JAKARTA, Beritalima.com– Anggota DPR RI dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat, Hj. Nevi Zuairina ketika mendengar kata pahlawan, teringat banyak tokoh pejuang kemerdekaan yang dimiliki negara ini.
Dari ranah Minang saja banyak seperti Tuanku Imam Bonjol, Muhammad Hatta, Tan Malaka, Rahmah El Yunusiyah, Rohana Kuddus, Muhammad Natsir dan ada pahlawan lainnya. Mereka pahlawan bangsa yang berjuang merebut, mempertahan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
Jika dulu pahlawan adalah orang yang mengangkat senjata mengusir penjajah, bagaimana dengan sekarang? Masihkah pahlawan dipersepsikan demikian? Secara definisi, pahlawan adalah warga yang melakukan tindak kepahlawanan, berjasa, berkorban untuk bangsa dan negara serta tidak melakukan tindakan yang menodai nilai perjuangannya.
“Dalam UU No 20/2009 juga disebutkan, orang yang menghasilkan prestasi dan karya luar biasa bagi bangsa dan negara juga mencirikan nilai kepahlawanan. Artinya, setiap warga negara memiliki kesempatan untuk bisa menjadi pahlawan,” kata Nevi di Padang, Rabu (19/5).
Saat berjumpa dengan generasi milenial Sumatera Barat, ia mengingatkan bahwa bangsa yang besar, bangsa yang terus mengingat jasa pahlawan. Sebagai bangsa besar di era digitalisasi teknologi informasi seperti saat ini, perlu mengingat tentang heroisme para pejuang negeri ini.
“Semangat heroisme mesti ditransformasikan sebagai keberanian generasi milenial untuk berkontestasi menggunakan ide-ide kreatif meluas pada spektrum antarnegara bahkan lintas benua,” kata anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
Saat ini, ungkap politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. tantangan bangsa kita tidak lagi berjuang menghadapi musuh berupa negara-negara penjajah. Itu tantangan satu abad hingga tujuh dekade lalu, ketika kolonialisme masih menjadi bagian dari interkoneksi antarbangsa.
“Tantangan masa kini, pada era digital, tentu sangat berbeda yakni dengan segenap kompleksitas persaingan ekonomi, diplomasi lintas negara, kontestasi identitas, hingga perebutan energi antarkorporasi,” jelas Nevi.
Dia menggambarkan, hidup pada zaman ini, inovasi digital menjadi bagian dari anugerah sekaligus musibah bagi manusia. Kita hidup zaman dimana narasi kepahlawanan dicatat dengan cara yang berbeda dibandingkan tujuh dekade silam.
Dengan percepatan inovasi teknologi, serta tumbuhnya perusahaan raksasa di bidang digital, riset-riset untuk mencipta mesin-mesin canggih yang dilengkapi Artificial Inteligence (AI) sangat memanjakan manusia.
Indonesia sedang menghadapi tantangan berupa masuknya teknologi yang demikian masif. Namun, hal belutu m dibarengi dengan literasi digital yang signifikan. Apalagi teknologi 5G yang kecanggihannya 100 kali lipat dari saat ini segera rilis di masyarakat dimana semua dukungan lambat laun mengikuti dengan cepat.
“Tantangan terbesar bangsa ini, bagaimana memanfaatkan kreatifitas di bidang teknologi, inovasi media, hingga kecanggihan AI menyebarkan kebaikan yang merata. “Jika kita tidak sanggup menghadapi gelombang pasang teknologi, bencana menghadang di depan mata,” kata Nevi.
Ditambahkan, generasi Indonesia masa kini dan mendatang menghadapi tantangan yang sama sekali berbeda dengan apa yang diperjuangkan pendiri bangsa. Jejak heroik para pahlawan bangsa harus kita peras saripati dan teladannya untuk ditransformasikan pada masa kini.
“Kerja keras, kreativitas, keteguhan, solidaritas, sekaligus integritas sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus kita hadirkan pada perebutan kekuatan dan kreativitas di era ini. Pahlawan milenial harus tampil untuk menjadikan bangsa Indonesia tidak sebagai pasar digital, namun sebagai pemain aktif dalam kontestasi digital masa kini,” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)