GRESIK, beritalima.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik mengeluarkan kecaman keras terhadap program Expose Uncensored yang disiarkan oleh stasiun televisi Trans7 pada Senin, 13 Oktober 2025. Tayangan tersebut dinilai menyinggung kehormatan ulama dan pesantren, serta melecehkan KH. Anwar Mansur dan keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Ketua Bidang Dakwah, Penelitian, dan Pengembangan Masyarakat MUI Gresik, Drs. Nur Fakih, menyebut program itu sebagai bentuk jurnalisme provokatif dan tidak beretika yang telah mengabaikan prinsip jurnalisme damai.
“MUI Gresik mengecam sekeras-kerasnya kecerobohan jajaran redaksi dan manajemen Trans7 yang menayangkan program Expose Uncensored itu. Tayangan tersebut sama sekali tidak menghargai peran penting kiai, ulama, dan pesantren dalam menyiapkan generasi yang berakhlakul karimah. Program itu justru menyebarkan berita yang menyudutkan dan melecehkan KH. Mansur Anwar, santri, dan keluarga besar Ponpes Lirboyo,” tegas Nur Fakih, di Kantor MUI Gresik, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, tindakan penyiaran seperti itu telah mencederai semangat pemberitaan berimbang dan etika pers nasional. Karena itu, MUI Gresik mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap pihak Trans7.
“Kami meminta KPI dan Dewan Pers segera menegakkan kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Penyiaran. Harus ada sanksi tegas agar kejadian seperti ini tidak terulang,” ujarnya.
MUI Gresik juga menuntut agar pihak redaksi Expose Uncensored Trans7 segera menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf terbuka kepada KH. Anwar Mansur, santri, serta keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo.
“Kami menuntut Trans7 untuk berani meminta maaf secara terbuka kepada KH Anwar Mansur, para santri, dan seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo. Permohonan maaf itu penting sebagai bentuk tanggung jawab moral,” tandasnya.
Selain mengecam tayangan tersebut, MUI Gresik juga mengimbau seluruh insan media agar tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan berhati-hati dalam menyajikan informasi yang berkaitan dengan tokoh agama dan lembaga keagamaan.
“Kami mengingatkan seluruh media agar selalu berpijak pada kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, supaya tidak lagi terjadi pemberitaan yang memecah belah dan melukai perasaan umat,” tutup Nur Fakih.(*)

