“Dering teleponku membuatku tersenyum di pagi hari
Kau bercerita semalam kita bertemu dalam mimpi
Entah mengapa aku merasakan hadirmu di sini
Tawa candamu menghibur saatku sendiri
Aku di sini dan kau di sana
Hanya berjumpa via suara
Namun ku slalu menunggu saat kita akan berjumpa…”
(Dekat di Hati, RAN)
Tak butuh waktu lama bagi Bill Shorten, pemimpin Partai Buruh yang menjadi oposisi dalam pemilu di Australia untuk menyampaikan pidato kekalahan sekaligus ucapan selamat pada pemenang pemilu, sang petahana Perdana Menteri Scott Morrison.
Pemilihan Umum di Australia, Sabtu, 18 Mei 2019 berlangsung mengejutkan saat partai koalisi di pihak Morrison, Koalisi Liberal-Nasional, meraih 74 dari total 150 kursi parlemen berdasarkan hitung cepat, Minggu 19 Mei 2019.
Adapun Partai Buruh sebagai oposisi yng dipimpin rival Morrison, Bill Shorten hanya meraup 66 kursi parlemen. Sebuah kemenangan yang dianggap Morrison sebagai ‘miracle’.
“Saya selalu percaya keajaiban,” kata Morrison kepada para pendukungnya, Sabtu tengah malam. Hasil hitung cepat yang masuk hingga 70 persen memastikan partainya kembali berkuasa di parlemen, dan pria 51 tahun itu dapat nyaman mempertahankan kursi perdana menteri.
Kemenangan Morrison terbilang mengejutkan lantaran berbeda jauh dengan jarak pendapat sebelum pemilu berlangsung. Mayoritas survei memprediksi bahwa partai oposisi, Partai Buruh pimpinan Bill Shorten yang akan menang.
Pada saat yang sama, Shorten juga telah mengakui kekalahannya. Sabtu malam di depan para pendukungnya, di Essendon Fields, Melboune, Shorten menyampaikan ‘concession speech’, pidato konsesi, mengakui kekalahan dari ScoMo, mengatakan Partai Buruh tak bisa membentuk pemerintah karena kalah suara, sekaligus pernyataan mundur sebagai pemimpin Partai Buruh, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegagalan di Pemilu 2019.
Didampingi sang isteri Chloe, Bill menyampaikan ucapan selamatnya pada sang pemenang pemilu,
“Demi kepentingan nasional, beberapa saat yang lalu saya telah menelpon Scott Morrison untuk mengucapkan selamat padanya. Saya juga berharap Jenny dan puteri-puterinya berada pada kondisi yang terbaik, dan di atas semuanya, saya berdoa Scott Morrison memiliki keberuntungan, semangat dan keteguhan yang baik, dalam memberikan pelayanan kepada negeri kita yang hebat ini.”
Pemilu Australia dan kekuasaan di negeri kanguru itu berputar-putar dengan cepat. Dalam tempo 12 tahun, sejak John Howard turun tahta dari tampuk perdana menteri yang dipegangnya sejak 1996-2007, setidaknya sudah tujuh kali pergantian kepala pemerintahan berlangsung. Baik karena pemilu, maupun kudeta internal partai.
Dari Kevin Rudd (Partai Buruh 2007-2010), Julia Gillard (Partai Buruh 2010-2013), Rudd lagi (2013), Tony Abbott (Koalisi Partai Liberal, 2013-2015), Malcom Turnbull (Koaliasi Partai Liberal 2015-2018) dan Morrison (Koalisi Partai Liberal) sejak 24 Agustus 2018.
Mungkin karena kebiasaan ganti-ganti pemimpin dalam waktu singkat itulah, kedewasaan politik berkembang begitu bijak. Tak perlu sehari menunggu setelah hitung cepat, pihak yang kalah menelpon yang menang, mengucapkan selamat, dan mendoakan yang terbaik bagi keluarganya, serta dedikasi untuk negeri ke depan. Akan halnya dirinya sendiri, di depan para pendukung setia, mengaku kalah, dan meletakkan jabatan sebagai pemimpin partai.
