Muda, Bertani, Kaya: Mitos atau Peluang Nyata?

  • Whatsapp
Muda, Bertani, Kaya: Mitos atau Peluang Nyata?. Agrobisnis.

Bertani merupakan salah satu kegiatan yang dianggap sebagai profesi kuno yang tertinggal zaman, karena kata “petani” masih sering dikaitkan dengan kerja keras di bawah terik matahari, mencangkul sawah, penghasilan pas-pasan, dan hidup bergantung pada cuaca, Padahal, pertanian adalah sumber pangan dan tumpuan ketahanan negara. Namun, benarkah bertani hanya mitos kemiskinan, atau justru di balik tanah yang diolah dan benih yang ditanam. menyimpan potensi emas yang selama ini belum tergali?

Slogan “muda, bertani, kaya” nyaris terdengar seperti hal yang mustahil di zaman sekarang. Selama bertahun-tahun, bertani diasosiasikan dengan kerja fisik berat, penghasilan pas-pasan, dan ketidakpastian cuaca. Tak heran, banyak anak muda lebih memilih bekerja di kota, meninggalkan sawah dan ladang yang pernah menjadi tulang punggung keluarga mereka. Namun, di balik tantangan itu, realitas pertanian Indonesia sebenarnya menyimpan potensi besar. Dengan 270 juta penduduk yang terus butuh makan, sektor pertanian sejatinya adalah ladang emas asal tahu cara mengolahnya.

Bacaan Lainnya

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dengan luas lahan pertanian yang melimpah. Ironisnya, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia stagnan di angka sekitar 13% dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menandakan potensi yang belum tergarap maksimal. Di sisi lain, pandemi COVID-19 telah menjadi momentum yang membuka mata banyak orang bahwa sektor pangan adalah sektor yang tahan banting. Ketika banyak sektor rontok akibat krisis, sektor pertanian justru tetap menjadi tulang punggung perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian adalah sektor yang memiliki peluang besar, asalkan dikelola dengan pendekatan yang lebih modern dan adaptif.

Revolusi pertanian kini tidak lagi soal cangkul dan sawah semata. Seperti yang sedang dilakukan oleh komunitas GENTA (Generasi Citra Tani) di Agribisnis UIN Jakarta menggunakan teknologi pertanian modern sebagai media untuk menanam. Salah satu contoh inovasinya yaitu pertanian hidroponik dimana metode hidroponik ini adalah metode bercocok tanam tanpa tanah yang mengandalkan air dan nutrisi. Metode pertanian tersebut membuktikan bahwa bertani tidak harus dilakukan di lahan yang luas. Bahkan dengan lahan yang terbatas di perkotaan, pertanian tetap menjadi bisnis yang menguntungkan. Model pertanian hidroponik juga dapat membuka pintu bagi generasi muda untuk menjadi petani tanpa harus “kembali ke desa”.

Dari metode pertanian vertikal atau biasa disebut hidroponik, membuktikan bahwa tidak selamanya kata “petani” dikaitkan dengan cangkul dan sawah. Anak muda bisa memanfaatkan kemajuan teknologi pertanian yang mencangkup mulai dari otomatisasi proses pertanian hingga pemasaran berbasis teknologi bisa diterapkan di sektor pertanian. Tujuan utama dari digitalisasi pertanian pastinya untuk mempermudah segala proses dalam pertanian. seperti meningkatkan produktivitas tanaman dan hasil panen, efisiensi penggunaan sumber daya, dan menjangkau akses pasar yang lebih luas.

Sebagai contoh dari inovasi-inovasi yang bisa dilakukan di sektor pertanian diantaranya yaitu penggunaan drone pertanian untuk pemantauan lahan dan penyemprotan otomatis, serta sensor IoT yang memantau kelembaban tanah, suhu, dan pH secara real-time. Ada pula aplikasi manajemen pertanian seperti TaniHub, iGrow, dan RegoPantes yang mempermudah pencatatan usaha tani dan akses pasar. Inovasi lain termasuk sistem irigasi otomatis berbasis data, platform e-commerce hasil pertanian seperti Sayurbox dan Kedai Sayur, serta pemanfaatan Al dan machine learning untuk mendeteksi penyakit tanaman dan memprediksi cuaca. Selain itu. teknologi blockchain mulai digunakan untuk menjamin transparansi rantai pasok, dan digitalisasi koperasi serta keuangan petani memudahkan pencatatan dan akses modal melalui platform seperti Koltiva dan Amartha. Semua inovasi ini menjadikan pertanian lebih cerdas, modern, dan menarik bagi generasi muda.

