BONDOWOSO, beritalima.com – Masyarakat Dusun Klabengan, Desa Banyuwulu dan Dusun Biser, Desa Gubrih, Kecamatan Wringin, harus berjuang keras untuk menikmati kebutuhan dasar mereka.
Mulai dari akses kesehatan, listrik, hingga kebutuhan primer sehari-hari. Akibatnya sektor perekonomian didaerah tersebut sangat rendah. Bahkan rata-rata warga setempat dikatagorikan miskin.
Pasalnya, satu-satunya jalan yang menghubungkan 500an kepala keluarga di wilayah itu terbilang sangat sulit aksesnya. Karena, belum diaspal dan bahkan hanya batuan dan tanah.
Lebih-lebih ketika musim penghujan datang. Nyaris tak ada kendaraan warga yang bisa lewat di jalan sepanjang 5 kilometer. Hingga, membuat warga terisolir.
“Itu diperkirakan sekitar 5 kilometer dari akses di bawah, dari yang sudah ditata batu ya. Kalau tanah saja itu sekitar 2 kilometer,” kata M. Rois, salah seorang tokoh muda di Desa Banyuwulu.
Akibat kondisi jalan yang rusak ini, mereka harus merogoh kocek lebih banyak untuk membeli kebutuhan pokok. Contohnya, harga gas elpigi 3 kilogram yang biasanya cukup dibeli dengan harga Rp 20 ribuan. Warga disana membelinya dengan harga Rp 28 ribuan.
“Kebutuhan sehari-hari mereka ya turun, kadang seminggu sekali. Pedagang ada disana, tapi harganya melonjak. Sesuai akses jalan,” katanya.
Tak hanya itu, ketika ada warga yang hendak melahirkan atau berobat ke Polindes. Biasanya, warga sekitar bergotong royong membopong dengan tandu menuju layanan kesehatan.
“Kalau musim hujan mau dibopong naik kendaraan apa. Lah kendaraan tak bisa lewat,” jelasnya.
Pria akrab disapa Rois ini mengaku, kondisi warga disana juga sangat memprihatinkan. Karena mayoritas warga memang masuk kategori tak mampu. Bahkan, kebanyakan rumah warga disana masuk kategori Rumah Tak Layak Huni (RTLH).
Sedangkan, tiang listrik juga tak bisa masuk kesana. Kalaupun masyarakat hendak menikmati listrik, mereka harus memasang kabel dengan jarak 500 meter hingga 1 kilometer ke rumah warga di bawah.
“Akses kesana itu, untuk material saja hanya ada dua pengendara. Itu pun harus musim kemarau saja,” jelas Rois.
Untuk sekolah berada depan jalan menuju dusun-dusun tersebut. Jadi, anak sekolah cukup jalan kaki.
Sebenarnya, kata Rois, selama ini pemerintah desa sudah memberikan perhatian. Seperti bantuan langsung tunai bagi warga tak mampu, Program Keluarga Harapan, pengerasan jalan.
Namun, anggaran Pemdes sendiri sangat terbatas. Lebih-lebih saat pandemi Covid-19 saat ini.
Tak mungkin, semua DD/ADD dikonsentrasikan di titik tersebut saja. Harus berbagi dengan dusun lain.
“Tak usah muluk-muluk minta diaspal, dilakukan pengerasan jalan saja mereka sudah senang. Seperti tahun lalu, ada pengerasan jalan sepanjang 200 meter oleh Pemdes,” katanya.
Ia sendiri heran karena sebenarnya selama ini sudah banyak pejabat yang datang kesana. Melihat langsung kondisi warga. Bahkan, juga sering pihaknya melakukan pengajuan.
Namun, hingga saat ini tak ada satu pun janji yang terealisasi. “Sampai saat ini belum nampak lah pembangunan dari Pemerintah daerah,” urainya.
Karena itulah, dirinya berharap adanya perhatian pemerintah. Tak usah muluk-muluk mengaspal jalan, pengerasan jalan saja sudah luar biasa bagi warga.
“Tiap musim hujan datang, warga itu urunan dan gotong royong beli kayu terus dibuat jalan di atas tanah yang berair,” pungkasnya.(*/Cha)