Miliki Wewenang Dalam PEN, Anis Minta OJK Jaga Objektifitas dan Profesionalitas

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Salah satu dari sekian wewenang yang diberikan kepada Ororitas Jasa Keuangan (OJK) dalam program pemulihan ekonomi nasional adalah penilaian kesehatan perbankan. Dalam penilaian, OJK menggunakan metode sesuai peraturan OJK No: 8/POJK.03/2016.
Penilaian tingkat kesehatan bank umum menggunakan pendekatan resiko atau risk base bank rating berstandar list yang komprehensif terhadap kinerja profil resiko permasalahan dihadapi dan prospek penerimaan bank.

Karena itu, politisi senior di Komisi XI DPR RI yang membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan, Dr Hj Anis Byarwati mempertanyakan tingkat relevansi pendekatan resiko selama masa wabah pandemi virus Corona (Covid-19) di saat fakta menunjukkan semua sektor ekonomi terpukul. “Apakah pendekatan yang dilakukan OJK tersebut masih relevan? Dan, dimana tingkat relevansinya?,” kata Anis dalam keterangan tertulis yang diterima Beritalima.com, Rabu (17/6) malam.

Politisi senior yang juga ekonom Ekonomi Syariah itu mempertanyakan masalah ini dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat di Komisi XI DPR RI dan bermitra dengan OJK dan Perbankan. Dalam keterangan pers itu, wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur itu juga menyoroti pemberlakuan kebijakan relaksasi bank umum konvensional dan bank umum syari’ah terkait dampak yang ditimbulkan dengan pelaporan, perlakuan (goverments) atas kredit yang direstrukturisasi.

Selain itu, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mempertanyakan bagaimana dampaknya terhadap penyesuaian implementasi beberapa ketentuan perbankan selama relaksasi dan dampaknya terhadap penundaan implementasi Basell III Reform.

Terkait penilaian kesehatan bank wewenang OJK meliputi kualitatif dan kuantitatif, Anis menyoroti aspek kualitatif yang sangat mungkin penilaian bersifat subjektif. Unsur yang dinilai secara kualitatif diantaranya tata kelola resiko, kerangka managemen resiko, proses managemen resiko kecukupan SDM, sistem informasi managemen, dan pengendalian resiko dengan memperhatikan karakteristik dalam kompleksitas bank.

Tidak dapat dipungkiri, kata Anis, semua aspek ini sangat subjektif. “Kita ingin tahu, bagaimana dan apa usaha OJK untuk mempertahankan objektifitas penilaian ini, sehingga informasi yang diberikan kepada menteri keuangan adalah informasi yang objektif dan akurat,” kata dia.

Hal lain yang menjadi pertanyaan politisi ini bagaimana proyeksi OJK terhadap tingkat keberhasilan dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk bagian yang menjadi core kewenangan dan tugas OJK serta dampak dari kebijakan yang diambil OJK dalam rangka memberi stimulus pada industri jasa keuangan. “Bagaimana proyeksi tingkat keberhasilan dari program PEN dan bagaimana dampak stimulus pada industri jasa keuangan terhadap anggaran OJK hingga 2023?”.

Anis juga mengomentari rilis yang dikeluarkan Satuan Tugas (Satgas) Investigasi, 22 Mei 2020 tentang 50 fintech ilegal berkedok koperasi simpan pinjam karena penyebutan beberapa nama koperasi telah memancing reaksi dan gelombang protes. Dan, ketika gelombang protes terjadi, Satgas mengeluarkan rilis susulan, 29 Mei 2020 sebagai koreksi atas rilis terdahulu dengan menyebutkan beberapa fintech ternyata bukan fintech ilegal.

Anis mengingatkan agar kasus seperti ini jangan terulang lagi karena sangat terkait dengan profesionalitas OJK. Walaupun sudah dikeluarkan rilis baru, tidak serta merta membuat koperasi yang disebut namanya itu terpulihkan. “Recoverynya tidak semudah itu. Dan, profesionalitas OJK disoroti masyarakat,” demikian Dr Hj Anis Byratwati. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait