BALIKPAPAN, beritalima.com – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan tidak meragukan kecintaan anak-anak muda terhadap ideologi bangsa, Pancasila. Yang menjadi tantangan adalah seringkali Pancasila itu ditangkap secara berbeda dalam pikiran anak-anak muda. Hal tersebut dikatakan Moeldoko di hadapan lebih kurang 500 mahasiswa Universitas Balikpapan (Uniba) di auditorium kampus tersebut, 29 September 2018.
“Secara filosofis, Pancasila memuat nilai-nilai luhur dalam diri bangsa Indonesia. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, keadilan sosial, nilai-nilai dalam Pancasila tersebut, tidak perlu lagi kita diskusikan, betapa idealnya konsepsi tersebut. Namun dalam aspek instrumentalia dan aspek pragmatis di kehidupan sehari-hari, seringkali penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai itu terjadi,” tambahnya.
Pancasila sebagai aspek instrumentalia berarti bahwa Pancasila merupakan rujukan dan acuan dari segala hukum dan peraturan. “Ia menjadi sumber dari segala sumber hukum positif di Indonesia,” papar Moeldoko.
Akan tetapi yang seringkali terjadi, aspek pragmatis dengan aspek filosofis itu seringkali tidak tersambung, sehingga menimbulkan keraguan bagi sebagian anak-anak muda dan mempertanyakan relevansi Pancasila. Dalam situasi seperti itu, generasi muda sangat mudah untuk dipengaruhi oleh ideologi-ideologi dan pandangan lain. Sebagai contoh adalah sikap atau pandangan terhadap radikalisme.
“Sekarang kita begitu permisif terhadap radikalisme. Radikalisme adalah ancaman yang sangat dekat. Mereka sudah berada di tengah-tengah kita,” ujar Panglima TNI 2013-2015 ini. Untuk itu, ia mengajak anak-anak muda untuk memperkuat pemahamannya terhadap ideologi Pancasila. “Tidak ada bangsa yang besar apabila tidak memiliki ideologi yang sangat kuat,” imbuhnya.
Pancasila sendiri menurut mantan Wakil Gubernur Lemhanas tersebut adalah ideologi yang sangat terbuka dan dinamis. Ia mengingatkan bahwa pertarungan ideologi sendiri tidak pernah selesai, bahkan sejak zaman Indonesia merdeka. Oleh karena itu, diperlukan pengaktualan kembali supaya Indonesia dapat menyambut perubahan-perubahan yang terjadi di masa mendatang dengan sebaik-baiknya.
“Pada tahun 2030 kita bangsa Indonesia akan mengalami bonus demografi, di mana momentum tersebut harus dipersiapkan dengan matang,” kata Ketua Umum HKTI tersebut. Ia juga mengatakan pentingnya digitalisasi ekonomi dalam aktivitas kehidupan masyarakat. “Digitalisasi akan lebih memudahkan dan akan membuat masyarakat menjadi lebih produktif,” terangnya.
Untuk mempersiapkan hal itu, pemerintah membangun dan mengerjakan berbagai proyek infrastruktur, bukan sebagai tujuan, melainkan semata-mata alat atau instrumen untuk mewujudkan keadilan sosial. “Pemerintah sekarang memfokuskan untuk membangun Indonesia secara merata, tidak hanya di Pulau Jawa saja. Hal ini menjadi bagian dari kebijakan besar Presiden Jokowi tentang Indonesia-Sentris, karena Indonesia bukan hanya Jawa,” ujarnya.
Jika pikirannya hanya berorientasi politik, maka bisa saja Presiden Jokowi hanya membangun di Pulau Jawa. Tetapi dengan cara berpikir negarawan, kita diajak oleh Presiden Jokowi untuk berpikir dan meyakini diri kita sebagai bangsa yang besar. “Oleh karena itu, jika dilihat, sekarang ini pendulum pembangunan sudah mulai seimbang, karena Indonesia bagian timur mendapatkan perhatian yang setara dengan saudara-saudaranya di bagian barat.
Di hadapan anak-anak muda Kalimantan Timur tersebut, Moeldoko juga menunjukkan dan menceritakan bagaimana Revolusi Industri 4.0 akan mengubah berbagai macam hal dan menggantikan cara berpikir dan paradigma lama yang sekarang ini masih eksis. “Teknologi robot, artificial intelligent, teknologi 3D printing, dan lain-lain, akan mengubah hidup kita,” kata Moeldoko.
(rr)