Mengenal Lebih Dekat Rizyana Mirda, Srikandi Bankjatim

  • Whatsapp

“Nggak semua orang itu sempurna, tapi paling tidak kita hidup itu bisa memberikan manfaat buat orang lain”

“Jabatan itu amanah, Jadi saya ingin melaksanakan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya,”

SURABAYA, Beritalima.com|
Gadis berparas cantik dan berhijab ini, merupakan satu-satunya direktur perempuan di perusahaan BUMD milik pemerintah provinsi Jawa Timur. Lebih dari 30 tahun mengabdi, DR Hj Rizyana SE,BBA, MM yang merupakan anak pertama dari 4 bersaudara, pasangan H. Moch Roesli Said dengan Hj. Mega Fariany Muchit ini sudah malang melintang di dunia perbankan. Karenanya, keuletan, kegigihan dan kerja kerasnya membuahkan hasil yang luar biasa indahnya. Mirda, panggilan akrabnya, akhirnya menduduki posisi sebagai Direktur Resiko Bisnis di PT Bankjatim Tbk.

Mirda dilahirkan di Surabaya, 28 Agustus 1969, menempuh pendidikan di SD Mujahidin Perak, SMPN 2 dan SMAN 6. Usai lulus SMA, gadis cantik yang bercita-cita ingin menjadi dokter ini harus menelan kekecewaan karena gagal masuk di Unair. Sementara “gang” nya yang memang dari Sononya keturunan para “Sultan”, meluncur ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena didukung oleh fasilitas yang memadai. Sementara seorang Mirda hanyalah anak seorang pensiunan pegawai pajak.

Perjalanan hidup dan nasib seseorang, tidak ada yang tahu. Semua menjadi rahasia Illahi. Meskipun hanya berbekal ijazah SMA, Mirda yang mendapat support penuh dari kedua orang tuanya, melangkah yakin mengajukan lamaran ke Bankjatim, dan Alhamdulillah diterima.

“Meskipun hanya jadi front office, rasanya sudah seneng banget. Tapi kalau ketemu sama anggota gang SMA, perasaan jadi minder juga. Mereka selalu nanya, kuliah dimana, kuliah dimana,” terang Mirda dengan suara datar.

Kesempatan tidak datang dua kali, begitu yang selalu didengungkan oleh ayahnya. Kuliah bisa kapan saja, tapi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, harus sesegera mungkin di ambil. Akhirnya Mirda mensyukuri apa yang sudah digariskan oleh Allah.

Ternyata benar apa yang diprediksi oleh ayahnya. Bekerja di Bankjatim yang saat itu hanya bergaji Rp 100.000,- adalah hal yang luar biasa.

“Mendapatkan gaji Rp 100.000,- wah, seneng banget. Setiap bulan ngasih ibu Rp 25.000,- sisanya untuk bantuin bayar sekolah adik-adik dan biaya kuliah. Saya kuliah di STESIA, jurusan keuangan. Alhamdulillah bisa lulus dan menjadi sarjana. Kemudian melanjutkan kuliah lagi di
Business Administration IBMT Surabaya tahun 1997. Mengambil kuliah S2 Magister Manajemen Keuangan STIE ABI Surabaya tahun 2002. Dan mengambil S3 juga, Alhamdulillah ternyata saya bisa meraih gelar doktor, yang sebelum-sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali,” sambung Mirda.

Mirda menuturkan, saat bertemu dengan anggota gang SMA nya, mereka pada memuji, Alhamdulillah berkat doa orang tua, semangat dan support dari keluarga, saya bisa menyelesaikan pendidikan dari biaya bekerja di Bankjatim.

“Kalau ketemu teman-teman, yang awalnya saya merasa minder karena yang lain bisa kuliah, sementara saya harus bekerja. Ternyata sekarang sama Allah dibalik. Mereka bilang, enak ya kamu sudah bekerja, sudah mapan, bisa kuliah lagi, bahkan sekolah mu lebih tinggi dari kita-kita. Kita lulus kuliah aja masih harus cari kerjaan, Sementara kamu sudah punya jabatan,” lanjutnya.

Merasa mendapat keberuntungan karena mentaati petunjuk dan saran dari orang tua, Mirda kian bersyukur. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan, ketika kesempatan itu ada di depan kita, maka jangan disia-siakan.

Seiring waktu yang terus beranjak, deretan prestasi Mirda kian memuncak. Setelah mendapat dorongan dari bapak Suroso(mantan Dirut Bankjatim), Mirda harus menempuh pendidikan perbankan, Mirda mendapatkan kesempatan menjadi Pemimpin Cabang Batu, Pemimpin Cabang Perak, Pemimpin Sub Divisi Dana Jasa & LN. Pemimpin Cabang Gresik, Pemimpin Cabang Madiun, Pemimpin Divisi Risiko Kredit, Pemimpin Divisi Kredit Menengah & Korporasi. Dan yang saat ini diemban oleh Mirda adalah menjadi Direktur Manajemen Risiko (Efektif menjabat sejak 29 September 2017).

“Perjalanan karir enggak mulus begitu saja, banyak ujian, tantangan dan perjuangan yang panjang. Yang penting, saat kita bekerja, bekerjalah dengan sungguh-sungguh, dengan penuh keyakinan, bekerja keras, otomatis prestasi akan mengikuti. Jangan mengejar jabatan dengan obsesi yang terlalu besar, bisa-bisa malah kecebur ke tempat yang enggak-enggak. Ketika Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk mendapatkan pekerjaan, jagalah amanah itu. Bekerja dengan baik, jujur, serius, InsyaAllah kita mendapatkan hasil yang sesuai,” paparnya.

Harus Bisa Ngaji
Mirda mengisahkan, beberapa tahapan dalam meniti karirnya di Bankjatim, awalnya Mirda ditanya, bisa ngaji apa enggak? Dengan tegas Mirda menjawab, Bisa bapak.

“Saya heran juga, mau dipromosikan menjadi sekretaris komisaris saja kok syaratnya harus bisa mengaji. Ternyata, menurut pandangan pak Aris, kalau seseorang itu bisa mengaji, itu menjadi tolak ukur akhlak seseorang,” tandasnya.

Setelah Suroso menjabat sebagai Direktur Utama Bankjatim, yang pertama dicari oleh beliau adalah Mirda. Menurut pandangan Suroso, Mirda adalah gadis yang tangguh, pantang menyerah, pekerja keras dan jika diberikan tugas, dijamin beres. Mirda Saiki Nang Endi?(Mirda sekarang tugasnya dimana,red) pertanyaan pertama yang diajukan Suroso saat pertama kali menduduki jabatan tertinggi di Bankjatim itu.

“Setelah dipanggil pak Suroso, saya mendapat kepercayaan menjadi sekretaris komisaris. Kemudian beliau merekomendasikan saya agar menempuh pendidikan luar negeri. Sementara yang mendapat kesempatan pendidikan luar negeri hanya 4 orang, salah satunya saya dan mbak Umi yang sekarang menjabat sebagai Corsek. Setelah itu, saya dipercaya sebagai kepala bagian luar negeri.Tak lama kemudian, dipindahkan lagi menjadi kepala bagian pengembangan produk PSD,” jelas Mirda.

Menjadi Penagih Kredit Macet.
Ada cerita menarik dari perjalanan karir seorang Rizyana Mirda. Sebelum menjadi Direktur Resiko Bisnis, Mirda mendapatkan tugas di divisi penagihan khusus.

“Saya ditempatkan pak Suroso jadi pemimpin divisi kredit macet. Kita punya nasabah lama, seorang pengusaha yang sedang bangkrut. Kalau nggak salah namanya pak Rio di Probolinggo. Di tahun yang sama nasabah di Pasuruan juga punya kredit macet. Saya ditekan target Rp 100 miliar per bulan. Alhamdulillah, kok saya bisa nagih kredit macet lebih dari target, bahkan sampai Rp 130 miliar per bulan. Yang bikin saya semangat, yang kita tagih ketika bertemu saya, Alhamdulillah kok manut saja. Saya tagih ya dibayar. Bahkan ada yang langsung nglunasi utangnya sebesar Rp 30 miliar,” tutur Mirda dengan wajah berseri-seri.

“Ketika ditugaskan di divisi kredit macet, teman-teman pada kegirangan. Alhamdulillah saya bebas, Alhamdulillah saya bebas,” Mirda tertawa.

Antara geli, merasa lucu, dan mangkel juga melihat teman-teman pada gembira karena lepas dari tanggung jawab, sementara Mirda mendapatkan tantangan baru, menghadapi permasalahan pengusaha-pengusaha yang tersandung kredit macet.

