kolaborasi penelitian, diharapkan hal itu bisa membuat nama UNAIR semakin dikenal di luar negeri dan bisa turut berpartisipasi meningkatkan pemeringkatan WCU,” harapnya. (Yul)
Prof. Emy bersama peserta lainnya dalam kegiatan International Conference di Perancis pada 2020 lalu.