Bagaimana dengan Indonesia, salah satu negara terdekat di utara Australia?
Sejak dinyatakan menang melalui hitung cepat pascapemilu 17 April lalu, Jokowi telah menerima ucapan selamat dari pemimpin negara sahabat. Jokowi mendapat telepon lebih dari 20 kepala negara maupun kepala pemerintahan berbagai negara, sebut saja Presiden Turki Racep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, PM Malaysia Mahathir Mohamad, PM Inggris Theresa May dan lain-lain.
Ironis memang, sementara di dalam negeri, tradisi seperti ini nyaris tak ada untuk level pemerintahan pusat. Kalau di level daerah, sudah ada beberapa contoh positifnya.
Kamis, 20 September 2012, usai dinyatakan kalah pada ronde kedua Pilkada DKI yang mempertemukannya head to head dengan Jokowi-Ahok, sang petahana Fauzi Bowo selama lima menit menelepon Jokowi. Hal itu diakui sang gubernur terpilih, yang mengaku mendapat ucapan selamat melalui telepon dari rivalnya saat sedang menyantap makan siang di sebuah restoran di Jakarta Pusat.
“Tadi pas saya makan siang, saya terima telpon, saya pikir dari siapa, ternyata dari Bapak Fauzi Bowo,” kata Jokowi.
Diceritakan Jokowi, pada intinya Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo, menelepon dirinya untuk mengucapkan selamat atas perolehan suara sementara dari hasil quick count tersebut.
Mendapatkan telepon dari Foke, Jokowi pun secara spontan langsung meminta maaf kepada calon gubernur incumbent ini. “Saya juga mohon maaf sebesar-besarnya kalau saya ngerepotin selama ini, kalau ada kata yang tidak berkenan,” lanjut Jokowi.
Tidak hanya meminta maaf, Jokowi juga mengungkapkan keinginannya agar dibimbing menjadi Gubernur DKI Jakarta jika telah dilantik.
“Saya mohon ke beliau untuk nanti membantu karena beliau menguasai lapangan dan Pak Foke sudah berikan kesanggupannya,” ungkap Jokowi saat itu.
Foke, mengakhiri pembicaraan dengan ajakan pada Jokowi untuk menengok Balai Kota, ‘kantor baru’ Jokowi pada hari Senin ke depannya. Jokowi sukses menjabat Gubernur DKI kemudian naik tingkat sebagai presiden ketujuh Indonesia.
Di kemudian hari, pada akhir masa jabatan SBY dan sebagian era Jokowi sebagai presiden periode pertama, Foke mendapat kepercayaan sebagai Duta Besar Jerman, negara tempatnya menempuh pendidikan sebagai sarjana arsitek hingga doktor perencanaan tata kota.
Pun demikian di Pilkada DKI 2017. Begitu dinyatakan kalah versi hitung cepat pada putaran kedua Pilkada DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok langsung menelepon dan kirim pesan percakapan telepon pintar kepada Anies Baswedan.
“Saya sudah coba telepon Pak Anies, tapi belum aktif, kirim WhatsApp juga belum dibaca. Saya kira melalui konpers ini, beliau sudah dengar apa yang disampaikan,” kata Ahok, di kantor DPP Partai Nasdem, Gondangdia, dengan menegaskan isi pesannya bermaksud untuk mengucapkan selamat atas keunggulan Anies pada Pilkada DKI.
Senada dengan Ahok, dalam live acara ‘Jakarta Rumah Kita’ di Metro TV, Anies membenarkan hal tersebut. Dia pun membacakan isi WhatsApp Ahok kepadanya.
“Selamat sore, saya coba telepon tapi tidak aktif. Mau ucapkan selamat menjadi Gubernur DKI 2017-2022. Saya siap membantu. Semoga sukses dan salam buat keluarga dan salam buat Pak Sandi,” ujar Anies membacakan isi WhatsApp tersebut.
Saat Ahok mengirim pesan WA itu, Anies menyebut dirinya sedang menghadiri acara di Kantor DPP Gerindra. Anies memasang mode airplane di ponselnya selama acara berlangsung. Setelah acara selesai, sang gubernur terpilih pun mengaktifkan ponselnya dan membaca pesan singkat dari Ahok.
“Kemudian saya balas, ‘Pak Basuki mohon maaf tadi depan acara sehingga posisinya off. Terima kasih atas pengabdian dan uluran tangannya. Saya coba, saya akan telepon kembali’,” kata Anies membacakan pesannya kepada Ahok. Namun, saat Anies menghubungi Ahok, giliran Ahok yang memiliki acara dan nomor ponselnya tidak dapat dihubungi.
Setelah itu Ahok pun menelepon Anies. Menurut Anies, Ahok dan dirinya membicarakan beberapa hal. Ahok menanyakan kabar dan memberikan ucapan selamat kepadanya. Ahok juga kembali menawarkan bantuan untuk persiapan Anies memimpin DKI Jakarta jika ditetapkan sebagai gubernur terpilih. “Dan saya ucapkan, ‘Terima kasih Pak Basuki, kita atur deh ketemuan’,” ucap Anies.
Sebuah tradisi yang baik di level daerah, khususnya Jakarta yang iklim politiknya kerap jadi barometer suhu perpolitikan nasional.
Yang kita tahu pada 2014, Jokowi-JK dinyatakan menang pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014, Prabowo-Hatta menolak rekapitulasi suara KPU pada 22 Juli 2014, lalu menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Saat 21 Agustus 2014, MK menolak secara keseluruhan gugatan tim hukum Prabowo-Hatta, tak juga ada ucapan selamat kepada Jokowi-JK yang dinyatakan menang Pilpres dengan perolehan 53,15 % – 46,85%.
Kebekuan kedua kubu baru mencair saat 17 Oktober 2014 Jokowi mendatangi rumah Kertanegara tempat kediaman Prabowo di Jakarta dan tiga hari berikutnya Prabowo menghadiri pelantikan Jokowi sebagai presiden di Gedung MPR RI.
Bagaimana drama pada 2019 ini, masih kita tunggu bersama. Yang jelas, saat hitung cepat suara pada sore hari usai Pilpres 17 April 2014 belum ada ucapan selamat dari Prabowo, yang seperti mengulang sejarah lima tahun sebelumnya lantang menolak hasil pemilu.
Jokowi kalem menyikapi ini. Seperti disampaikannya usai menghadiri Buka Puasa bersama DPP Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, 19 Mei 2019. Ia menyarankan, bagi pihak yang tak puas terhadap hasil pemilu, silakan gunakan mekanisme dan aturan main yang ada.
“Kita ini sudah menyelenggarakan Pemilu secara langsung bukan sekali-dua kali. Prosesnya itu sudah jelas. Tanggal 17 April yang lalu rakyat sudah memutuskan. Setelah itu ada proses penghitungan. Proses ini semua diikuti. Proses demokrasi memang seperti itu,” kata Jokowi.
Jokowi berharap agar apabila nantinya terdapat pihak-pihak yang merasakan ketidakpuasan atas hasil Pemilu yang ditetapkan, pihak-pihak tersebut bersedia memberikan pembelajaran politik dan demokrasi yang baik dengan mengikuti mekanisme yang tersedia dan menjadi aturan main bersama.
“Yang namanya kalah itu pasti tidak puas. Enggak ada yang namanya kalah terus puas. Nah, kalau merasa ada kecurangan laporkan ke Bawaslu, kalau yang besar sampaikan ke MK,” ungkapnya.
Jadi, kalau tak ada ucapan selamat dari nomor pribadi Prabowo pada Jokowi saat hitung cepat diumumkan -sebagaimana ScoMo mendapatkannya dari Bill Shorten- akankah Jokowi menerima telepon itu pada pengumuman hasil rekapitulasi suara KPU 22 Mei 2019 nanti?
Atau, akankah ponsel Jokowi berbunyi dari sebuah nomor yang diawali dengan kode +673, kode negara Brunei Darussalam?
(JJO)