Mulyanto: Cost Recovery Tiap Tahun Meningkat, Lifting Malah Terus Turun

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Joko Widodo (Jokowi) meningkatkan target lifting minyak 2022 bila mau serius mengejar target 1 juta barel per hari (bph) 2030.

“Minimal lifting 2022 harus ada di rentang 705-725 ribu bph. Sampai kapan target 1 juta bph terkejar kalau setiap tahun target turun, realisasinya tak mencapai 100 persen. Setiap tahun target harus meningkat serta realisasi yang baik. Kalau target tahunannya saja terus turun, angka 1 juta bph tak tercapai pada waktu yang tidak berhingga, alias tidak tercapai,” kata dia.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut menilai, selama ini Pemerintahan Jokowi tidak serius merealisasikan target lifting minyak. Ini dapat dilihat dari capaian lifting minyak yang terus turun setiap tahun.

“Anehnya cost recovery setiap tahun meningkat, padahal liftingnya terus turun. Semestinya biaya itu berbanding lurus dengan hasil. Bila tidak atau terbalik berarti bahwa proses tersebut semakin sehari, menjadi semakin tidak efisien,” tambah wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini.

Untuk diketahui, Raker Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, awal Juni lalu, realisasi lifting minyak tahun depan 707 ribu bph, target lifting minyak tahun ini 705 ribu bph dan rencana target lifting minyak di tahun depan 686–726 ribu bph.

Sementara realisasi cost recovery pada tahun 2020 sebesar 8.12 (USD milyar) perkiraan realisasi pada tahun 2021 sebesar 8.52 (USD milyar), sedang asumsi makro cost recovery untuk tahun 2022 sebesar 8.65 (USD milyar).

Selain itu Mulyanto mendesak Pemerintah untuk lebih serius meningkatkan ketahanan energi nasional sekaligus menekan defisit transaksi berjalan dari sektor migas melalui peningkatan lifting minyak ini.

Untuk itu perlu diperkuat kelembagaan SKK Migas, sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi; kemudian perlu kejelasan dasar hukum target lifting 1 juta bph pada tahun 2030.

Dnilai, tanpa dasar hukum yang kokoh penetapan target lifting minyak yang dibuat SKK Migas hanya mimpi dan angan-angan, yang tidak bisa direalisasikan. “Kalau dasar hukum target lifting 1 juta bph ini tak jelas, saya pesimis bisa direalisasikan. Buktinya, keseriusan Pemerintah untuk mendorong target lifting satu juta barel ini tidak terlihat,” tegas Mulyanto.

Pemerintah mengeluarkan Perpres untuk mendukung penetapan lifting 1 juta bph agar komitmen atas target ini, bukan komitmen SKK Migas tetapi Pemerintah. “Selama tak ada Perpres maka bisa dibilang Pemerintah tidak serius mewujudkan target lifting 1 juta bph,” imbuh Mulyanto.

Indikasi lain ketidakseriusan mewujudkan target lifting adalah respons atas insentif dan stimulus hulu yang diusulkan SKK Migas ke Pemerintah untuk mendorong kinerja hulu mencapai target lifting tak terlihat.

Padahal ini sudah beberapa kali dibahas di Komisi VII DPR RI dan disetujui bersama. “Sebenarnya pendapatan Negara dari sektor hulu migas, yang diperkirakan akhir tahun ini melebihi target, bisa dialokasikan sebagian untuk stimulus dan insentif sektor hulu migas,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait