Oleh: Saiful Huda Ems.
Jika ditelusuri akar masalah korupsi di Indonesia itu adalah:
1. Karena sistem.
2. Karena watak personal/individu.
3. Karena persepsi masyarakat yang salah mengenai penghormatan terhadap status sosial.
4. Karena miskin atau lapar.
I. KORUPSI KARENA SISTEM:
Ada hal menarik yang disampaikan kepada saya oleh salah seorang senior saya yang hidup puluhan tahun di Berlin Jerman namun nyaris tidak pernah alpa mengikuti perkembangan politik, penegakan hukum dan berbegai peristiwa sosial di tanah airnya (Indonesia). Menurutnya, bahwa UU Administrasi Pemerintahan di Indonesia itu kurang mendapatkan perhatian, padahal sesungguhnya UU itu cukup ampuh untuk mencegah terjadinya korupsi di Indonesia.
Di Jerman ada yang namanya Verwaltungverfahrengesetz atau Undang-Undang Prosedur Administrasi Negara. UU ini mengatur putusan yang dijatuhkan oleh instansi negara, termasuk diantaranya mengatur putusan urusan suatu tender, juga putusan kenapa tender dari perusahaan lain ditolak sedang perusahaan yang lain diterima.
Bagi perusahaan yang ditolak dia bisa meminta kepada instansi negara yang bersangkutan untuk membuka segenap akta, kenapa tender yang satunya diterima sedangkan tender yang lainnya ditolak. Jadi dengan UU ini sejatinya sangat ampuh untuh melawan praktek-praktek korupsi. Olehnya sahabat senior saya yang pernah 23 tahun bekerja di Landesverwaltung Negara Bagian Brandenburg (atau semacam Administrasi Negara Jerman) itu selalu menggunakan UU tsb untuk menjatuhkan suatu putusan.
Menurutnya, jika suatu proposal perusahaan yang ingin mengikuti suatu tender ditolak, maka perusahaan tsb. dapat meminta pada instansi untuk memperlihatkan berkas-berkas perusahaan yang menang atau diterimah permintaan tendernya, mengenai apa alasan instansi tsb. menjatuhkan putusan sesuai dengan Verwaltungsverfahrengesetz atau UU Prosedur Administrasi Negara.
Jika permintaan perusahaan tsb. ditolak dengan alasan rahasia perusahaan tsb. tidak bisa dibuka karena takut strategi persaingannya terbongkar, maka perusahaan yang ditolak tsb. menggugat ke PTUN. Proyek itu didanai oleh negara jadi masyarakat berhak tau penggunaan dana yang menyangkut proyek tsb.
Berikutnya, bagi saya korupsi karena sistem itu juga bisa terjadi karena selama ini institusi yang berwenang dalam menindak pelaku korupsi, yakni KPK dengan perangkat hakim TIPIKOR nya, sepertinya juga tidak terlalu bernyali atau setidaknya tidak terlalu bersungguh-sungguh untuk menerapkan vonis hukuman mati bagi pelaku korupsi. Padahal dalam UU No. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 2 ayat (2) sudah sangat nyata disebutkan, dalam keadaan tertentu hukuman mati layak dijatuhkan pada pelaku korupsi.
II. KORUPSI KARENA WATAK PERSONAL/INDOVIDU:
Watak prilaku korup itu memang sepertinya sudah ada dari dulu dan menggerogoti kepribadian apik bangsa ini. Bahkan hal itu sudah ada semenjak bangsa ini memproklamirkan dirinya sebagai Bangsa Indonesia. Kita bisa melihat hal itu dari berbagai sejarah perjalanan bangsa ini dimana sejak zaman kerajaan dulu selalu banyak terjadi peperangan antar kerajaan atau antar sesama calon pewaris tahta kerajaan yang dimotivasi oleh keinginan memperkaya diri, karena ingin memperluas kekuasaan kerajaan, atau juga karena dimotivasi oleh perebutan wanita.