Apapun tugas yang diberikan oleh perusahaan, dihadapi Mirda dengan semangat dan penuh keyakinan. Tantangan demi tantangan dilalui dan dijalani dengan ihklas. Meskipun sebagai manusia biasa, terkadang Mirda juga meragukan kemampuannya, apakah bisa saya menjalankan tugas-tugas itu dengan baik yang sesuai dengan yang diinginkan oleh atasannya?

Adalah suatu hal yang wajar jika manusia terkadang memiliki keraguan saat melaksanakan tugas baru yang membutuhkan perjuangan dan kegigihan.

“Karena saya mengawali karir dari bawah sekali, saya bertekad bulat satu thok, pokoke aku kerjo sing apik, sing enggak macem-macem, enggak aneh-aneh gitu aja. Makanya mungkin itulah yang dulu membuat pak Suroso support saya untuk jadi direktur. Kan nggak semua orang itu sempurna, tapi paling tidak kita hidup itu bisa memberikan manfaat buat orang lain, itu aja,” tegas Mirda.

“Jabatan itu pakaian, setelah baju kamu dilepas ya kamu jadi orang biasa aja. Jadi buat aku mbak, jabatan ini amanah, bagaimana saya bisa menjalankan amanah ini dengan baik, nggak berfikir aneh-aneh, kalau rejeki yang kita peroleh dengan jabatan kita, ya itu mengikuti, berjalan otomatis, bukan suatu hal yang harus diprioritaskan,” tambahnya.

Ingin membahagiakan orang tua.
Menjadi anak pertama, memiliki tanggung jawab yang besar, hal tersebut disadari benar oleh Mirda. Dengan penghasilan yang lebih dari cukup, Mirda membiayai semua kebutuhan hidup keluarganya, bahkan sekolah adik-adiknya hingga S2 juga dikeluarkan dari koceknya. Karena Mirda menyadari bahwa membahagiakan orang tua adalah tugas utama seorang anak.

“Ibu pernah bilang kalau pingin punya rumah yang dekat masjid. Alhamdulillah, saat ibu melihat rumah yang di depannya ada masjid, saya langsung membeli rumah itu,” tukasnya.

Salah satu strategi untuk membuat kedua orang tuanya bangga adalah memiliki anak yang berbakti, yang bekerja dengan baik dan terhormat. Tidak melakukan pekerjaan yang tercela.

“Saya cuma berpikir 1 bahwa integritas itu harga mati buat saya, orang bisa memaafkan tapi nggak bisa melupakan.
Kejujuran itu modal kita kerja di dunia perbankan yang sarat dengan macam-macamlah. Kalau kita nggak punya modal itu, gimana orang akan merasa yakin dengan produk kita. Kita kerja di sini kita buat sekolah, dan kita buat juga sebagai ibadah. Kerja di sini adalah sebuah perusahaan yang dibangun karena kejujuran, kalau di dalamnya ada orang-orang yang enggak jujur, gimana ini akan berhasil. Saya selalu menjaga itu mbak. Saya sampai kalau ngasih latihan sama temen-temen itu, saya ngomong, udah kamu kerja lurus aja, kalau itu rejeki kamu, akan sampai juga ke kamu. Udah jangan belok-belok, goyang kiri goyang kanan. Pasti nanti akan terjadi suatu,” bebernya.

“Kamu bisa membahagiakan orang lain itu sudah merupakan kebahagiaan. Jadi menurut saya, kalau saya sih saya punya pandangan, saya juga pingin sebenarnya bisa menjadi kalau orang bilang bahwa laki-laki yang sukses itu di belakangnya kan ada perempuan yang hebat. Saya juga berpikir bahwa sebenarnya perempuan-perempuan itu perempuan- perempuan yang hebat. Perempuan memiliki power yang luar biasa, bagaimana perempuan mampu mengelola keuangan suami dengan sederetan kebutuhan hidup keluarganya. Bagaimana perempuan mampu berjuang sendirian dengan merawat, membesarkan anak-anak dan memberikan perhatian serta kebutuhan hidup mereka. Perempuan itu memiliki perasaan yang luar biasa lapang, karena mampu memikul beban seberat apapun. Saya kagum dengan ibu saya, saya ingin memberikan apa yang diinginkan oleh kedua orang tua saya,” pungkas penghobi memasak ini.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait