Pemerintah Provinsi Jawa Timur mempunyai program dan target menuju 100 persen ASI (Air Susu Ibu) Eksklusif. Karena ASI merupakan standard makanan emas bagi generasi emas.
“Pemberian ASI eksklusif selama 1000 hari pertama kehidupan, merupakan upaya yang sangat berperan dalam mewujudkan generasi tangguh, sehat dan cerdas,” ungkap Ketua TP. PKK Provinsi Jawa Timur Dra. Hj. Nina Soekarwo saat sebagai narasumber di Breastfeeding Symposium, di Isyana Ballroom Bumi Surabaya Hotel, Sabtu (21/5).
Selain itu, seperti kita ketahui bersama perkembangan intelektual seorang anak dimulai sejak usia 0 sampai 4 tahun sebesar 40 persen, 5 sampai dengan 8 tahun sebesar 40 persen. Jadi dapat dikatakan bahwa perkembangan intelektual anak dimulai sejak usia 0 tahun sampai dengan 8 tahun mencapai 80 persen. Sisanya sebesar 20 persen untuk pengembangan intelektual anak usia 8 sampai dengan 18 tahun.
Artinya, kalau kita mendidik anak dengan tepat dan baik diusia 0 sampai dengan 8 tahun, maka akan terbentuk kepribadian dan karakter anak yang baik pula (human capital investment).
Untuk mencapai hal tersebut kebijakan dan strategi TP. PKK Provinsi Jawa Timur dibuat dengan melakukan sinkronisasi dengan program prioritas pemerintah dan menjalin jejaring dengan SKPD dan lembaga lain. Sedangkan prinsip gerakan dengan melakukan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, gerakan bersifat universal dan independen. Sedangkan pendekatan yang dilakukan secara persuasif dari hati ke hati.
Menurut Ketua TP PKK Prov. Jatim yang biasa disapa Bude Karwo, target yang ditetapkan di tingkat nasional untuk pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif kepada bayi sebesar 80 persen dari seluruh jumlah ibu menyusui. Sedangkan data di tahun 2015, ada sembilan daerah kabupaten di Jawa Timur yang telah melebihi target tersebut, yaitu Kabupaten Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Jombang, Magetan, Lumajang, Jember, Ponorogo dan Pacitan.
Dari data tersebut, terlihat masyarakat kabupaten atau daerah lebih peduli dengan pemberian ASI eksklusif kepada bayinya, dan masyarakat perkotaan dapat dikatakan kepeduliannya masih rendah. Walaupun saat ini di tahun 2015 capaian target pemberian ASI eksklusif secara agregat di Jatim telah mencapai 73,8 persen, tetapi TP PKK Prov. Jatim terus berupaya untuk meningkatkannya hingga mencapai 100 persen.
“Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini kita fokus mengajak Ketua TP. PKK di kota untuk mengedukasi dan menyosialisasikan pentingnya pemberian ASI selama 1000 hari pertama kehidupan kepada masyarakat,” jelas
Menurut Bude Karwo, ada beberapa tantangan dalam pemberian ASI Eksklusif, yaitu adanya perilaku dan kultur masyarakat yang kurang mendukung pemberian ASI Eksklusif, karena mereka berpendapat hanya dengan memberi ASI si bayi tidak kenyang, sehingga diberi pisang, nasi. Selain itu adanya pengaruh orang tua yang besar (nenek, mertua) sehingga ibu meneteki tidak dapat mengambil keputusan terbaik untuk bayinya. Dan tidak adanya dukungan dari suami, karena berpendapat dengan menyusui bentuk bandan ibu bayi akan rusak.
Dan yang tidak kalah pentingnya penyebab masih rendahnya pemberian ASI Eksklusif adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif, kurangnya pengetahuan tentang cara pemberian ASI dengan benar, masih kurang tersedianya ruang laktasi (ruang ibu menyusui) di tempat keramaian (Mall, pasar) bahkan di perkantoran.
Dengan diadakannya Breastfeeding Symposium pertama di Surabaya bahkan pertama di Indonesia, Bude Karwo mengapresiasi langkah yang dilakukan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Cabang Surabaya, karena dengan demikian berarti para dokter anak di Surabaya peduli bagaimana menumbuhkan generasi emas dengan cara pemberian makanan berstandard emas.
Sementara itu Ketua IDAI Cabang Jawa Timur Dr. Dr Ugrasena, SPAk. Mengatakan bahwa ASI penting untuk kehidupan di masa datang. “ASI makanan paling sempurna, mempunyai qizi tinggi, memberikan kekebalan bagi anak,” jelasnya.
Walaupun sangat dibutuhkan dan menentukan tumbuh kembang anak, tetapi dalam pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif mengalami banyak kendala. Antara lain karena adanya kesenjangan pengetahuan, ungkap Ugrasena lebih lanjut. (**).