Nah, keinginan untuk memperkaya diri itulah yang kemudian menimbulkan prilaku-prilaku korup, seperti merebut harta atau barang yang dimiliki oleh orang lain (rakyatnya), atau menenggelamkan hak-haknya. Dan watak seperti itu terus berlanjut hingga di era Indonesia modern ini, dimana dari pemerintahan ke pemerintahan selalu saja terjadi praktik korupsi yang dilakukan oleh sebagian pejabatnya. Inilah yang kemudian tumbuh menjadi watak sebagian personal atau individu masyarakat kita. Gak korupsi gak bakalan bisa jadi tokoh politik. Dll. Begitulah kira-kira persepsi yang tertanam di benak manusia-manusia Indonesia yang bermasalah atau mengalami kelainan mental. Kita bisa contohkan itu, seperti salah seorang anggota DPR Fadli Zon yang menganggap korupsi itu sebagai sesuatu yang wajar karena itu merupakan oli pembangunan.
III. KORUPSI KARENA PERSEPSI MASYARAKAT YANG SALAH MENGENAI PENTNGNYA STATUS SOSIAL:
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di negara ini bahwa pejabat yang kaya raya jauh lebih dihormati daripada orang biasa atau pejabat yang miskin. Celakanya tidak semua pejabat yang kaya raya mendapatkan kekayaannya itu dengan cara-cara yang benar. Tidak sedikit pejabat menjadi kaya raya karena korupsi, dan mereka tau benar korupsi adalah sebuah lompatan besar untuk menjadi konglomerat mendadak dan dihormati banyak orang.
Ada adagium mafioso yang nampaknya melekat di banyak pikiran koruptor:
“Mencuri sedikit akan menjadikanmu maling. Mencuri banyak akan menjadikanmu kaya raya dan dihormati orang”.
Itulah mengapa koruptor kalau korupsi tidak pernah tanggung-tanggung, baginya kalau bisa korupsi 17 milyar atau bahkan ratusan trilyun kenapa harus korupsi ecek-ecek ratusan juta rupiah?…Oleh karena pemikiran sinting yang seperti inilah, maka orang atau sebagian pejabat banyak yang berlomba-lomba untuk bisa korupsi, hingga mereka bisa menjadi konglomerat, menteri, ketua Parpol, ketua lembaga tinggi negara dan dihormati masyarakatnya.
IV. KORUPSI KARENA MISKIN/LAPAR:
Ada sabda Nabi yang sangat populer, yakni: “Kazdal fakru ayyakuna kufron !”. Jika diterjemahkan secara bebas, maka artinya bahwa kemiskinan itu dapat mendorong seseorang untuk menjadi kafir. Memang ada Sabda Nabi lainnya yang menyatakan bahwa Nabi itu khawatir jika ummatnya diuji dengan kekayaan, sebab akan menjadikannya lupa diri, dan cenderong mendorongnya untuk menjadi kafir atau kufur nikmat. Namun sabda Nabi yang menjelaskan tentang kemiskinan yang akan mendorong seseorang menjadi kafir itu juga perlu diperhatikan. Dan nampaknya karena sebab kemiskinan dan kelaparan inilah seseorang juga berpotensi untuk berbuat korupsi.
Mau cari uang halal dianggapnya susah, sedangkan didepan matanya ada banyak uang yang bisa langsung dibawanya pergi jika ia mau tanda tangan yang melanggar peraturan atau perundang-undangan. Ya tanda tanganlah, dan bergegas pergi membawa uang hasil koropsi itu. Maka jadilah ia koruptor dan berurusan dengan hukum.
Kesimpulan: korupsi ternyata banyak akar sebab musababnya, namun bagaimanapun penegak hukum harus arif dan bijaksana untuk menindaknya. Yang rakus dan tamak juga karena memang sudah menjadi karakternya, hukumlah dengan berat hingga membuatnya jera bila perlu hngga membuatnya mati. Sedangkan yang miskin dan lapar lalu korupsi ecek-ecek ya hukum seperlunya saja yang penting kejahatannya jangan sampai diulangi lagi.
Memang kadang kita harus garang dan ganas melawan penjahat kambuhan, namun kita juga harus lebih arif dan bijaksana menghadapi penjahat kecil yang terpaksa berbuat kejahatan karena miskin dan kelaparan. Mata keadilan hukum memang tertutup untuk melihat siapapun yang ada di hadapannya, namun ia haruslah tetap memiliki mata hati untuk mengasihi siapapun yang semestinya harus dikasihi hingga ia berubah menjadi manusia baik lagi…(SHE).
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat dan Penulis, Ketua Umum HARIMAU PERUBAHAN.
Tulisan ini disampaikan dalam acara Diskusi Terbuka via Google Meet pada Tanggal 09 Desember 2020 yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi se Dunia oleh Masterpeace Pancasila NKRI.