JAKARTA, beritalima.com – Tausyiah akhir tahun 2018 kepada tahun baru 2019, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyikapi situasi terkini dengan bertawakal kepada Allah SWT. Diantaranya adalah menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk terus berusaha menjaga dan meningkatkan persatuan dan kesatuan serta menjauhi falsafah dan pandangan hidup yang bertentangan dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945, agar bangsa Indonesia tetap dapat berdiri kuat dan kokoh sehingga menjadi cita cita bersama.
Demikian hal itu disampaikan KH. Abdlah Zaidi, Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI pusat, Jum’at (21/12/2018) yang didampingi oleh Amirsyam Tambunan, Wakil Sekretaris Jenderal MUI, di Auditorium Lantai 4, Gedumg MUI, Jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat.
Dikatakan KH. Abdullah, demi menjaga kerukunan antar umat beragama, MUI menghimbau kepada para pengusaha dan para pihak terkait lainnya agar dalam suasana natal dan pergantian tahun baru, tidak memaksa, mendorong dan mengajak karyawan yang beragama Islam memakai atribut-atribut atau simbol-simbol yang tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Ia pun menjelaskan tahun politik untuk Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif tahun 2019 nanti, MUI mengajak semua kontestan dan partai politik lebih mengedepankan program-program dan rencana kebijakan yang rasional. Mengedepankan moralitas dan al akhlakul karimah serta menghindari dan menjauhi praktek-praktek kotor yang dilarsng agama, seperti cela-mencela, risywah (money politic) dan berbagai bentuk kecurangan dan perbuatan tidak terpuji lainnya.
“Menghadapi pergantian tahun baru dan datangnya tahun baru 2019 M, MUI mengajak dan menghimbau masyarakat luas untuk menyambut dan menyongsong tahun baru tersebut dengan penuh syukur dan kesederhanaan, tidak hura-hura dan menghindari pola hidup yang bersifat materialistik, komsumeristik, dan hedonistik,” pungkasnya.
Lanjutnya, MUI menyesalkan adanya informasi tentang tindakan sewenang-wenang pihak pemerintah China terhadap muslim Uigbur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang memiliki kebebasan menjalankan ajaran agamanya. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Menurut keterangan Kabid Pendidikan dan Kaderisasi MUI, mestinya dijamin negara untuk menjalankan ajaran agamanya. dedy mulyadi