Mobil dan Sertifikat Tanah Disita, Agung Wibowo Praperadilankan Polda Jatim

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Agung Wibowo, seorang yang berprofesi sebagai broker jual beli tanah menjalani sidang praperadilan pada kasus sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan Polda Jatim di Pengadilan Negeri Surabaya dengan hakim tunggal Ni Putu Sri Indayani.

“Agenda sidang hari ini penyerahan jawaban dari Termohon Praperadilan yakni Polda Jatim,” kata hakim tunggal Putu Sri Indayani saat dikonfirmasi di ruang sidang Sari 1 PN. Surabaya. Selasa (2/7/2024).

Sebelumnya, Agung Wibowo di polisikan oleh Anthony Hartato Rusli dengan Laporan Polisi nomer LP-472/VI/RES/1 11/2020/UM /SPKT Polda Jatim tertanggal 13 Juni 2020. Di kasus ini Agung Wibowo dikenakan pidana dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 3,4 atau 5 Undang-Undang RI Nomer 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan dilakukan penyitaan terhadap satu unit Toyota Fortuner type VRZ, satu unit kendaraan Type Rubicorn. SHM No. 653 atas nama Agung Wibowo. SHM No. 412, Desa Punggul, surat ukur tanggal 4 April 2008 nomor : 00052/16.06/2008 luas 155 M2, atas nama pemegang hak Ayu Anggraini.

Dikonfirmasi setelah selesai sidang, Kuasa Hukum tersangka Agung Wibowo, Arifin Suebu menjelaskan bahwa praperadilan yang dilayangkan oleh kliennya ini bukan tentang penetapan sebagai tersangka, melainkan berkaitan dengan penyitaan terhadap barang bukti berupa dua unit mobil dan dua Sertifikat Hak Milik (SHM). Dimana mobil dan SHM tersebut kata Arifin sudah diperoleh oleh kliennya jauh sebelum terlibat perkara dengan Anthony Hartato Rusli.

“Mobil-mobil itu sedang dalam proses leasing. Kemudian ada dua sertifikat tanah yang ikut disita yang diperoleh jauh sebelum ada perkara. Ini eror in obyek. Sebab dalam Pasal 39 KUHAP itu alasan penyitaan antara lain adalah barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari hasil kejahatan atau yang terkait langsung dipergunakan untuk melakukan kejahatan,” katanya di PN Surabaya.

Arifin pun berharap agar hakim tunggal pada praperadilan ini terbuka hati nuraninya untuk menegakkan keadilan.

“Yang hak tetaplah hak dan yang bathil ya bathil. Mudah-mudahan hukum yang mengatur kekuasaan, bukan kekuasaan yang mengatur hukum,” lanjutnya.

Senada dengan Arifin Suebu, pengacara Agung Wibowo lainnya yakni Saptono menandaskan kalau praperadilan yang dilayangkan didasarkan karena penyidik diduga sudah melakukan perbuatan yang tidak baik dan tidak benar, sehingga dinilai oleh prinsipal atau kliennya sebagai sebuah tindakan yang tidak memenuhi rasa keadilan.

“Perlu diketahui, praperadilan ini didasarkan pada Pasal 77 KUHAP. Klien kami ini sudah meluangkan waktu yang panjang melakukan pinjam alat bukti sebagaimana yang terkait dengan praperadilan ini. Apapun hasilnya, kami hanya bisa bekerja semoga bisa dikabulkan oleh hakim,” tandasnya.

Sementara itu tersangka Agung Wibowo menjelaskan bahwa praperadilan dirinya terdaftar dalam perkara nomor 11/Pid.Pra/2024/PN.Sby dengan petitum mengabulkan permohonan praperadilan untuk seluruhnya. Menyatakan tindakan penyitaan atas barang pemohon adalah tidak sah secara hukum karena melanggar ketentuan perundang-undangan. Memerintahkan kepada Termohon praperadilan untuk mengembalikan barang yang disita.

Tersangka Agung menceritakan pada tanggal 5 Januari 2021, dirinya ditangkap Polda Jatim di Solo atas perkara jual beli tanah. Padahal posisinya hanya sebagai mediator dan tidak satu rupiah pun uang dari penjual maupun dari pihak pembeli yang masuk ke dirinya.

