MADIUN, beritalima.com- Money politics yang mewarnai beberapa kali pemilihan umum di Indonesia, belum akan lepas dalam pesta demokrasi pencoblosan pada 2018 dan 2019 mendatang’
Dalam helatan pemilu mendatang, mulai dari pilwakot, pilbup, pilgub sampai pileg, praktek jual beli suara masih akan terjadi.
Pengamat politik dan dosen Fakultas Hukum Unversitas Merdeka Madiun, Mudji Rahardjo, mengatakan, dalam beberapa pertemuan dan diskusi para akademisi di bidang hukum, terdapat semacam kesimpulan bahwa politik uang belum bisa dilepaskan dari pemilu yang akan dilaksanakan pada 2018 dan 2019 mendatang.
Dalam Focused Group Discussion (FGD) yang digelar Panwasu Kota Madiun dengan tema Netralitas ASN dan Pencegahan Money Politics di Ballroom The Sun Hotel, Jumat (29/12/), akademisi senior ini tidak merinci sebab dari lekatnya transaksi dukungan dalam pencoblosan pemilu. Menurutnya hal ini sulit dilepaskan setelah reformasi bergulir.
“Ada banyak hal, antara lain membudayanya pemberian uang untuk memilih,” kata Mudji Raharjdo.
Ia juga menyebut ada juga budaya ganti ongkos libur di beberapa daerah ketika para pekerja atau buruh harus libur karena harus mencoblos. Sebuah daerah, lanjutnya, ada sebutan gajul manjing, yaitu memberikan uang pengganti karena pemilih tidak bekerja saat hari pencoblosan. Lalu apakah hal ini terkait dengan dukungan terhadap calon tertentu, ia juga tidak bisa memastikan.
“Politik uang ini baru terasa dan membudaya setelah era reformasi. Kalau dulu (sebelum reformasi), banyak warga yang merasa perlu datang ke TPS hanya karena dapat undangan mencoblos dari KPU tanpa memikirkan ada amplopnya atau tidak,” tambahnya.
Mudji juga menyoroti soal waktu pelaksanaan Pilwakot di Kota Madiun yang menyimpan sejumlah kerawanan terhadap praktik money politics. Ia merinci, pada Juni 2018 akan terdapat cuti bersama mulai 20 Juni sebab terdapat Hari Raya Idul Fitri pada 24-25-26 Juni. Waktu-waktu tersebut juga memasuki masa tenang kampanye. Setelah itu, pada 27 Juni akan dilaksanakan pencoblosan.
Adat atau budaya nyangoni atau memberikan uang lebaran bisa menjadi salah satu jalan masuk bagi calon manapun untuk memberikan sejumlah dana kepada siapapun.
“Kalau ada calon yang menyediakan dana segebog waktu silaturahmi lebaran misalnya, lha itu bagaimana pengawasannya. Ini tantangan berat bagi panwas (Panwalu). Makanya memang harus ada pengawas sampai ke tingkat RT,” pungkasnya (Kominfo).