Jakarta | beritalima.com – Indonesia menambah komitmen melakukan sektor FOLU pada ambisi untuk peningkatan emisi rumah kaca, penurunan emisi gas rumah kaca dengan angka min 15 juta CO2, artinya foreign exchange yang menggambarkan akan turun min 140 juta ton CO2. Kemudian ambisinya dikurang sedikit sehingga hanya min 15 juta ton dalam dokumen Enhance NDC.
Demikian hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Dr. Hanif Faisol Nurofiq saat kolaborasi multipihak atas polusi plastik, krisis iklim dan krisis keanekaragaman hayati dengan WWF Indonesia, sekaligus dilanjutkan diskusi, di Ballroom, Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
Dokumen tersebut merupakan dokumen lanjutan dari First NDC. First NDC dibangun dengan baseline tahun 2010. Angka di 2010, maka gas rumah kaca kita 1,3 gigaton CO2 equivalent. Kemudian melalui excersie selama tahun 2010, ketahui sampai 10 tahun, kemudian ditetapkanlah bisnis as usual sampai 10 tahun kemudian ditetapkan dengan nilai diproyeksikan pada tahun 2030 maka NDC akan mencapai 2,8 gt CO2.
“Jadi angka itu yang kemudian kita kurangi melalui Enhance NDC, di dalam Enhance NDC, kita masih mengenal dua skenario, yaitu counter measure 1 dalam bentuk kegiatan upaya sendiri, kemudian counter measure 2 dengan hubungan internasional,” terangnya.
Di dalam counter measure 1 ungkapnya, mengasumsikan bahwa mampu menurunkan dari 2,8 gt menjadi 1,7 gt. Bilamama hubungan internasional maka angka itu semakin turun menjadi 1,6 gt. Ini angka Enhance NDC. Kemudian angka ini diakselerasi kembali berdasarkan mandat dari Dubai Climate Pact.
“Yang diminta kita untuk mengakselerasi itu, maka Indonesia kemudian menyetor kembali dokumen long term strategy on low carbon and climate resilient compatible with Paris Agreement,” tuturnya.
Beliau pun mengklarifikasi kepada awak media yang hadir bahwa second NDC akan disampaikan kepada UNFCCC lebih tinggi daripada dokumen sebelumnya yang disebut dengan enhance NDC.
“Kalau enhance NDC tadi dengan countermeasure 2, countermeasure yang kita lakukan dengan hubungan internasional angkanya 1,6 gigaton. Tetapi dalam second NDC mencoba ambisi itu kita dinaikan, sehingga pada skala dalam dokumen yang high ambisi pun kita masih 1,4 gt.
Ditambahkannya bila low ambisi lebih rendah menjadi 1,3 gt. Angka ini menututnyatentu lebih tinggi dari angka baseline 2019 yakni 1,145 gt. Sementara kemampuan kita untuk menurunkan emisi nanti dengan dokumen second NDC 1,3 gt.
“Artinya dokumen ini harus kita tukikan menuju dukungan aecond NDC. Ini memerlukan kerja keras kita semua. Biarlah nanti teman-teman sektor kemudian membicarakan ini dengan detil,” tandasnya.
Lanjutnya ditegaskan Menteri Hanif, yang telah berkolaborasi dengan WWF Indonesia, diharapkan bisa dicermati, tepatnya bersamaan dengan diskusi dengan mengambil tema Plastic, Climate, and Biodiversity Nexus Forum, A Multy – Stakeholder Dialogue.
Menariknya, diskusi ini memiliki tujuan spesifik, yaitu mewujudkan kolaborasi multipihak untuk mengatasi ketiga isu: solusi sampah plastik, percepatan penanganan krisis klim, dan solusi hilangnya keanekaragaman hayati (atau lebih dikenal dengan “Triple Planetary Crisis”). Dengan demikian ketiga masalah ini dapat ditangani oleh para pihak secara terpadu dan tidak terpisah.
“Ketiga isu ini tidak bisa dilihat sebagai persoalan yang berdiri sendiri. Krisis polusi plastik, perubahan iklim, dan penurunan keanekaragaman hayati membentuk satu kesatuan tantangan yang membutuhkan solusi terintegrasi dan kolaborasi,” ujar Menteri Hanif.
Ditambahkannya, sinergi lintas sektor menjadi kunci untuk memastikan Indonesia benar-benar menuju lingkungan yang berkeadilan dan berkelanjutan salah satunya melalui penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah.
“Kita bergerak bersama untuk memastikan bumi tetap layak huni bagi generasi mendatang,” imbuhnya.
Tegasnya, forum ini dilaksanakan untuk mendorong koneksi dan kerja sama multipihak dalam upaya menangani permasalahan krisis lingkungan tiga lapis dengan menerapkan ekonomi sirkular.
“Salah satu fokus pemerintah adalah mendorong upaya terintegrasi dalam pengembangan ekonomi sirkular di bidang persampahan, iklim dan biodiversitas,” tandasnya
Pungkas Hanif, dalam bidang persampahan, pemerintah melalui rancangan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam penerapan berbagai skema ekonomi hijau yang berkelanjutan yaitu salah satunya pelaksanaan kewajiban produsen yang diperluas.
Hadir pada kesempatan itu, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, Ir. Dudi Gardesi Asikin, Coe WWF – Indonesia, dan nara sumber diskusi lainnya.
Jurnalis : Dedy Mulyadi








