Minta Diproses Hukum, Aktivis Gema 1977-1978 Layangkan Surat Terbuka Buat Kapolri

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Aktivis Pergerakan Mahasiswa (Gema) 1977-1978 melayangkan surat terbuka kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang baru saja dipercaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan posisi Jenderal Polisi Idham Aziz sebagai Kapolri.

Surat terbuka 1 Februari 2021 tersebut terkait kasus penghinaan agama dan rasis yang tidak ditangani atau mandeg setelah dilaporkan ke aparat kepolisian.

“Hampir 100 aktivis Gema 1977-1978 dari berbagai Perguruan Tinggi di tanah air kala itu mendukung surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo ini,” kata Dr H Muhammad Nizar Dahlan yang tergabung dalam aktivis 1977-1978 kepada Beritalima.com di Jakarta, Rabu (3/2) pagi.

Selain Nizar Dahlan, aktivis 197701978 yang ikut memberi dukungan surat terbuka adalah pengacara kondang, Maqdir Ismail, Harun Alrasyid, Imam Santoso, Hatta Taliwang, M Natsir Abbas, Nurdin Lubis, Musni Umar dan Sayuti Asathri.

Dalam pembukaan surat terbuka itu, Aktivis Pergerakan 77-78 mengucapkan selamat atas terpilihnya Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengucapkan selamat karena mendapat amanah sebagai Kapolri.

Aktivis Gema 1977-1978 terkesan dengan beberapa pernyataan awal saat Lystianto menjalani fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) di depan Komisi III DPR RI dan setelah dilantik menjadi Kapolri di Istana Merdeka, Jakarta beberapa waktu lalu.

Pada kesempatan itu, Listyo berjanji bakal menegakkan hukum dengan adil, tidak tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Dalam catatan aktivis Gema 1977-1978, ketidakadilan dalam penegakan hukum selama ini banyak terjadi dimana jika pelanggaran dilakukan pendukung kekuasaan tidak diproses dan terkesan dibiarkan.

Untuk hal itu, Gema 1977-1978 sangat sepakat terhadap janji Listyo untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Untuk itu pula, Gema meminta Kapolri harus benar-benar bertindak dengan menghormati dan menjunjung tinggi asas kesamaan hak di hadapan hukum atau equality before the law.

Hemat Gema, kasus yang sangat berbahaya selain korupsi dan narkoba adalah kasus ujaran kebencian bernuansa Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA). Jika dibiarkan dan tidak diproses, bisa berakibat terjadinya disintegrasi/ perpecahan bangsa. Dan, ini sesuatu yang tidak dinginkan terjadi.

Pengamatan Gema menunjukkan, beberapa buzzer dan atau influencer memanfaatkan media sosial (medsos) melakukan serangan penghinaan dan pelecehan terhadap sejumlah tokoh, pemuka agama–terutama ulama agama Islam. Bahkan menyerang secara brutal terhadap ras seperti yang dilakukan tersangka Amronicus Nababan. Gema mengapresiasi tindakan cepat Polri, dengan menahan yang bersangkutan.

Selain itu, beberapa buzzer juga pernah dilaporkan kalangan masyarakat, diantaranya Denny Siregar dilaporkan sebuah pesantren di Tasikmalaya yang sampai sekarang belum diproses, kasus Abu Janda, yang dalam catatan kami telah dilaporkan ke polisi 6 kali.

Laporan Polisi (LP) dimaksud, meliputi: 1. Penghinaan Bendera Tauhid. LP No. TBL/6215/XI/2018/PMJ/Dit. Reskrimsus tertanggal 14 November 2018.
2. Pencemaran nama baik dilaporkan Ustad Maaher At Thuwalibi. LP No. LP/B/1010/XI/2019/BARESKRIM tertanggal 14 November 2018. 3. Menghina Agama Islam. LP No. STTL/572/XII/2019/BARESKRIM tertanggal 10 Desember 2019. 4. Dilaporkan Sultan Pontianak karena menghina Sultan Hamid II. LP No. STTp/351/VII/2020 tanggal 9 Juli 2020. 5. Ucapan rasis pada kasus Natalius Pigai. LP No. STTL/30/I/2021/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021. 6. Unggahan status Islam Arogan. LP No. LP/B/0056/I/2021/Bareskrim tanggal 29 Januari 2021.

Gema dalam surat terbuka itu mengatakan, membaca tulisan (posting) Permadi Arya alias Abu Janda, sungguh sangat keterlaluan yang menjurus penghinaan terhadap Agama Islam. Disebutkan Abu Janda, agama Islam itu arogan.

Karena itu, berbagai kalangan ormas pemuda dan mahasiswa Islam di pusat dan berbagai daerah merasa sangat tersinggung, tidak terkecuali berbagai tokoh partai politik telah menyampaikan pendapatnya, agar Polri segera memproses dan menangkap Permadi Arya. Pemuka Nahdhatul Ulama dan pimpinan Muhamadiyah juga mengeluarkan pernyataan agar Kapolri melakukan tindakan yang cepat dan lugas.

Gema berpendapat, Permadi Arya tidak bertindak untuk dan atas dirinya. Ada kesan, ada pihak yang dapat diklasifikasikan sebagai ‘pembina/orang kuat’ di belakang tindakan pelanggaran kepatutan dan hukum. Ini seolah menyebabkan berbagai laporan atasnama Permadi Arya tidak/belum diproses, yang karena itu pula terkesan kuat sebagai tidak tersentuh hukum.

Merujuk pernyataan (calon) Kapolri dalam fit and proper test di depan Komisi III DPR RI yang memberikan jaminan akan memproses kasus-kasus dianggap telah melanggar hukum tanpa pandang bulu, hemat kami, fakta hukum Permadi Arya sangat layak diproses secara hukum. Yang bersangkutan telah menghina agama dan rasis serta kerap menyebar ujaran kebencian yang dewasa ini, sangat meresahkan masyarakat.

Gema 1977-1978 meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar enam kasus dugaan terhadap penghinaan terhadap Agama Islam, pelecehan terhadap ulama dan tokoh serta ucapan rasis terhadap Natalius Pigai dari Abu Janda, segera diproses secara hukum melalui peradilan umum bersifat terbuka. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait