Mitos Ritual ‘Pesugihan’ Dibalik Keindahan Gunung Kawi

  • Whatsapp

MALANG, beritalima.com | Tempat wisata baru bernama Lembah Indah Malang muncul. Letaknya yang berada lembah gunung Kawi menyuguhkan pemandangan hamparan pegunungan dan perkebunan warga, layaknya dataran tinggi di eropa.


Berada di Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, tempat wisata ini tergolong baru, bahkan masih dalam proses pengerjaan 20 persen.


 Tempat wisata seluas 20 hektar ini sebenarnya belum sepenuhnya selesai dikerjakan, namun karena telah viral di media sosial, berujung begitu banyaknya wisatawan yang hadir.


Hari biasa di kisaran 700 – 1.000 pengunjung, itu hari biasa Senin sampai Jumat. Sedangkan untuk Sabtu kita bisa mencapai 2.000 pengunjung, hari Minggu bisa 4.000 sampai 5.000 pengunjung.


Banyaknya wisatawan yang berkunjung bukan tanpa alasan, Gunung Kawi menyimpan banyak potensi wisata alam yang indah. Meskipun selama ini gunung setinggi 2.551 mdpl dikenal kerap kali dihubungkan dengan mitos dan ritual supranatural, terutama dalam mencari pesugihan.


Kita lihat potensi Gunung Kawi sebagai tempat wisata dengan keindahan alamnya. Dulu lembah ini hanya ladang tebu, tapi kami konsep eduresort (edukasi resort) dengan memberikan edukasi di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, wahana permainan, tapi juga ada resort-nya.


Eyang Djogo dulunya ialah seorang veteran atau pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa Agresi Militer Belanda I, ia melarikan diri ke Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Konon, sebelum masa kedatangan Eyang Djogo, masyarakat Kesamben banyak yang menderita kolera. Hewan ternak mereka juga tak luput dari serangan penyakit itu.
Uniknya, semenjak Eyang Djogo singgah di Kesamben, warga yang menderita kolera tiba-tiba sembuh. Ternak mereka kembali sehat. Sejak itulah, sosok Eyang Djogo dianggap bisa mendatangkan tuah atau keberuntungan bagi orang lain. Ia sangat dihormati masyarakat setempat.
Kabar mengenai Eyang Djogo lekas menyebar ke daerah-daerah lain.

Padepokan yang didirikan Eyang Djogo di Kesamben sampai tidak memungkinkan lagi menampung murid yang ingin belajar padanya. Akhirnya, ia memerintahkan seorang muridnya yang bernama R.M Imam Soedjono untuk membuka lahan baru di lereng Gunung Kawi.Sejak pembukaan lahan baru yang difungsikan sebagai padepokan itu, kawasan Gunung Kawi tidak pernah sepi. Setiap hari, selalu ada orang yang hilir-mudik di sana.


Mitos pesugihan Gunung Kawi bermula dari situ.Bagi pengunjung yang ingin  masuk ke petilasan Eyang Djogo di Gunung lereng Gunung Kawi, pengunjung dikenai biaya masuk. Ada beberapa macam tarif yang bisa dipilih para peziarah. Pihak pengelola juga menyediakan paket-paket khusus untuk syukuran yang akan diadakan oleh peziarah.


Dikutip dari berbagai sumber, sebenarnya tidak ada peraturan tertulis atau peraturan yang bersifat khusus mengenai hal-hal yang harus dipersembahkan peziarah ketika berkunjung ke Kawi. Tetapi dalam kenyataan, banyak peziarah yang meyakini persembahan-persembahan itu penting bagi ritual sembahyang mereka.


Peziarah yang doanya terkabul setelah melakukan sembahyang di Kawi biasanya menggelar syukuran di sana. Mereka bisa memilih jenis makanan apa yang akan mereka pesan kepada pihak pengelola. Mulai dari ayam besek, tumpeng kambing, bahkan sapi. Satu besek ayam dibanderol harga Rp85 ribu. Sementara untuk satu ekor kambing bisa mencapai harga Rp15 juta.


Selain paket makanan, pihak pengelola yang tidak lain ialah keturunan Eyang Djogo juga menyediakan fasilitas gelaran wayang kulit. Sudah terkenal di kalangan peziarah, apabila hajat atau keinginan mereka terkabul salah satunya ialah melakukan nazar atau pelunasan janji dengan menggelar pertunjukan wayang kulit.


Biaya untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit di Gunung Kawi dibanderol harga sekitar Rp3,5 juta setiap satu kali pentas. Dalam sehari, kadangkala ada beberapa kali pementasan wayang kulit. Pementasan itu akan tetap digelar bahkan ketika tidak ada penonton sekalipun.
Di luar perdebatan benar tidaknya praktik pesugihan yang ada di Gunung Kawi, yang jelas kawasan itu menjadi sumber penghidupan bagi warga setempat. Banyak pemuda kampung yang berprofesi sebagai calo ziarah. Mereka menawarkan jasa sebagai pemandu, termasuk menawarkan keperluan ritual seperti mandi bunga, penginapan, dan lain sebagainya.
Sepanjang jalan menuju kawasan petilasan, para perempuan menjajakan bunga dan keperluan ritual lainnya. Toko-toko souvenir juga berjajar di kawasan ini. Sedangkan, plang-plang bertuliskan penginapan yang dipasang di hampir tiap bangunan di kawasan petilasan Eyang Djogo berebut perhatian para peziarah. Ritual pesugihan Gunung Kawi dilakukan pada hari baik. Jika ingin mendapatkan kekayaan secara mendadak, seseorang harus melakukan ritual pesugihan pada hari Jumat Legi. Tanggal 12 setiap bulan Suro juga jadi waktu yang ramai dikunjungi pelaku pesugihan.


Kedua hari ini dipilih untuk ritual pesugihan karena pada hari tersebut tepat memperingati wafatnya Eyang Juga dan Eyang Sujo. Keduanya adalah pembantu pangeran Diponegoro. Konon, dikatakan kedua hari inilah yang dapat menjadi hari keluarnya khodam pesugihan di Gunung Kawi.
Sebelum tapa brata, peziarah tersebut diwajibkan terlebih dahulu melakukan mandi suci yang dipimpin langsung oleh juru kunci. Ketika melaksanakan ritual ini, peziarah harus melakukan kontrak mati atau semacam perjanjian dengan penguasa gaib gunung kawi. Mereka harus bersedia memberikan tumbal nyawa pada sang penguasa setiap tahun untuk melanggengkan  kekayaannya.


Selepas mandi, pelaku pesugihan ini harus bersila di atas selembar daun pisang. Ia tidak boleh makan, minum, dan tidur selama tiga hari. Mereka juga tidak diperbolehkan buang air besar dan air kecil, kecuali mengeluarkannya di atas daun pisang yang didudukinya.
Tapa brata dihentikan jika mereka telah dihampiri selembar daun dari pohon Dewandaru yang gugur dengan sendirinya. Daun itu harus jatuh tepat di tubuh. Gugurnya daun Dewandaru menandakan bahwa  untuk menjadi kaya melalui jalur pesugihan Gunung Kawi telah disetujui oleh penguasa gaib yang menunggu pohon Dewandaru. Nantinya, daun itu harus disimpan di dalam bantal alas tidurnya.


Konon, setelah satu tahun, pemilik pesugihan biasanya akan mulai mengalami peningkatan dalam kehidupan ekonominya. Ketika itulah ia harus menyerahkan tumbal seorang manusia yang masih memiliki hubungan darah dan sepersusuan dengannya. Ia harus menunjuknya dan merelakan kepergian saudaranya itu untuk dijadikan pesuruh di kerajaan gaib Gunung Kawi.
Tumbal harus diberikan melalui ritual tertentu. Seorang yang ditunjuk menjadi tumbal biasanya akan mati secara mendadak tanpa diduga-duga. Selain itu, setiap kali memberi tumbal, kekayaan pemilik pesugihan diyakini biasanya akan melonjak secara drastis. Namun tetap saja, kekayaan yang didapat karena bersekutu dengan makhluk gaib ini tidak akan pernah langgeng.


