SURABAYA, Beritalima.com |
Anggota DPRD provinsi Jatim Hj Lilik Hendarwati menyampaikan bahwa pansus pondok pesantren menargetkan Oktober mendatang, Perda Ponpes selesai. Hal tersebut diungkapkan oleh bendahara DPW PKS Jatim ini usai bersilaturahmi dengan para pemenang lomba foto dan video Pejuang Kehidupan Masa Kini. Bertempat di restauran Bebek Tepi Kali, jalan Darmokali Surabaya. Sabtu (5/9/2021).
“Kunjungan kerja ke Bandung, rombongan pansus pondok pesantren memang tidak banyak hanya 6 orang yang hadir kesana. Karena kebetulan Jawa barat ini yang punya Perda pondok pesantren yang pertama di tahun 2021,” terang anggota fraksi Keadilan Bintang Nurani ini.
Lilik mengatakan, meskipun Perda Ponpes di Jawa Barat ini memang masih baru, tapi sudah diimplementasikan di sekitar 12.000 ponpes di wilayah tersebut. Setelah itu, setelah disahkan bertambah menjadi 14.000, jadi ada tambahan 2.000 ponpes.
“Kita memang melihat perbedaannya sangat jauh dengan draf Perda yang kita gagas. Dalam artian, karena di sana ternyata Perda-nya adalah inisiatif eksekutif, jadi itu merupakan kontrak politik dari Ridwan Kamil ketika beliau mau mencalonkan sebagai gubernur, sehingga mungkin akan sangat berbeda dengan Jawa Timur yang diinisiatif oleh kita, anggota DPRD provinsi Jatim,” sambung Anggota komisi C ini.
Lilik mengakui, karena yang pegang uang mereka, para eksekutif, sehingga pembahasan Perda Ponpes bisa lebih cepat terselesaikan.
“Disamping itu, kalau saya lihat di sana itu beberapa program dikeluarkan dari Kesrah, memang lumayan bagus lah. Inisiatifnya banyak, karena mereka merasa bahwa di sana itu pesantren begitu luar biasa. Sebenarnya mereka mengira justru kita ini memiliki ponpes jauh lebih besar, tapi ternyata kalau kita melihat dari pendataan yang lalu-lalu, yang kita datangi di Kanwil, kemudian ke RMI sendiri, kemudian dari data yang di PBNU dan sebagainya, itu ternyata jumlahnya berbeda-beda. Nggak sinkron,” lanjutnya.
“Ketidaksinkronan itu besar sekali, sehingga kalau kita lihat yo iki sing bener sing endi. Maksudnya apakah memang dari Kanwil sendiri yang melakukan pendataan mungkin agak menyulitkan bagi pesantren-pesantren. Mungkin ada syarat-syarat administrasi yang tidak bisa dipenuhi oleh ponpes-ponpes
itu. Kemudian syarat secara teknologi menggunakan formulir isian-isian di komputer yang mereka tidak paham dan tidak bisa melaksanakan,” urainya.
Lebih jauh Lilik menyebutkan pihaknya sudah menyarankan untuk mengajarkan kurikulum terkait dengan kitab kuning, tujuan teman-teman itu terkait dengan fasilitasi, sehingga ponpes-ponpes yang memang membutuhkan bantuan itu bisa lebih mudah mendapatkan.
“Kalau di Jawa barat itu dibawa ke Kesrah. Dari pendidikan kesehatan dan sebagainya, dan semangat yang luar biasa mereka bukan saja karena memang idenya dari mereka, program mereka tuh banyak. Mulai dari mengirim ulama untuk belajar bahasa Inggris yang bagus, sehingga mereka bisa juga dikirim ke luar negeri. Mereka diberikan kesempatan untuk berdakwah di luar negeri,
kemudian pengiriman anak-anak muda untuk menjadi hafidz. Mereka punya program satu Desa 1 hafidz,” jelas Lilik.
Lilik menambahkan, memang ada pembeda tetapi pihaknya tetap berharap pemerintah memberikan dukungan kepada pesantren-pesantren, karena pondok pesantren itu juga akan sangat mempengaruhi indeks IPM-nya Jawa Timur.
“Kalau kita tidak memberikan satu solusi dari peningkatan pesantren itu menjadi pondok-pondok yang berdaya guna, dan memberikan nilai yang lebih. Meskipun ada kaitanya tidak adanya dana yang jelas, pendidikan di pesantren juga harus diajarkan tentang pendidikan kebangsaan, karena khawatir bahwa pesantren menjadi sarang teroris. Ponpes perlu perbaikan fasilitas, kesehatan, infrastruktur dalam pondok, misalnya ruang kelas untuk belajar, untuk mengaji, tempat tidur yang nyaman dan bersih, kamar mandi, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Pemerintah menyanggupi memberikan pendanaan kemarin katanya maksimal 5% dari APBD,” pungkasnya.(Yul)