SURABAYA – beritalima.com, Nasib miris menimpah enam orang lanjut usia (lansia), penghuni rumah di Jalan Teuku Umar No. 18 Surabaya. Mereka terancam “diusir” secara paksa oleh jurusita Pengadilan Negeri Surabaya dari rumah yang sudah ditempatinya lebih dari 50 tahun, pada Kamis 10 Agustus 2023 lusa.
Para lansia yang bakal benasib miris tersebut adalah, Felix George Umboh (73), Grace Oriana Umboh (72), Ivonne Venny Vivian Umboh (70), Maureen C Umboh (69), Jefferson Thomas Umboh (65) dan Franklin Benjamin Umboh (63).
Eksekusi bakalan terjadi setelah Pemohon Eksekusi, BS mendaftar di Pengadilan Negeri Surabaya. Hal itu berdasarkan putusan gugatan pemohon yang diduga suami dari seorang notaris di Surabaya itu terhadap Felix.
Anak tertua dari almarhum Olga tersebut, sebelumnya juga dilaporkan kepada pihak yang berwajib atas pasal penyerobotan lahan. Namun hingga kasasi, putusannya yaitu Felix tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan.
Hizbul Maulana, kuasa hukum para lansia (selain Felix) menjelaskan bahwa para lansia tersebut merupakan ahli waris (anak kandung) Olga Umboh Jacob (alm), pemilik objek sengketa. “Dasar kepemilikan itu berupa Surat Izin Sementara Nomor : 636/IX/1965 29 September 1965, yang diperoleh setelah mencabut Surat Izin Kepala Rumah Nomor: 297/KR/62, 24 April 1962 atas nama Hilda Altje Pinontoan Pussung,” jelas pengacara dari H&A Law Office tersebut, Senin (7/8/2023).
Dia menambahkan, dalam Surat Izin Kepala Rumah (SIKR) tersebut tercantum pemilik rumah adalah N.V Bouw Mij Atlas, Jl. Sasak Nomor 69 Surabaya, dengan kuasa Ali Ba’agil, Jalan Rajawali Nomor 1 Surabaya. “Almarhum Nyonya Olga telah memberi ganti rugi sebesar Rp 24 juta kepada penghuni sebelumnya yaitu Hilda Altje Pinontoan Pussung tahun 1965,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Hizbul menerangkan perselisihan mengenai hak atas objek itu sendiri terjadi ketika pada 1995, Olga mengajukan permohonan perpanjangan SIKR. Namun, pada 4 dan 11 Mei 2010, tiba-tiba datang surat panggilan dari Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya yang ditujukan kepada Olga. “Karena sudah berusia lanjut, Pak Felix selaku anak tertua mewakili Olga mendatangi surat panggilan tersebut. Disampaikan, bahwa per 15 April 2010 Pemkot Surabaya memblokir Surat Ijin Perumahan (SIP) atas objek sengketa tersebut,”.terangnya.
Menurut Hizbul, pemblokiran tersebut berdasarkan permohonan dari BS dengan dalih bahwa dia telah membeli objek tersebut atas alas hak SHGB No 971, dengan nama pemilik Hajjah Noorjasni. Dan jual beli tersebut tertuang dalam akta dengan nomer 61/2009, 08 Desember 2009, dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, A. A. Andi Prajitno. “Pada 12 Februari 2010, terhadap SHGB tersebut telah dibalik nama menjadi atas nama BS. Anehnya, pihak Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemkot Surabaya saat itu menyampaikan penawaran dari BS, untuk memberikan pesangon sebesar Rp400 juta agar mengosongkan objek sengketa, namun keluarga menolaknya,” bebernya.
Saat disinggung terkait eksekusi yang akan dilaksanakan PN Surabaya, Hizbul secara tegas menyampaikan telah melakukan upaya hukum berupa gugatan perlawanan. “Kita sudah melakukan perlawanan, saat ini masih dalam tahap kasasi,” ujarnya seraya menunjukkan memori kasasi dan surat permohonan penangguhan eksekusi.
Terhadap kasus yang ditanganinya saat ini, Hizbul mengaku sangat keheranan. Sebab, terdapat banyak kejanggalan di dalamnya. “Pertama, akta jual beli antara Noorjasni itu dasarnya apa ? tidak ada sidang PS (pemeriksaan Setempat) waktu gugatan terhadap Felix. Dia bukan pihak yang menguasai objek yang ditempati klien kami. Kok tiba-tiba muncul SHGB atas namanya,” ucapnya.
Selain itu, pada saat pemohon eksekusi mengajukan gugatan, Hizbul mempertanyakan terkait pihak yang digugat. Dalam gugatan tersebut, hanya Felix yang digugat, “Seharusnya saat mengajukan gugatan itu ya semuanya dong. Keenam lansia ini. Dan perlu diingat, pidana yang dilaporkan itu tidak terbukti bahwa Pak Felix itu melakukan penyerobotan lahan. Dan juga masih ada upaya hukum yang belum Inkracht. Setidaknya pelaksanaan eksekusi bisa ditangguhkan,” ungkapnya.
Untuk mempertegas pernyataannya tersebut, Hizbul mencontohkam satu eksekusi yang ditangguhkan oleh PN Surabaya. Dia mengatakan bahwa eksekusi tersebut ditangguhkan sebab ada gugatan perlawanan juga.
Terpisah, Humas PN Surabaya Anak Agung Gede Agung Pranata membenarkan rencana pelaksanaan eksekusi rumah tersebut. Menurutnya, pihaknya tetap bakal melakukan eksekusi sesuai jadwal yang sudah ditentukan. “Benar, Mas, jadwal eksekusi terlampir pada Kamis (10/8/2023) pagi yang akan dilakukan oleh jurusita,” katanya.
Terpisah, Benjamin Franklin anak bungsu Olga saat ditemui menyampaikan dirinya beserta saudara-saudaranya berharap mendapat keadilan. Objek rumah tersebut merupakan warisan turun temurun yang ditempati oleh keluarganya. “Kami mohon keadilannya. Batalkan eksekusinya. Ini rumah warisan yang keluarga kami tempati. Kalau dieksekusi kami tinggal dimana. 58 tahun kami sekeluarga tinggal disini,” tuturnya dengan mata sembab. (Han)