“Tapi semua itu adalah barang saya yang saya peroleh sebelum kejadian disita oleh polisi berdasarkan laporan polisi dari pihak penjual. Anehnya penyidik hanya bilang kalau tidak terbukti nanti oleh Pengadilan akan dikembalikan. Faktanya sampai detik ini, empat tahun tidak dikembalikan,” kisahnya.

Agung menuturkan, dirinya dilaporkan bukan karena ada kerugian dalam jual beli. Melainkan karena sertifikat dia hilang akibat adanya peralihan hak.

“Dipikir saya yang mengalihkan hak itu, padahal saya ini hanya seorang makelar. Yang bisa mengalihkan hak itu cuma Notaris dan Badan Pertanahan Negara (BPN). Peralihan hak itu ada perubahan nama dari nama pelapor menjadi atas namanya pembeli. Akadnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan kuasa jual. Tapi sebetulnya si pembeli yang atas nama pembeli ini bukankah pembeli yang murni. Tapi dana talangan,” tuturnya.

Agung mengungkapkan, persoalan ini timbul karena dana talangan. Dengan uang Rp.43,7 miliar mereka ingin mencaplok tanah dengan harga Rp.225 miliar.

“Jadi sekali lagi si penjual ini yang melaporkan saya bukan karena kerugian uang jual beli tapi kerugian karena sertifikatnya hilang akibat peralihan hak. Padahal dia sendiri yang mengalihkan hak itu dan atas persetujuan istrinya dan dilakukan di Notaris dan PPAT,” ungkapnya.

Si penjual ini bukan pemilik asli, dia hanya atas nama saja, pemilik aslinya adalah Yayasan LDII. Aset LDII yang diatasnamakan pada Jamahnya. Dia kepingin dinilai tidak terbukti bersalah, makanya dia lapor supaya LDII itu mengetahui kalau dia tidak bersalah,” imbuhnya.

Dipaparkan Agung, secara garis besar, perkara dirinya ini murni wilayah hukum bisnis, bukan wilayah hukum pidana, perdata maupun PTUN.

“Terbukti hingga empat tahun ini, putusan pidana hingga tingkat Peninjauan Kembali dalam amar putusannya dinyatakan kalau sertifikatnya diserahkan kepada pihak penjual. Secara perdata sampai tingkat PK kedua sertifikat diserahkan kepada pembeli. Jadi posisinya status quo. Urusan saya itu hanya urusan jual beli yang belum berlanjut. Jalan keluarnya ayo di lanjutkan jual belinya. Disini akan kelihatan siapa belangnya. Siap yang tidak beritikad baik akan kelihatan. Hingga detik ini pembeli saya masih berminat,” paparnya.

Diterangkan Agung, tanah yang terletak di Desa Tambakoso, kecamatan waru – Sidoarjo tersebut sudah di down payment (DP) oleh Sipoa Grup sebesar Rp.21 miliar tapi gagal bayar.

“Waktu itu Haji Mustopha ini saya ajak ketemu sama pembeli seorang investor dari Amerika. Si Haji Musthopa ini diajak ke Bank untuk verifikasi dana. Disitu Bank menyebut dananya ada dan sudah sesuai dengan LOI dan sesuai dengan Summary. Pesan dari pihak pembeli jangan sampai bisa beli tanahnya tapi tidak bisa membangun bangunannya karena tanah tersebut belum sehat,” terangnya.

Sisi lain Agung juga mempersoalkan tentang laporan terhadap dirinya yang sudah empat tahun tapi tidak bisa P-21.

“Artinya kan pihak penyidik tidak bisa bekerja. Kalau tidak bisa di P-21 ya tolong di SP3. Khan sederhana. Menurut ketentuan pasal 138 ayat (2) KUHAP apabila berkas perkara dari kejaksaan atau jaksa penuntut umum dikembalikan ke penyidik selama 14 hari haruslah dilengkapi baik syarat formil maupun materiilnya. Kalau tidak bisa dilengkapi diberikan waktu selama 14 hari lagi. Kalau ternyata masih belum juga bisa dilengkapi lagi maka penyidikan itu dinyatakan batal demi hukum. Sampai kapan nasib saya digantung seperti ini. Kalau cukup bukti silahkan di P-21 tapi kalau tidak cukup bukti ya di SP3,” pungkas Agung Wibowo. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait