#TangisDalamSenyap*
(Video detik ke: 0:32 – 0:37)
Oleh: Shofi Shofiyah
Mengenang hari ke-7 wafatnya Alm. KH. Masykur Hasyim, Ayahanda Ning Lia Istifhama dan Kakak Ipar Ibu Gubernur Khofifah Indar Parawansa, saya teringat suasana haru yang sempat saya saksikan sendiri saat saya berada persis di samping Ning Lia pada detik-detik pemberangkatan jenazah. Beliau berupaya tampak tegar melepas kepergian ayahanda tercintanya untuk selamanya, meskipun saya tahu bahwa sebagai anak, beliau sangat terpukul dengan kepergian Sang Ayah secara tiba-tiba.
Namun setegar-tegar seseorang dalam menghadapi kedukaan yang mendalam karena ditinggal oleh sosok yang sangat dicintainya, saya sempat melihat beliau tak mampu menahan tangis saat Sang Ayah mau diberangkatkan dalam iringan do’a yang dipimpin oleh seorang Kiai sepuh. Sembari memegang erat foto Sang Ayah di depan kerandanya, tampak beliau menahan duka yang mendalam. Sesekali beliau menerawang ke atas dengan pandangan kosong seakan-akan terbentang luas suasana indah masa lalu yang dilalui bersama Sang Ayah dan sesekali tampak beliau memejamkan mata sembari menarik nafas dalam-dalam dan titik-titik air mata memaksa lepas meski sudah ditahannya dengan sekuat tenaga memaklumi keadaan taqdir bahwa semua itu akan berakhir disini.
Beliau sudah berjanji kepada Ayahandanya semasa hidupnya, bahwa beliau akan selalu tegar dalam menghadapi ujian seberat apapun.
Sebagai sesama wanita yang pernah ditinggal pergi selamanya oleh orang tua, saya dapat merasakan betapa hati beliau sedang remuk dan redam. Beliau ‘menangis dalam senyap’, tak seorangpun ada yang tahu.
Melihat suasana haru seperti itu, dari kejauhan saya bergumam: _”Sabar, Tabah dan Tawakkallah, Ning. Sungguh, saya sangat mengagumimu. Dan saya yakin Almarhum akan dikumpulkan oleh Allah SWT dengan hamba-hamba-Nya yang shaleh di taman syurga-Nya. Aamiin…”_