Mitos Pohon Dewandaru dan Air JanjamPohon Dewandaru peninggalan Semasa hidup Eyang Soedjogo  pernah menanam sebuah pohon yang “katanya”adalah tongkatnya. Pohon tersebut dinamakan pohon Dewandaru atau pohon Kesabaran. Dipercaya bahwa ranting, buah dan daunnya bisa menjadi jimat bagi orang yang bisa mendapatkannya. Pohon ini diyakini sebagai perlambang kedamaian dan keamanan daerah Gunung Kawi. Selain itu ada cerita tentang Air Janjam yang airnya ditaruh di sebuah kendi kuno peninggalan Eyang Soedjogo yang bisa menyembuhkan penyakit. Kira-kira benarkah? Mau nyoba membuktikan?


Tak hanya tempat yang mengandung banyak kemistisan tetapi kegiatan dan ritualnya juga tak kalah sakralnya. Ada beberapa kegiatan yang mencerminkan peringatan ritual keagamaan dan kebudayaan dimulai dari syukuran, gebyar satu soro ngalap berkah di Kelenteng dan kegiatan kirab-kirab lainnya.Gebyar satu Syuro Seperti malam satu suro di area Gunung Kawi diramaikan dengan pengunjung yang berjubel untuk melihat dan melaksanakan gebyar Syuro. Tumpeng-tumpeng perayaan dan pembakaran sangkala dilaksanakan dengan iringan lagu tradisional Jawa, China dan Islam.
Gunung Kawi yang letaknya ke arah barat dari Kepanjen ini sebenarnya ada ketimpangan sosial, dimana area wisata pesarean Gunung Kawi dan desa-desa yang ada di dekatnya, kondisi ekonominya berbeda. Jelas sekali perbedaan yang terlihat karena di area wisata spiritual ini terdapat hotel dan penginapan yang disediakan bagi para pengunjung yang ingin bermalam, sedangkan di desa-desa dekat pesarean mulai dari Bumirejo, Wonasari, Kampung Baru, Sumbergelang masih sangat sepi.


Daftar penginapan yang ada di area ini ada 16 yang didalamnya terdapat resort, hotel dan penginapan biasa dengan harga 50 ribu sampai 500 ribu per malam. Hotel di Gunung Kawi Selain penginapan juga ada warug kuliner yang menyediakan makanan-makanan dan oleh-oleh khas Gunung Kawi seperti ubi ungu kukus, jagung kukus, tebu, ronde dan sarang tawon yang sering dicari oleh pengunjung dan peziarah di pesarean Gunung Kawi.
Tetapi mirisnya, tingkat pendidikan di sana masih sangat rendah, kondisi sosial dan ekonomi masih sangat dipertanyakan. Banyak anak-anak setingkat SLTP yang berseliweran di jalan-jalan, mereka tidak bersekolah dan belum ada kesadaran yang baik untuk mengenyam pendidikan yang tinggi.


Tak hanya warga desanya yang kurang memperhatikan pendidikan, ternyata pemandangan kurang sedap juga ada di daerah pesarean Gunung Kawi. Banyak pengemis yang berkeliaran untuk meminta-minta kepada pengunjung yang datang. Pengemis tersebut jumlah ratusan dari orang tua hingga anak-anak yang bertebaran di semua area pesarean Gunung Kawi.
Pengemis anak-anak Kemungkinan itu adalah mata pencaharian mereka, namun sangat disayangkan karena pengemis yang masih berusia belia tersebut juga ikut meminta-minta. Usia mereka adalah usia-usia emas untuk belajar, bermain dan menikmati bangku sekolah agar masa depan mereka pun lebih cerah dan memiliki impian yang tinggi.


Begitulah fakta-fakta daerah Gunung Kawi yang terkenal dengan ritual pesugihannya sampai bikin kaya tujuh turunan. Tak hanya itu, berkunjung disana juga memberikan banyak pengetahuan bagi kita. Pengetahuan sejarah, toleransi, adat budaya, tradisi berbagai etnis membuat perpaduan indah dipandang mata. Kamu yang belum kesana, wajib  datang biar kita tak lupa akan kebudayaan yang dimiliki oleh warga timur khususnya yang menjunjung tinggi adat ketimuran.  (utg).

beritalima.com

Pos terkait