Meskipun digitalisasi pertanian menawarkan berbagai manfaat bagi para petani. penerapannya masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu yang utama adalah minimnya. literasi digital di kalangan petani, terutama generasi tua, yang masih asing dengan teknologi baru. Selain itu, akses terhadap infrastruktur teknologi seperti jaringan internet yang stabil. listrik. dan perangkat digital masih terbatas di banyak daerah pedesaan. Biaya awal investasi untuk pembelian alat seperti drone, sensor, atau sistem irigasi otomatis juga tergolong tinggi bagi petani kecil.

Di sisi lain, kurangnya pelatihan dan pendampingan teknis membuat banyak petani kesulitan memanfaatkan teknologi secara optimal. Tantangan lainnya adalah fragmentasi lahan pertanian yang membuat penerapan teknologi skala besar menjadi kurang efisien, serta belum meratanya dukungan kebijakan dan regulasi pemerintah dalam mendorong ekosistem pertanian digital yang berkelanjutan. Jika tantangan-tantangan ini tidak diatasi, digitalisasi pertanian bisa menjadi peluang yang hanya dinikmati oleh segelintir pihak saja.

Untuk mengatasi tantangan dalam digitalisasi pertanian, diperlukan pendekatan menyeluruh dari berbagai pihak. Pertama, peningkatan literasi digital petani harus menjadi prioritas melalui pelatihan intensif dan pendampingan langsung di lapangan, terutama dengan melibatkan penyuluh pertanian dan komunitas lokal. Kedua, pengembangan infrastruktur digital seperti akses internet di pedesaan, penyediaan listrik yang stabil, dan subsidi perangkat teknologi harus diperkuat oleh pemerintah dan swasta. Ketiga, untuk mengatasi masalah biaya, diperlukan skema pembiayaan inklusif seperti kredit tani berbasis teknologi, program subsidi, atau model sewa peralatan bersama melalui koperasi tani.

Selain itu, kemitraan strategis antara petani, startup agritech, lembaga keuangan, dan pemerintah dapat mendorong adopsi teknologi yang lebih luas. Pemerintah juga perlu menyediakan regulasi dan kebijakan yang mendukung, termasuk insentif bagi petani digital dan perlindungan data. Terakhir, konsolidasi lahan dan penguatan kelembagaan petani bisa menjadi solusi jangka panjang agar teknologi dapat diterapkan secara efisien dan merata. Dengan solusi-solusi ini, digitalisasi pertanian berpotensi menjadi kekuatan utama dalam mewujudkan pertanian modern dan berkelanjutan di Indonesia.

Transformasi digital dalam pertanian bukan sekadar tren sementara, melainkan revolusi yang akan terus berkembang. Dengan teknologi, sektor pertanian dapat menjadi lebih produktif, efisien, dan berkelanjutan, sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi generasi muda yang tertarik dengan agribisnis berbasis teknologi. Kemajuan digital telah membuktikan bahwa bertani bukan lagi pekerjaan tradisional yang terbatas oleh musim dan ketidakpastian. Kini, bertani dapat menjadi bisnis modern yang didukung oleh data, kecerdasan buatan, dan inovasi teknologi. Pertanyaannya bukan lagi apakah pertanian akan menjadi digital, tetapi seberapa cepat kita bisa mengadopsinya. Jika digitalisasi diterapkan dengan strategi yang tepat. masa depan pertanian bisa lebih cerah dan menjanjikan, membawa kesejahteraan bagi petani dan seluruh ekosistem pangan global.

Jadi, Muda, Bertani, Kaya adalah peluang nyata yang menunggu untuk digarap. Bukan berarti mudah dan tanpa tantangan, tetapi dengan kerja keras, kreativitas, dan dukungan yang tepat, menjadi petani muda justru bisa menjadi pilihan hidup yang menjanjikan. Alih-alih mengejar pekerjaan kantoran yang makin kompetitif, menjadi petani modern adalah jalan yang tidak hanya menghasilkan uang, tetapi juga kebanggaan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Mari kita ubah cara pandang kita: petani muda adalah pahlawan pangan masa depan. Mereka bukan sekadar pekerja kasar di sawah, tetapi inovator yang membawa harapan bagi ketahanan.

Penulis ; Iksan Maulana Aziz

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah 

Prodi Agribisnis

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait