SURABAYA, Beritalima.com|
Belakangan ini, perdebatan soal usia pembatasan kerja ramai mencuat di jagat maya. Banyak lowongan kerja yang memberikan batas maksimal usia 25 tahun bagi para pelamar kerja. Hal tersebut lantas menjadi sorotan. Lantaran, tidak sedikit warganet yang menilai pembatasan usia sebagai bentuk diskriminasi. Benarkah demikian?
Menanggapi hal tersebut, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair), Gitadi Tegas Supramudyo angkat suara. Menurutnya, pembatasan usia kerja adalah suatu kebijakan afirmatif dan dapat diterima.
“Jika kita melihat ini secara positif, maka kebijakan ini sebenarnya fine saja. Apalagi untuk mengakomodir berbagai kebutuhan di era sekarang,” ucapnya.
Eranya Anak Muda
Gitadi menuturkan bahwa kebijakan batas usia merupakan bentuk pemberian kesempatan bagi generasi muda. Terlebih, usia produktif di Indonesia lebih banyak daripada usia non-produktif.
“Kita bisa melihat bahwa ini adalah bagian dari bonus demografi, di mana tenaga produktif lebih banyak sehingga kita perlu mengakomodir mereka,” tutur Gitadi.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unair itu memandang, era digitalisasi ini menjadi peluang dan kesempatan besar bagi anak muda. Generasi muda saat ini lebih melek teknologi sehingga memiliki kemampuan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan kata lain, Gitadi menganggap bahwa penurunan batas maksimal usia kerja sebagai upaya menghadapi tantangan zaman.
“Penurunan batas itu bisa kita anggap kemajuan juga untuk menghadapi tantangan zaman. Saya rasa ini peluang untuk memberikan mereka lapangan kerja yang selama ini telah terdistorsi oleh banyaknya tenaga honorer yang diangkat,” jelasnya.
Perlu Sistem Independen dan Kredibel
Lebih lanjut, Gitadi menilai bahwa kebijakan usia kerja pada dasarnya bersifat afirmatif dan dapat menjadi pertimbangan. Untuk itu, pihak berwenang hendaknya terbuka dalam hal menentukan konsiderasi yang melandasi munculnya kebijakan.
“Saya kira konsiderasi dari kebijakan itu seharusnya juga memasukkan argumentasi kenapa ada batasan,” ujarnya.
Agar kebijakan batas usia terimplementasi dengan baik, menurut Gitadi perlu adanya sistem yang ideal. Pasalnya, tidak sedikit sistem rekrutmen kerja yang bermasalah dengan batasan usia.
“Banyak contoh kasus rekrutmen yang dicurigai bermasalah karena mungkin tidak melibatkan tim atau institusi kredibel,” ucap Gitadi.
Idealnya, lanjut Gitadi, dalam setiap rekrutmen kerja khususnya dari pihak pemerintah, perlu melibatkan tim independen dan kredibel. Hal itu bertujuan untuk memastikan bahwa sistem rekrutmen adil sehingga bebas dari prasangka jual beli jabatan.
“Menurut saya itu menjadi solusi supaya proses rekrutmen itu menjadi fair, supaya proses rekrutmen itu bisa mewadahi peserta. Dengan begitu nantinya bisa menutup segala keraguan dan prasangka permainan jual beli jabatan,” pungkasnya.(Yul)