KUPANG, beritalima.com – Monumen Flobamora Rumah Pancasila (FRP) yang berlokasi di desa Nitneo, kecamatan Kupang Barat, kabupaten Kupang, dimulai pembangunan awal (groundbreaking) oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Jumat (18/5). Sosok monumen berupa patung Burung Garuda setinggi 42 meter itu, dibangun menggunakan anggaran sebesar Rp. 38.697.750.000.
Besar anggaran itu sesuai rincian, terdiri dari perencanaan design engeneering dan master design menggunakan dana bersumber dari APBD NTT 2017, sejumlah Rp. 697.750.000, pembangunan monumen Rp. 32.000.000.000, (APBD 2018). Untuk pembangunan taman (landscape) yang akan dilaksanakan menggunakan anggaran perubahan 2018 atau anggaran murni 2019 Kementerian PUPR (APBN), sebesar Rp. 6.000.000.000.
Monumen FRP dibangun dengan konstruksi gedung dua lantai seluas 1.690 meterpersegi, dilengkapi lift dan tangga darurat menuju menara. Lantai satu dlengkapi teras, galeri Bhineka Tunggal Ika, teater, ruang informasi, ramp, ruang tunggu dan toilet. Untuk lantai dua (700 meterpersegi), meliputi galeri Pancasila dan ramp. Sedangkan pelaksana perencanaan monumen ini adalah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman NTT.
Peletakan batu pertama atau pembangunan awal monumen FRP diatas tanah seluas 5.000 meterpersegi bentuk hibah dari Theo Widodo, dilakukan Gubernur Frans Lebu Raya. Ditandai dengan penandatanganan prasasti dan penekanan sirine. Tampak turut meletakan batu pertama, Ketua DPRD, Anwar Pua Geno, Sekda NTT, Benediktus Polo Maing, Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) NTT, Theo Widodo dan sejumlah anggota DPRD NTT, serta pimpinan perangkat daerah.
Gubernur Frans Lebu Raya, menyatakan groundbreaking monumen Flobamora Rumah Pancasila, merupakan kado bagi Hari Ulang Tahun ke 58 tepat hari ini. Menurut dia, monumen FRP menggambarkan seekor burung garuda terbang dari Kupang membawa nilai-nilai atau lima sila (Pancasila) ke Jakarta dan ditetapkan menjadi Ideologi Negara Republik Indonesia (RI).
Selain itu, kata Lebu Raya, monumen yang menjadi ikonik NTT dan objek wisata baru ini dibangun ketika muncul gonjang-ganjing kebangsaan di republik ini. Yaitu dengan adanya beberapa kelompok redikal yang selalu saja mengganggu nilai-nilai kebangsaan. Sehingga muncul ide untuk membangun monumen Pancasila.
“Disinilah gagasan itu disampaikan Pak Theo Widodo dan teman-temannya kepada saya dan menghibahkan tanah guna pembangunan monumen FRP, terwujud. Terima kasih kepada Pak Theo dan keluarga yang dengan ikhlas mau menyumbangkan tanah 5.000 meterpersegi,” ucap Lebu Raya.
Gubernur, mengajak semua pihak untuk memberikan apresiasi kepada Theo Widodo dan keluarga. Dan mudah-mudahan di jaman ini, lanjut Lebu Raya, keikhlasan Theo Widodo, dapat menjadi contoh kepada yang lain untuk menyumbangkan lahan bagi kepentingan idealisme, masyarakat dan bangsa. “Ini sebuah contoh bahwa masih ada orang yang mau berkorban demi kepentingan sebuah idealisme,” katanya.
Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan NTT, Theo Widodo, menyatakan melalui peristiwa ini yang paling berbahagia adalah saya bersama keluarga. Sebab, tanah seluas 5.000 meterpersegi dipersembahkan bagi bangsa dan negara.
“Saya membayangkan apa yang saya berikan ini tidak berarti jika dibandingkan dengan para pejuang atau pahlawan kemerdekaan yang mengorbankan harta benda, jiwa dan raga untuk negeri Indonesia. Bersyukurlah saya dan keluarga hanya bisa menyumbang sebidang tanah ini,” ungkapnya.
Theo, menyampaikan terima kasih kepada Ketua DPRD, Anwar Pua Geno beserta anggota dewan yang dengan gigih memperjuangkan alokasi anggaran guna pembangunan monumen kebanggaan NTT. Terima kasih juga dari Theo Widodo kepada Arsitek Yosep Lim dan Melky, telah mendesain monumen FRP.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman NTT, Yulia Arfa, melalui laporannya menguraikan secara gamblang mulai rencana pembangunan hingga groundbreaking monumen FRP. Kata dia, hibah lahan seluas 5.000 meterpersegi dari Theo Widodo, menjadi asset pemerintah provinsi NTT.
Yulia Arfa, menyebut tujuan pembangunan monumen FRP untuk mengukuhkan NTT sebagai Rumah Pancasila. Dan menjadi tempat diilhaminya Pancasila dengan menyuarakan semangat kerukunan, persatuan dan kesatuan. Lain dari itu, kata Arfa, guna mengingatkan masyarakat NTT khususnya, dan Indonesia umumnya bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang harus dipertahankan ditengah munculnya degradasi wawasan kebangsaan.
Terkait konsep perancangan monumen FRP, jelas Yulia Arfa, berupa ide bentuk berasal dari Burung Garuda sebagai dasar falsafah Pancasila. Konsep bentuk, yaitu analogi dari Burung Garuda dan bentuk rumah. Serta gagasan bentuk, berupa Burung Garuda separuh badan yang sedang berada di sarangnya dengan wujud dua dimensi.(*/Ang)