Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Lingkungan Hidup)
Jika kita menyebut atau mendengar istilah “SARAN”, biasanya persepsi kita langsung pada definisi bahwa SARAN merupakan sesuatu yang bersifat usulan, anjuran ataupun sumbang pendapat sebagai masukan dalam memecahkan suatu permasalahan, atau usulan yang bersifat ide – ide baru. Saran biasanya didapatkan dari hasil pemikiran dan digunakan bertujuan untuk membangun suatu hal yang masih belum sempurna dan ingin disempurnakan lewat sebuah saran. Saran yang diberikan juga haruslah sesuai dengan apa yang dibahas. Jadi, bisa dikatakan saran lebih kearah membangun kesempurnaan atau lebih baik, serta dilakukan secara objektif.
Namun SARAN yang ingin disampaikan di sini bukanlah SARAN sebagaimana pengertian di atas, karena SARAN disini berkaitan dengan sejarah panjang plastik sesuai hasil temuan dari Ralph Willey yang bekerja di industri kimia Dow. Dimana jika kita melihat dari lintasan sejarah pada tahun 1933, Ralph Wiley seorang analis laboratorium di perusahaan kimia Dow, secara tidak sengaja menemukan sejenis material sintesis, yaitu Polyvinylidene Chloride, yang dapat menjadi lembar – lembar praktis multiguna yang disebut dengan istilah “SARAN”. Barang tersebut mulai digunakan untuk membungkus makanan dan berbagai produk lain yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan mengurangi laju pembusukan.
Lebih jauh DR. Tauhid dalam penjelasannya menyampaikan bahwa eksperimen kimia untuk mencari bahan sintetis yang dapat digunakan sebagai kemasan, sebenarnya telah dimulai pada tahun 1907 saat Leo Baekeland dari New York menemukan suatu resin cair yang dinamainya Bakelite. Tapi tentu saja sebagai inovasi baru, material ini tidak langsung populer. Sampai pada sekitar tahun 1933 di saat Willey menemukan Saran, ada duo Fawcett dan Gibson dari Imperial Chemical Industries Research Laboratories menemukan polyethylene.
Sejak saat SARAN dan Polietilen diketahui mudah diproduksi dan banyak manfaatnya itulah bahan plastik yang kita kenal hari ini mulai menjajah dunia. Dalam perkembangannya plastik digunakan hampir di semua sektor kehidupan. Bedasar sifat fisika kimianya plastik dapat dibedakan berdasar sifat termoplastik, termoset, juga berdasar panjang rantai karbonnya, misal 1000-3000 C pada polistiren dan polietilen. Secara termofisika ada jenis termoplastik, dimana jenis plastik ini bisa didaur-ulang/dicetak lagi dengan proses pemanasan. Contoh: polietilen (PE), polistiren (PS), ABS, polikarbonat (PC). Sedangkan yang bersifat termostabil atau termoset merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang/dicetak lagi. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan molekul-molekulnya. Contoh: resin epoksi, bakelit, resin melamin, urea-formaldehida.
Selain berdasar panjang rantai karbon dan respon terhadap suhu, plastik juga dibagi menurut sifat polimernya. Ada yang terdiri dari polimer terkonjugasi dan polimer konduktif, dimana sifat konduktif dapat terjadi jika ada konjugasi pada ikatan rangkapnya. Contoh dari polimer terkonjugasi adalah plastik tradisonal (polyethylen), sedangkan polimer konduktif antara lain polyacetilen, polpyrol, polytiopen, polyaniline. Oleh karena itu potensi pemanfaatan Polimer Konduktif dalam berbagai teknologi diagnostik amat besar. Adanya sifat semi konduktif dari suatu material dapat dipergunakan sebagai metoda diagnostik, dimana reaksi perikatan antara antigen-antibodi dapat memberikan perubahan muatan listrik yang dapat dialirkan oleh polimer konduktif dan ditangkap oleh instrumen pengukur tegangan mikro.
Apa yang berikatan karena perbedaan muatan listrik. Antigen yang terdiri dari glikoprotein, glikolipid atau polisakarida dengan antibodi atau yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig). Struktur dasar Ig terdiri dari empat rangkaian asam amino yang berikatan dengan jembatan disulfida. Bisa dibayangkan seperti sebuah modul stasiun luar angkasa yang terdiri dari 2 modul. 1 modul molekul Ig terdiri dari satu rantai panjang dan satu rantai pendek. Sistem diagnostik masa depan dapat berisi multi panel antibodi, misal dibuat dari IgY (Ayam) dan seperangkat mesin pembaca perubahan grafis konduksi. Sesederhana GeNose yang merupakan hidung elektronik penghidu berbagai perubahan di level molekuler aerosolik saat ini.
Namun demikian selain memberi manfaat, plastik juga memberikan permasalahan, yaitu lahirnya tumpukan sampah yang kadangkala tampak berserakan di sana sini. Lihat saja pinggi pantai, sungai, pasar, bahkan sampai lingkungan terkecil di rumah tangga akan mudah sekali menemukan sampah – sampah plastik yang tentu akan mengganggu kesehatan dan kelestarian lingkungan. Belum lagi adanya oknum “perusahaan/ industri” yang sengaja membuang limbah sampah secara sembarangan dan tidak bertanggung jawab. Contohnya saja jika merujuk pada data dari Kementerian LHK per 2019 menyatakan bahwa Indoensia, memproduksi sampah sekitar 64 juta ton/tahunnya. Dimana sekitar 30% nya dalan kondisi tidak terolah. Berarti dengan kata lain, berserakan dan bertebaran dimana saja. Ini berarti ada sekitar 19,2 juta ton sampah yang sebagian besar didominasi kemasan plastik mencemari lingkungan kita, dan terus terakumulasi setiap tahunnya. Bahkan mungkin peningkatannya bersifat eksponensial karena tentu berkorelasi dengan laju pertumbuhan penduduk (secara demografi), dan terjadinya kantong – kantong permukiman sebagai produsen limbah karena adanya proses urbanisasi secara masif.
Padahal jika kita menengok ke belakang dan belajar dari sejarah, awalnya plastik itu dibuat secara organik. Alexander Parkes pada tahun 1862 menemukan plastik pertama kalinya dengan memanfaatkan bahan selulosa dari sumber – sumber organik. Sayangnya memang Parkesine atau plastiknya Parkes ini kurang populer karena selain mahal juga saat ditemukan secara visioner, peradaban belumlah dapat melihat manfaatnya di masa yang akan datang. Para investor jenius memang selalu selangkah di depan sesamanya.
Menghadapi berbagai permasalahan yang disampaikan di atas, maka sudah saatnya jika kita terus menggelorakan semangat untuk berlatih “puasa plastik”. Artinya penggunaan barang yang berbahan dasar plastik harus dikurangi untuk masa depan lingkungan yang bersih dan sehat. Di saat yang bersamaan kitapun harus mendorong terus inovasi teknologi daur ulang plastik serta konversi ke berbagai bentuk aplikatif multiguna, misal menjadi bahan bakar dan lain – lain. Perbanyak dan pertebal konsep “do it your self” atau DIY sehingga kemasan dan distribusi akan tereduksi, yang dampaknya adalah polusi dan emisi akan berkurang. Kembangkan teknologi substitusi dalam mekanisme logistik dan preservasi, misal nano coating berbahan alam yang dapat mengurangi perlunya kemasan pembungkus. Dapat pula dikembangkan teknologi material pangan yang berfokus pada esensi nutrisi sehingga volume dan massa organik dapat direduksi, seperti kapsul makanan astronot, sehingga tidak memerlukan styrofoam dan kantong keresek.
Akhirnya kata kunci yang penting di sini adalah mengedukasi seluruh lapisan masyarakat tentang permasalahan sampah, khususnya sampah plastik ini. Program adukasi harus dilakukan secara kontinyu, terprogram dan terencana dengan baik, sehingga konsep “Puasa Plastik” bisa diterapkan dan bisa menekan penggunaan plastik dalam kehidupan sehari – hari. Di saat yang bersamaan, inovasi teknologi yang terkait dengan upaya menekan penggunaan plastik juga harus diselaraskan dengan berbagai program riset di lembaga – lembaga yang terkait. Mudah – mudahan Indonesia yang tercinta ini bisa lebih sehat dan bersih sehingga bisa memberi nafas dan semangat baru untuk dunia yang memiliki wawasa lingkungan yang lestari dan berkelanjutan.