JAKARTA, beritalima.com | Kompol Ariek Indra Sentanu SIK MH, sosok perwira santun calon pemimpin masa depan Polri, mempunyai pandangan brilian tentang institusinya.
Menurutnya, sebagai institusi yang bertugas memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, Polri berkewajiban memberikan yang terbaik sesuai penjabaran Pasal 04 UU No 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Selain itu Polri juga diamanatkan menjunjung etika kemasyarakatan berupa, sikap moral yang senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dalam menegakkan hukum, dan menjunjung tinggi HAM sebagaimana diatur dalam UU No 39 tahun 1999.
“Puncaknya melayani publik dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia, Melihat potret inilah maka diperlukan wajah kepolisian yang lebih ramah, humanis tanpa meninggalkan sisi tegas, bersih, kredibel dan berwibawa, Promoter ( profesional, modern, terpercaya ) dan Propartif (progresif , partisipatif ),” tutur Kompol Ariek Indra Sentanu, SIK.MH, perwira menengah yang pernah menjabat sebagai Wakapolres Kabupaten Kediri Jawa Timur, ini.
Alumnus Akademi Kepolisian 2004 atau yang dikenal Batalyon T3 (Tatag Trawang Tungga) ini, disela kesibukannya sebagai peserta didik Sespimmen Polri angkatan ke -60, mengatakan, seharusnya ia ada di Lemdiklat Polri yang ada di Lembang, Bandung. Namun karena situasional, maka atas perintah pimpinan dan anjuran pemerintah, belajar jarak jauh melalui teknologi zoom cloud meet dengan pembelajaran hari Senin sampai Jumat mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB.
“Situasional pandemi Covid 19 ini memang wabah yang diluar prediksi kita semua. Mari kita taati apa yang disampaikan oleh pemerintah terkait anjuran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) biar pandemi ini cepat berlalu dari bumi NKRI tercinta ini. Selalu jaga kesehatan, makan makanan yang bergizi, olahraga dan positif thinking serta jangan lupa berdoa, Kami juga bersyukur, selain mengikuti perkuliahan jarak jauh di bulan yang penuh berkah ini masih bisa berbagi kepada saudara kita yang sangat membutuhkan bantuan secara social,” tambahnya.
“Kita ini adalah leader dimasa yang akan datang. Seorang pemimpin yang kuat harus memiliki empat persyaratan. Kesatu adalah strong leader, harus memiliki power, karena seorang pemimpin yang punya power akan bisa berbuat banyak dalam kebaikan,” urainya.
Kedua adalah simpatisan atau pengikut. Karena menurutnya, pemimpin tanpa pengikut maka tidak ada artinya. Ketiga adalah cara berpikir atau konseptual mindset.
“Pemimpin harus bisa menganalisa secara sistematis dan menyiapkan opsi opsi pilihan demi kebaikan masyarakat. Keempat adalah jujur dan bersih. Indikator bersih disini meliputi sikap penolakan terhadap perilaku KKN, tidak melakukan perbuatan tak patut seperti diskriminasi, penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur serta jauh dari hal-hal yang melanggar kode etik korps,” tuturnya.
“Publik menjadi respek terhadap Polri, menghormati atas sikap layanan, dan proses yang diambil, lalu bersemangat bekerjasama dengan polri, puas dengan cara perlakuan yang diberikan bahkan muaranya tercipta hubungan yang menyenangkan antara Polri dan Publik atau masyarakat. Endingnya, Polri dan publik menjadi mitra yang saling melengkapi, membantu, dan saling menguatkan sehingga tercapai tujuan dari hukum itu sendiri, Kepastian, kemanfaatan dan keadilan. Disinilah pelayanan publik propartif itu dimulai,” paparnya.
Sebagai sebuah metode pendekatan yang berkeadilan, Propartif yang digagas oleh Ombudsman, diharapkan juga terbangun di tubuh Polri. Pendekatan propartif memiliki titik tekan pada sikap, proses, dan keterampilan yang wajib terhubung dan tergantung satu dengan lainnya (segitiga emas).
“Singkatnya, dalam memberikan pelayanan publik, ketiga segmen ini harus berjalan secara bersama sehingga akan muncul satu frase bahwa malayani tak cukup dengan hati tapi melayani harus dengan ahli demi pelayanan publik yang manusiawi. Metode Propartif sendiri merupakan adopsi dari strategi pelayanan publik disejumlah negara Eropa khususnya Belanda. Melalui metode ini penyelenggara atau petugas pelayanan publik diajak tak sekedar memahami kondisi pelayanan publik akan tetapi mampu untuk terlibat aktif dengan memiliki keterampilan efektif. Ujungnya terjadi percepatan penyelesaian keluhan publik. Ringkasnya metode propartif adalah metode pendekatan ilmiah bersumber pada segitiga emas pelayanan publik. Orientasinya pada nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan bertujuan membangun kualitas pelayanan serta hubungan yang menyenangkan antara rakyat dengan pemerintah,” lanjut perwira menengah yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Satuan lalulintas Polrestabes Surabaya ini.
Kondisi inilah yang dirindukan terjadi pada tubuh Polri. Polisi yang sejatinya menjadi aparat yang tak sekedar penegak hukum tapi sebagai penegak keadilan, hadir ditengah masyarakat sebagai ‘malaikat’ tak bersayap memberikan rasa nyaman, aman dan tentram pada warganya.
“Jauh dari apa yang selama ini diopinikan. Polisi propartif lebih mengedepankan penyelesaian dengan asas dan nilai kemanusiaan, mendekatkan hati mencari solusi, tidak mencari keadilan lewat tumpukan pasal dan kertas, terampil menghadapi warga yang lelah mencari keadilan dan tegaknya hukum tanpa diskriminasi .Semoga ke depan banyak lahir Polri propartif yang menegakan nilai keadilan, kemanusiaan hukum dan kehormatan melalui sikap layanan publik yang lebih baik,” pungkasnya ( red).