SURABAYA, Beritalima.com-
Menghujat nampaknya sudah menjadi kultur masyarakat Indonesia meskipun sering kali disebut sebagai bangsa yang ramah. Kemunculan hujatan sebagai respons hasil piala Asia U23 membuktikan hal itu.
Dari wasit hingga pemain, tak luput dari hujatan masyarakat Indonesia. Perilaku itu adalah godaan situasi kerumunan, kata Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi.
“Kalau orang menjadi penggemar, maka perilakunya adalah perilaku kerumunan. Dan, perilaku menghujat lebih merujuk pada perilaku sementara atau temporary,” ujarnya.
Alasan Menghujat
Menurut Prof Bagong, para penggemar yang menghujat itu adalah bentuk perwujudan ekpresi mereka terhadap kekecewaan tim yang didukung. Penggemar juga merupakan sosok irasional.
“Sebagian bagian dari penggemar atau fans adalah sosok yang secara psikologis irasional. Mereka adalah orang-orang yang acapkali fanatik terhadap tim yang menjadi idolanya,” sambungnya.
“Sehingga ketika tim pujaannya menang, mereka sangat memuja. Dan ketika timnya kalah, mereka tak segan untuk menghujat,” tuturnya.
Ke-irasional-an itu menyentuh taraf personal, hingga menyerang wasit hingga salah satu pemain. Hal itu merupakan perilaku kerumunan di mana merasa mewakili banyak orang, merasa bersama banyak orang, sehingga merasa punya kekuatan massa.
Tak Berhubungan dengan Nilai dan Norma
Prof Bagong juga berpendapat bahwa hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan nilai dan norma masyarakat Indonesia.
“Dalam beberapa momen tertentu, terutama pada piala Asia kemarin. Situasi perilaku kerumunan dapat memicu tindakan anarkis penggemar, sehingga mereka mewujudkan kekecewaannya melalui hujatan. Dan, di semua negara, perilaku penggemar yang fanatik sama,” tandasnya.
Para penggemar yang sadar dengan identitas sosialnya, tidak mudah tergoda situasi kerumunan hingga berbuat anarkis seperti menghujat sana-sini.
“Penggemar tidak selalu negatif, namun godaan situasi kerumunan bisa memicu tindakan anarkis. Maka dari itu, penggemar yang sadar atas identitas sosial biasanya tidak mudah tergoda berbuat anarkis,” ucapnya.
Pesan kepada Penggemar
Prof Bagong berpendapat bahwa kondisi itu tak perlu ada solusi, namun alangkah baiknya masyarakat untuk untuk bertindak secara rasional, mengontrol baik emosi mereka, sehingga tak terpengaruh situasi kerumunan. Sehingga tidak menyerang personal, entah itu wasit ataupun pemain timnas.
“Tekanan dalam perlombaan juga dapat mempengaruhi performa pemain, maka tak perlu berlebihan dalam menengekspresikan kekecewaan,” tegasnya.(Yul)