Menjaga Sehat Raga Dan Jiwa Politik

  • Whatsapp

Suko Widodo Dosen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga

SURABAYA, Beritalima.com |Politik tak pernah berhenti. Sekalipun pandemi masih belum pasti usai, perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) tetap akan dilangsungkan. Di tanggal 9 Desember nanti, sekitar 105 juta warga pemilih, akan terlibat dalam pilkada di 270 daerah. Banyak orang merasa takut dan banyak pula yang  mencibir karena mempertanyakan apa pentingnya pilkada? Bukankah urusan ikhtiar menjaga penularan virus mematikan ini lebih urgent? Tetapi meski ada banyak kekawatiran, tetap saja perhalatan politik ini direspon antusias  oleh sejumlah kalangan. Bermunculannya baliho kandidat, stiker dan gimmick kampanye sudah bertaburan di ruang publik. Tak hanya itu, di ruang maya pun kini berhamburan rayuan politik.  Politik memang selalu menarik.

Jadi meski dalam situasi darurat apapun, politik tetap mengisi ruang-ruang komunikasi publik.  Maka tak mengherankan jika saat ini pesan politik mulai menggeser issue pandemi. Pilkada serentak di Indonesia awalnya direncanakan digelar 23 September 2020. Tetapi lantaran pandemi covid digeser tanggal 9 Desember 2020.  Tak hanya di Indonesia, beberapa negara juga melakukan penundaan perhelatan politik. Ada yang menggeser ke tahun depan, seperti di Inggris, Kanada dan Paraguay. Ada pula yang tetap di tahun sama seperti Indonesia, diantaranya Afrika Selatan, Austria, Polandia. Mengapa perhelatan politik tetap digelar? Alasan utamanya adalah menjaga kesinambungan demokrasi. Dalam sistem presidensial, termasuk pada pemerintahan lokal, secara konstitusi jabatan kepala daerah berlaku prinsip fix term alias telah ditetapkan masa jabatannya. Menunda pilkada bisa menimbulkan konflik politik yang kontraproduktif. Argumentasi dalam perspektif demokrasi masuk akal. Karenanya, Komisi Pemilihan Umum lebih memilih tetap menggelar dengan protokol kesehatan, ketimbang muncul konflik politik.

Apalagi jika merujuk pada Deklarasi Universal HAM 1948 dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Sipil dan Politik, maupun berbagai konvensi serta komitmen mengenai pemilu demokratis menyepakati salah satu standart pemilu demokratis adalah penyelenggaraan pemilu yang berkala. Bahkan dalam Kovenan Internasional tersebut dinyatakan bahwa hak politik ialah hak dasar dan bersifat mutlak yang melekat di dalam setiap warga negara yang harus dijunjung tinggi dan di hormati oleh Negara dalam keadaan apapunJika tidak digelar,  potensi masalah politik dan hukumnya pasti akan melebar. Bila masa jabatan kepala daerah diperpanjang, maka akan banyak yang menentang. Karena dianggap menghambat hak politik mereka yang  mencalonkan diri.  Ketidakpastian hukum dan politik bisa bakal terjadi.  Dampaknya akan terjadi instabilitas politik,  kecurigaan, dan bahkan ketidakpercayaan pada pemerintah.  Tetapi jika digelar, apakah tidak menambah kemungkinan orang terpapar covid? 


Pilkada “Darurat”Pemilihan Umum, termasuk pilkada merupakan salah satu tolok ukur yang penting untuk menilai keberhasilan demokrasi di suatu negara. Semakin baik penyelenggaraan pemilu menunjukkan semakin baik pula pelaksanaaan demokrasi di suatu negara. Suasana pemilihan kala pandemi pasti sangat berbeda dari kondisi normal. Situasi ini bisa berpotensi mengancam aspek keselamatan warga pemilih dan aspek kualitas demokrasi sendiri Dari aspek  kesehatan, ada banyak kemungkinan aktivitas politik yang bisa merebakkan penularan virus. Betapapun KPU telah menetapkan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pilkada, tetapi apakah warga bisa displin? Saat ini saja telah banyak agenda politik seperti pertemuan konstituen, pendukung dan interaksi antar warga dengan agenda politiknya. Aktivitas kamanye, meski tidak boleh ada pengumpulan massa, apakah bisa dijamin? Ketatnya kompetisi pemilihan, membuat tim pemenangan mencari celah untuk bisa bertemu dengan calon pemilih.Ruang komunikasi politik yang dialihkan melalui komunikasi maya, cenderung dianggap kurang bisa meyakinkan pemilih secara masimal. Dalam urusan kampanye pemilihan, orang cenderung memanfaatkan face to face communication sebagai arena membengaruhi yang menentukan. Dari aspek teknis komunikasi politik, maka ini bisa mengancam kesehatan warga pemilih. Pada aspek lainnya, untuk meraih pengaruh maka segala daya dilakukan. Di tengah pandemi dimana banyak warga pemilih yang penghasilannya berkurang atau bahkan hilang, maka peluang money politic kian marak. Maka otomatis ini akan melenyapkan kualitas makna politik. Poltik akhirnya dinilai tak lebih dari soal jual beli suara.  Warga pemilih menjadi tak punya idealisme sebagai warga negara.Senyampang pandemi belum usai, pilkada ini memang serasa situasi darurat. Resikonya cukup berat. Karenanya diperlukan komitmen kuat terhadap penyelenggarannya. Mulai dari komitmen penyelenggara, peserta dan warga pemilih.   


Peran MasyarakatSituasi dilematis, antara memeilih menjaga sehat dan menjaga demokrasi  ini memang cukup rumit. Tetapi keputusan telah ditetapkan dan pilkada tetap digelar. Bahkan biayanya jauh lebih besar, karena harus tersedia  infrastruktur kesehatan saat pemilihan. Pilkada serentak juga bisa menjadi uji perilaku kesehatan masyarakat. Entah ini tugas atau beban bagi masyarakat, tetapi perhelatan ini berkait erat dengan  masyarakat. Meski perhelatan politik lebih menjadi urusan parpol dan kandidat, namun jika tak dilakukan protokol kesehatan maka akibat yang menanggung tetap masyarakat setempat.Potensi yang mengganggu kesehatan lingkungan karena aktivitas pilkada harus dicegah dari awal. Selama pilkada serentak bisa dipastikan frekuensi interaksi warga yang berurusan dengan soal politik akan mengalami peningkatan. Peluang pelanggaran protokol kesehatan sangat besar. Tentu tak bisa hanya mengandalkan pada peran petugas pemilihan untuk mengatur dan mengawasi aktivitas politik. Oleh karena itu peran serta lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat menjadi penentu keberhasilannya perhelatan pikada serentak. Baik keberhasilan menjaga kualitas kesehatan, maupun kualitas politik masyarakat.Pilkada serentak saat pandemi ini memang ujian berat bagi bangsa Indonesia. Bukan saja soal menjaga marwah demokrasi, tetapi juga menyangkut aspek keselamatan banyak manusia. Selagi berproses menuju hari perhelatan pilkada, maka nalar kita harus waras.  Nalar untuk tetap megikhtiarkan keselamatan warga sebagai bisa prioritas utama. Serta nalar yang tetap tidak mengabaikan hak politik warga. Semua itu  ditujukan untuk menjaga sehat raga dan sehat (jiwa)  politik. Menjaga agar warga tetap seger dan waras!! (yul) 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait