BANYUWANGI, beritalima.com – Pengalaman tak biasa dialami Tyas Utami, warga Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Niat hati ingin melunasi tanggungan jual beli tanah kepada Hj Santy Yunitawati, di Desa Kepundungan, Kecamatan Srono.
Namun yang didapat, kuasa hukum selaku perwakilan Tyas Utami, malah dilaporkan ke pihak kepolisian.
Kejadian tersebut bermula dari akad jual beli tanah yang dilakukan sekitar 8 bulan lalu antara Tyas Utami dan Hj Santy Yunitawati. Yakni jual beli atas tanah seluas 1.310 meter persegi, dengan Sertifikat No 00606. Dan tanah seluas 1.882 meter persegi dengan Sertifikat No 0647. Kedua bidang tanah berlokasi di Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, atas nama Santy Yunitawati.
Sesuai kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan Pengikatan, tahan dijual dengan harga Rp 500 juta. Perjanjian No 13, tertanggal 9
Juni 2021, yang dibuat oleh Notaris Endy Indra Permana, SH, M Kn, juga menjabarkan bahwa proses pembayaran akan diangsur sebanyak 5 kali.
Namun, setelah Tyas Utami mengangsur sebanyak Rp 300 juta an, mendadak sikap Hj Santy Yunitawati berubah. Bersikukuh bahwa kesepakatan harga tanah adalah Rp 840 juta. Sementara sesuai perjanjian, deadline pelunasan pembayaran terakhir tanggal 15 April 2022.
Mengacu Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan Pengikatan yang dibuat oleh Notaris Endy Indra Permana, SH, M Kn. Hari ini, Jumat (8/4/2022), Tyas Utami, melalui kuasa hukumnya, Mashuri, SH dan Imam Musta’in, SH, mendatangi kediaman Hj Santy Yunitawati, di Desa Kepundungan, Kecamatan Srono.
Niatanya, untuk menyerahkan uang sebesar Rp 190 juta. Uang tersebut adalah kekurangan pembayaran jual beli tanah sesuai perjanjian didepan Notaris Endy Indra Permana, SH, M Kn, yakni senilai Rp 500 juta. Tapi dengan tegas Hj Santy Yunitawati, menolak. Dia bersikukuh bahwa harga tanah yang disepakati adalah Rp 840 juta. Tak berhenti disitu, wanita yang lama berkecimpung di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan jual beli tanah tersebut juga menelepon Kapolsek Srono, AKP Ahmad Junaidi. Dia melaporkan bahwa kedatangan tamu tak diundang serta meminta agar dikirimkan anggota kepolisian kerumahnya.
Aksi pelaporan itu ikut disaksikan H Koni, selaku petugas dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Genteng. Dia ikut dilibatkan oleh pihak kuasa hukum Tyas Utami, setelah diketahui bahwa kedua sertifikat tanah yang diperjual belikan dijadikan agunan hutang piutang oleh Hj Santy Yunitawati.
“Saya tidak mau menerima uang ini. Karena harga tanah yang disepakati adalah Rp 840 juta. Di notariskan dengan harga Rp 500 juta ini kan hanya agar meringankan pajak saja,” ucap Hj Santy Yunitawati.
Disisi lain, pihak Tyas Utami juga ngotot bahwa harga tanah sesuai dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan Pengikatan yang dibuat Notaris Endy Indra Permana, SH, M Kn. Yaitu Rp 500 juta.
Karena pelunasan pembayaran ditolak dengan nada yang semakin keras, terpaksa kedua pengacara Tyas Utami berpamitan.
“Tugas kami mewakili klien kami untuk menjalankan iktikad baik melakukan pelunasan pembayaran sesuai perjanjian yang telah dibuat,” kata Mashuri, SH, selaku kuasa hukum Tyas Utami.
Sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan pada aturan serta Undang-Undang (UU), pada kesempatan tersebut ikut diserahkan surat Somasi kedua kepada Hj Santy Yunitawati.
Terkait upaya lanjutan, Mashuri, SH dan Imam Musta’in, SH langsung melakukan diskusi dengan Tyas Utami. Hasilnya, dalam waktu dekat akan dilakukan upaya hukum.
Keputusan tersebut sepertinya memang cukup masuk akal. Itu dilakukan karena dalam proses jual beli tanah antara Tyas Utami dan Hj Santy Yunitawati, terdapat indikasi cacat hukum serta dugaan tindak pidana.
Pertama, dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan Pengikatan yang dibuat Notaris Endy Indra Permana, SH, M Kn, disinyalir terdapat klausul yang menciderai asal keadilan. Disitu disebutkan bahwa apabila Tyas Utami tidak bisa melakukan pelunasan pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan maka uang yang telah dibayarkan sebelumnya hanya akan dikembalikan sebanyak 20 persen saja. Sementara jika Hj Santy Yunitawati, yang melakukan Wanprestasi tidak ada sanksi apa pun.
Kedua, dalam proses jual beli diduga terdapat unsur penipuan. Mengingat dalam Pasal 7 huruf (b) Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan Pengikatan, disebutkan bahwa dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan tanah milik Hj Santy Yunitawati, disimpan oleh PT Bank Perkreditan Rakyat Genteng. Sebagai jaminan pihak kesatu dan akan diambil bersama-sama jika telah lunas.
“Belakangan, klien kami baru tahu bahwa sertifikat dijadikan agunan hutang sekitar Rp 1 Miliar. Padahal dalam perjanjian ditulis bahwa sertifikat disimpan di BPR Genteng saja,” cetus pengacara yang berkantor di Jalan Karimun, Dusun Resomulyo, Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng ini.
Terakhir, lanjut Mashuri, dalam proses jual beli tanah antara Tyas Utami dengan Hj Santy Yunitawati, terdapat dugaan praktik persekusi. Tercatat pada 26 Februari 2022, Hj Santy Yunitawati, bersama 3 orang diduga preman, mendatangi kediaman Tyas Utami, di kolam pemancingan Desa Kepundungan, Kecamatan Srono.
Dengan disaksikan sejumlah warga, 3 orang yang diketahui bernama Umar Afandi, Agus Hariyanto dan Junaidi, melakukan perbuatan tidak manusiawi kepada Tyas Utami dan sang suami. Mulai dari dibentak-bentak hingga nyaris dipukul dengan menggunakan kursi.
Saat itu, Tyas Utami dipaksa untuk tanda tangan pernyataan bahwa pembelian tanah seharga Rp 840 juta. Dengan kata lain, sisa pembayaran bukan Rp 190 juta lagi, namun Rp 530 juta. Dan jika dalam waktu 1 bulan 15 hari tidak melunasi, maka uang Rp 300 jutaan yang telah dibayarkan oleh Tyas Utami, hanya akan dikembalikan 20 persen saja.
Setelah Tyas Utami dan suami ketakutan, tiba-tiba datang anak dari Hj Santy Yunitawati dengan membawa materai.
“Kami menyesalkan adanya tindakan tersebut. Karena ketakutan, klien kami terpaksa tanda tangan. Kejadian tersebut ada saksinya. Kami akan melakukan upaya hukum,” ujar Mashuri.
Dugaan tindakan persekusi tersebut dibenarkan oleh Ribut Budiono dan Moh Rofiq. Kedua warga Dusun Pekulo, Desa Kepundungan, Kecamatan Srono tersebut menyaksikan dengan mata kepala sendiri perbuatan 3 orang bawaan Hj Santy Yunitawati.
“Mereka diajak ke notaris tidak mau. Tapi bentak-bentak, nantang-nantang. Malah ngangkat kursi juga, mau dikeprukan suami Bu Tyas,” ucap Ribut.
Perlu diketahui, akibat indikasi perbuatan persekusi tersebut, hingga kini Tyas Utami masih shock dan sering merasa ketakutan. Merasa hidupnya tidak aman. Dan kejadian inilah yang melatar belakangi dirinya memilih menggandeng pengacara dalam proses pelunasan jual beli tanah dengan Hj Santy Yunitawati.
Terkait dugaan tindakan persekusi dalam proses jual beli tanah ini, Kapolsek Srono, AKP Ahmad Junaidi, mengaku belum mendapatkan laporan. Demi memastikan kondusifitas keamanan, dia mengimbau pihak korban untuk segera membuat laporan.
“Kita belum mendapatkan laporan,” katanya. (bi)