SIDOARJO, beritalima.com- Diki, pemuda asal Jedungcangkring RT 13 RW 03 Kec. Prambon, Sidoarjo, setelah menjalani hukuman 6 bulan penjara dengan dakwaan yang tidak pernah perbuatan pencurian, dengan ini kami meminta keadilan ke Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatu Ulama (LPBH NU) Sidoarjo serta ke kantor balai wartawan Sidoarjo.
Ia datang didampingi Rendi (kakak kandung) serta Akhmad Nashoihul Ibad dan Ngateni (ibu kandung Ibad). Diki dan Ibad dalam kasusnya didakwa melakukan pencurian kotak amal. Saat ini kasusnya disidangkan di PN Sidoarjo.
Mereka sebelumnya mengaku dan bersumpah tidak pernah melakukan pencurian kotak amal milik masjid di desanya yang dituduhkan terjadi 20 Mei 2016 lalu.
Keduanya divonis bersalah oleh hakim PN Sidoarjo dengan Hakim Ketua Erly Soelustyarini dan dua Hakim Anggota Eko Supriyono dan Yohanes Hero Sujaya dengan hukuman penjara 6 bulan pada 19 Oktober 2016. Keduanya keluar atau bebas dari Lapas Kelas llA Delta Sidoarjo pada bilan Nopember 2016.
Pencurian kotak amal dinilainya hanya rekayasa oknum anggota polisi berinisial STJ dan juga Suyitno oknum aparat Desa Jedongcangkring yang sebelumnya pernah berseberangan dalam pemilihan kepala desa dengan orang tua kedua terpidana pencurian kotak amal. Yang mana jago calon kades kedua oknum itu kalah dalam pemilihan.
Rendi kakak Diki menceritakan di kantor LPBH NU Jalan Airlangga Sidoarjo, dan diterima oleh di Ketua LPBH NU Sidoarjo, S Makin Rahmat. Kasus itu bermula pada tahun 2015. Saat itu dilaporkan kotak amal masjid di desanya dicuri oleh maling. Namun kasus itu tidak terungkap siapa pelakunya saat itu. Hingga selama setahun, pelakunya juga tidak tertangkap.
Pada tahun 2016, tepatnya tanggal 20 Mei, ada kasus pencurian ayam milik anggota polisi di desa setempat. Oleh korban pelakunya diselidiki dan diduga pelakunya adalah Fian pemuda setempat. Setelah Fian diinterogasi oleh aparat, akhirnya Fian mengaku yang bagian menjual ayam curian itu adalah Ibad.
Anggota polisi yang tugas di Mapolsek Prambon selaku korban ayamnya yang hilang itu, akhirnya mengajak Fian menemui Ibad. Setelah ketemu Ibad, mengobrol ke sana kemari, Ibad mengaku tidak tahu kalau ayam yang dimintakan Fian untuk menjual itu adalah hasil curian dari milik anggota polisi yang juga satu desa.
“Saat saya dipanggil dan ditemui polisi itu, yang bersangkutan tidak keberatan soal ayamnya yang hilang. Tapi saya disuruh mengakui menjadi pencuri kotak amal di Masjid Al Abror. Saya mulanya keberatan dan tidak mau karena pencurian itu tidak pernah saya lakukan. Saya hanya disuruh menjual ayam curian kok disuruh mengakui curi kotak amal. Setelah di pressure berbagai cara, saya takut dan akhirnya saya terpaksa mengakui,” kata Ibad yang mengaku ditemui di sekitara rel KA kawasan Prambon.
Ibad juga merasa heran dan aneh. Yang mencuri ayam itu Fian dan dia yang menjual, dirinya dipaksa mengakui mencuri kotak amal bersama Diki anak Salamun, teman sekampungnya yang dulu orang tuanya juga beda dukungan dalam pemilihan kades. Ibad mengaku terus dipaksa dan disuruh mengakui kalau waktu itu mencuri kotak amal dengan Diki.
“Sampai saya disidang di Balai Desa Jedongcangkring dengan disaksikan orang banyak dipaksa mengaku dalam mencuri kitak amal dengan Diki. Saya tak kuat dan terpaksa saya harus mengaku nyolong kotak amal dengan Diki. Setelah mengaku, saya dan Diki lansung dibawa dan dijebloskan ke bui Mapolsek Prambon,, sedangka Fian yang semula ada, hilang dan sampai sekarang keberadannya tidak saya ketahui,” imbuh Ibad dengan di amini oleh Ngateni ibu kandungnya.
Rendi kakak Diki menambahkan, keduanya itu tidak pernah melakukan atas vonis mencuri kotak amal yang diputuskan Hakim PN Sidoarjo. Dalam kasus ini, keluarganya juga mencari keadilan dengan melaporkan aparat desanya bernama Suyitno ke Polda Jatim dan di disposisikan ke Polresta Sidoarjo.
Suyitno dilaporkan karena memberikan keterangan palsu bahwa 20 Mei 2016 telah terjadi lagi pencurian kotak amal di Masjid Al Abror kali kedua yang dilakukan Ibad dan adiknya. Padahal, sesuai dengan keterangan tertulis dari Kepala Desa Jedongcangkring Soedikman Pribadi tertanggal 9 Nopember 2016, di desanya tidak terjadi pencurian kotak amal di Masjid Al Abror.
“Tapi kesaksian Suyitno selaku aparat desa yang rumahnya dekat masjid tersebut, mengaku ada pencurian kotak amal kedua kalinya. Suyitno memberikan keterangan palsu sehingga adik saya dan Ibad divonis bersalah oleh hakim yang menyidangkan,” tandas Rendy.
Laporan yang dilakukan, jelas Rendi, sudah dilakukan sejak Desember 2016 lalu. Namun sampai sekarang prosesnya tidak ada tindak lanjutnya. “Saya dan ada empat saksi lainnya, yakni Ngateni, Salamun, Ibad dan Hanafi, sudah dipanggil oleh Unit Pidana Umum Satreskrim Polresta Sidoarjo. Tapi kejelasannya sampai sekarang tidak jelas. Sudah setahun lebih laporan saya masuk, tapi tidak ada kejelasan kasusnya. Terakhir saya konfirmasikan ke Unit Pidum, masih dalam penyelidikan,” papar Rendi kesal.
Sementara itu, Ketua LPBH NU H. S Makin Rahmat membenarkan adanya konsultasi yang dilakukan oleh keluarga Diki dan Ibad alam soal kasuistik yang dinilainya menarik itu. Makin menarik karena melibatkan oknum dalam merekayasa kasus yang terjadi.
“Kedua keluarga itu masih sebatas konsultasi soal kasus yang dialami. Setiap warga negara berhak mencari dan mendapat keadilan jika sampai ada perlakuan yang tidak pernah dilakukan, tapi dituduhkan bahkan disalahkan,” tegas Makin dengan menyebut akan mempelajari kasus yang diutarakan oleh kedua keluarga tersebut,pungkasnya(kus).