SURABAYA – beritalima.com, Djie Kian Sioe (75) bos toko emas di Madiun yang menjadi terdakwa dugaan pemalsuan kwitansi jual-beli tanah mengajukan nota keberatan atau eksepsi tehadap surat dakwaan jaksa. Dalam eksepsinya, terdakwa melalui kuasa hukumnya Pieter Talaway berpendapat kasus ini tidak layak di sidangkan sebab bukan kategori pidana, melainkan perdata,
“Ini kasus perdata dan bukan pidana, kasus ini juga tidak layak disidangkan sebab sudah dua kali di SP3 kan oleh kepolisian, serta ada tiga putusan perdata yang sudah inkrah, yang memenangkan terdakwa Dji Kian Sioe. Terdakwa juga tidak ada hubungan hukum dengan Ferry Soetanto dan Sinjaya selaku pihak pelapor,” kata Pieter dalam nota pembelaan. Selasa (20/3/2018).
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendro Sasmito menjelaskan, kasus ini berawal dari kesepakatan jual beli sebidang tanah di Jalan Agus Salim antara Ferry Soetanto (pembeli) dan Sinjaya alias Tan Tiauw Sin pada April 2004. Dari kesepakatan itu, maka dibuatlah akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor 43 dan Akta Kuasa Nomor 44 tertanggal 26 April 2004 di notaris Yuonne Erawati dengan alasa hak SHM Nomor 2064.
Kemudian tiba-tiba muncul nama Djie Kian Sioe yang mengklaim bahwa tanah yang dibeli Ferry merupakan miliknya. Djie Kian Sioe melakukan klaim atas tanah tersebut dengan dasar adanya kwitansi tertanggal 8 Desember 1995 yang ditandatangani oleh Suherman. Dalam kwitansi tersebut tertulis bahwa Suherman telah menerima uang Rp 70 juta dari Djie Kian Sioe untuk pembayaran tanah di Jalan Agus Salim dengan SHM Nomor 2064.
“Namun terdapat kejanggalan dalam kwitansi tersebut. Kejanggalannya yaitu SHM Nomor 2064 diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Madiun tanggal 8 Juli 1998 tetapi ditulis pada kwitansi tertanggal 8 Desember 1995. Sehingga tidak mungkin SHM Nomor 2064 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Madiun tanggal 8 Juli 1998 dapat ditulis pada kwitansi tertanggal 8 Desember 1995 atau tiga tahun sebelum terbit SHM tersebut,” ungkapnya saat ditemui di PN Surabaya, pada Kamis (15/3/2018) lalu.
Kejanggalan tersebut diperkuat lagi dari keterangan Suherman yang mengaku tidak pernah membuat surat pernyataan dalam kwitansi jual beli tertanggal 8 Desember 1995. “Suherman juga mengaku tidak pernah menjual tanah dan rumah di Jalan Agus Salim dengan SHM Nomor 2064 kepada terdakwa Djie Kian Sioe,” tegasnya.
Jaksa Hendro menambahkan, kemudian pada 22 Februari 2017 Churniawan selaku kuasa hukum terdakwa Djie Kian Sioe pada persidangan perdata di Pengadilan Negeri Madiun mengajukan alat bukti surat berupa fotocopy kwitansi tersebut.
Akibat perbuatan terdakwa Djie Kian Sioe, Ferry kehilangan hak miliknya atas tanah di Jalan Agus Salim, Madiun dan mengalami kerugian Rp 5 miliar. “Perbuatan terdakwa Djie Kian Sioe diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP,” pungkasnya. (Han)