TRENGGALEK, beritalima.com
Meminimalisir adanya kesalahan dalam penggunaan Dana Desa (DD) yang diarahkan untuk percepatan penanganan dampak virus corona (Covid-19), Komisi I DPRD Kabupaten Trenggalek secara langsung melaksanakan kegiatan turun kebawah (turba). Hal itu dilakukan dalam rangka mengevaluasi penggunaan Dana Desa (DD) tersebut. Dari hasil evaluasi tersebut Komisi I menemukan banyak permasalahan, utamanya terkait pendataan penerima BLT (bantuan langsung tunai_red).
Agar masalah dimaksud tidak berlarut dan jadi kendala dilapangan, maka Komisi I pun mengundang pihak terkait yakni Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta beberapa Kepala Desa dan Camat untuk rapat kerja bersama. Agenda pembahasannya adalah mengenai Penggunaan Dana Desa (DD) dalam penanggulangan pandemi Covid-19 atau virus Corona pada Rabu (29/4/2020).
Dikonfirmasi beritalima.com, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Trenggalek, Husni Taher Hamid menjelaskan, dalam evaluasi pendataan penerima BLT di Desa ternyata masih banyak memiliki kendala terutama mengenai kriteria miskin ditengah masyarakat.
“Karena kriteria warga miskin yang akan menerima BLT, sesuai undang-undang yang ada harus memenuhi 14 indikator,” sebutnya.
Menurut dia, pencairan dari BLT itu sebelumnya harus ditetapkan dahulu data sasaran bantuan (penerimanya) sehingga akan mempermudah dalam penyalurannya. Sedangkan validasi data penerima, semestinya telah diverifikasi oleh pihak pemerintah desa melalui Musdes (musyawarah desa_red). Akan tetapi fakta dilapangan masih banyak data yang belum valid karena disinyalir beberapa desa belum melaksanakan pendataan.
“Belum terlaksananya itu bukan karena pihak Kepala Desa tidak mau. Namun, lebih kepada adanya pemenuhan kriteria atau kategori penerima yang sulit dicari ketika berpedoman pada indikator kemiskinan menurut versi BPS (Badan Pusat Statistik),” imbuhnya.
Adanya ketentuan dari kriteria miskin tersebut, sambung Politisi Partai Hanura itu yang menjadi salah satu penyebab kesulitan, karena memang standarisasi dimaksud untuk saat ini sulit dicari. Jadi, dalam kriteria tidak menyebutkan semua warga miskin yang tidak bisa makan itu disebut sebagai orang miskin. Padahal, dalam 14 kriteria yang ada telah di cover lewat program bantuan PKH dan BPNT ataupun program berjalan lainnya.
“Sedangkan ketika pihak desa benar-benar mencari ke-14 kriteria tersebut di Desa, mungkin paling tidak hanya mendapatkan lima atau sepuluh warga miskin. Jadi sebenarnya, kepala desa bukan tidak menjalankan akan tetapi karena adanya kesulitan yang mendasari terganggunya pendataan,” ujar Husni.
Misalnya dalam mengajukan data ini, tandas dia, tidak mungkin pemerintah desa menerangkan sesuatu yang asal-asalan. Karena semua harus sesuai kondisi riil diwilayah, sehingga kepala desa harus mengajukan sesuai data valid bahkan mereka juga harus mempertanggungjawabkan hasil data itu. Berbeda jika kepala desa sebenarnya sudah memiliki data namun memang tidak diajukan, itu bisa menjadi masalah lain.
“Substansi rapat ini sendiri sebenarnya untuk mendorong pihak desa agar segera menentukan pendataan BLT. Karena saat ini juga ada program KPE milik Pemkab,” tukasnya.
Dalam kaitan Kartu Penyangga Ekonomi (KPE), kata Husni, itu merupakan program dari Bupati. Menggunakan dasar data dari Dinas Sosial (Dinsos) yang jumlahnya hingga puluhan ribu. Sehingga, jika BLT di Desa itu dijalankan, maka orang yang telah masuk program KPE konsekwensinya tidak akan mendapat bantuan lewat BLT.
“Masalahnya disini, dengan pengambilan data BLT yakni dari sisa warga miskin yang belum tercover. Sedangkan kriteria BLT saat ini sangat sulit dicari,” tandas Husni (her).